Dengarkan Artikel
(Zulkifli, S.Pd.I, M.Pd/Joel Buloh)
Pada tanggal 15 Agustus 2005, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia sepakat untuk berdamai di Helsinki, Finlandia, setelah hampir Tiga Puluh tahun berkonflik.
Perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belas pihak, pihak GAM diwaliki oleh Malik Mahmud dan pihak Pemerintah RI diwakili oleh Hamid Awaluddin yang disaksikan oleh Martti Ahtisaari.
Perdamaian merupakan rahmat Allah yang sangat luar biasa, karena bukan saja pihak yang bertikai telah damai, tapi rakyat Aceh seluruhnya dapat menikmati kedamaian yang dulunya dalam cengkraman ketakutan.
15 Agustus 2025 merupakan tahun ke 20 masa perdamaian Aceh telah berjalan, tentunya ini bukan masa yang singkat, dua dekade telah terlewati.
Kehidupan Rakyat Aceh Pasca 2 Dekade Damai
Melihat fenomena kehidupan rakyat Aceh setelah dua dekade masa damai adalah sangat damai dan tentram, tidak ada satu pun yang ditakuti, cengkraman ketakutan telah hilang, walau masih ada sebagian kecil masyarakat yang masih merasakan trauma dan mengingat kenangan pahit saat konflik.
“Dua dekade setelah penandatanganan perjanjian damai Aceh, korban dan keluarga korban konflik bersenjata di Aceh masih belum merasakan pemulihan trauma maupun pemberdayaan ekonomi yang memadai. Salah satunya dialami Muhammad Syukur (40), korban penembakan Tragedi Simpang KKA tahun 1999, yang kini mengalami gangguan kejiwaan”, (Media Online Masakini, 8 Agustus 2025).
Memang untuk memulihkan trauma mendalam dan kenangan pahit itu sangat sulit bagi yang langsung merasakan kekerasan saat itu atau langsung melihat dengan mata kepala sendiri saat kekerasan itu terjadi kepada keluarganya.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa sebahagian yang lain telah hidup layak atau kaya raya dari hikmah dan syafaat damai.
Yang jadi pertanyaannya adalah apakah seluruh rakyat Aceh dapat menikmati syafaat damai dari segi material?
Jawabannya tidak, karena masih banyak rakyat Aceh yang belum memiliki pekerjaan yang layak dan mapan, masih banyak rumah-rumah yang dihuni oleh rakyat Aceh masih dibawah kata layak, masih banyak anak-anak Aceh yang putus pendidikan agama dan umum karena faktor ekonomi.
“Berdasarkan data dirilis BPS, penduduk miskin di Aceh turun dari 12,64 persen pada September 2024 menjadi 12,33 persen pada Maret 2025. Jumlah warga miskin saat ini 704,69 ribu orang atau turun dari sebelumnya 718,96 ribu orang”, (detikcom, 25 Juli 2025).
Namun, 12.33 persen bukan angka yang sedikit, dan ini merupakan PR bagi Pemerintah Aceh untuk benar-benar membuat rakyat Aceh sejahtera.
Sehingga mereka bukan saja pendengar budiman dari kekayaan alam Aceh yang melimpah, tapi ikut sebagai penikmat dari kekayaan alam tersebut.
Tentunya bisa mewujudkan impiannya untuk memiliki pekerjaan layak, rumah yang layak dan mampu memberikan pendidikan yang tinggi untuk anak-anaknya.
Karena realitanya adalah masih sangat banyak anak Aceh yang putus sekolah, baik karena faktor ekonomi atau kurang sadar terhadap pentingnya pendidikan tersebut.
“Sedikitnya 60.442 anak di Aceh tidak sekolah karena mengalami putus sekolah atau lulus tapi tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Mereka berasal dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar (SD)/sederajat, menengah pertama (SMP)/sederajat, hingga menengah atas (SMA)/sederajat”, (Acehkini.id, 8 April 2025).
Kalau realita ini terus berlanjut dari tahun ke tahun, maka ditakutkan bagi rakyat Aceh, selain masih berada digaris kemiskinan, kebodohan semakin banyak yang lahir, ini akan menyebabkan rakyat Aceh mudah dimanfaatkan oleh siapa saja demi kepentingan mereka.
Harapan Rakyat Aceh
Setiap manusia ingin hidup didunia dalam keadaan bahagia dan pun satu saat diakhirat dalam keadaan bahagia.
Maka kebahagiaan itu akan dapat dirasakan oleh rakyat Aceh bila sumber daya alam dan uang otonomi khusus langsung sampai kepada mereka, baik dengan pendidikan gratis sampai tamat kuliah, berobat gratis dengan berbagai macam penyakit serta pelayanan prima dan bantuan modal usaha sesuai kemampuan dan bakat setiap keluarga.
Karena tanpa pendidikan yang tinggi dan persiapan lapangan kerja yang disediakan oleh pemerintah Aceh, mustahil rakyat akan sejahtera, kecuali mereka yang memiliki boinah yang banyak.
Setiap pesantren, lembaga pendidikan Islam, balai pengajian dan pendidikan umum diberikan fasilitas yang memadai tanpa harus menggadai lewat profosal, apalagi setiap desa punya data konkrit tentang hal tersebut.
Tidak ada lagi bangunan madrasah yang reot atau tidak layak pakai, karena dimadrasah juga yang dididik juga anak Aceh.
Semua elemen Pemerintah, baik Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif berbicara dan berbuat semaksimal mungkin untuk kepentingan segenap rakyat Aceh.
Karena tidak akan mungkin rakyat Aceh akan sejahtera, kalau masih ada yang menjual rakyat Aceh dan kekayaan sumber daya alam Aceh untuk kepentingan keluarga dan kelompoknya.
Maka berikanlah kepada rakyat Aceh Kemerdekaan dari pada kemiskinan, sehingga mereka benar-benar merasakan merdeka dari nikmat damai.
🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini
 
                         
                         
                         
                         
                         
                                 
			 
			 
                                
 
                                




