Dengarkan Artikel
Oleh: Afrizal Refo, MA
Sekjen Dewan Dakwah Kota Langsa dan Dosen PAI IAIN Langsa.
📝 Highlight:
“Iman bukan hanya bisa bertambah, tetapi juga bisa berkurang. Yang berbahaya bukanlah turunnya iman, tetapi ketika kita tidak menyadarinya dan membiarkannya padam dalam kelalaian.”
Iman adalah cahaya yang Allah titipkan ke dalam hati manusia. Namun cahaya itu tidak selalu sama terangnya. Ia bisa bertambah dengan ketaatan, bisa berkurang karena kelalaian. Para sahabat Nabi pun pernah mengeluh tentang turunnya iman, apalagi kita di zaman yang penuh godaan.
Hari ini kemunduran iman bukan hanya ancaman melainkan kenyataan. Banyak di antara kita yang mulai melalaikan shalat, menunda-nunda ibadah bahkan meninggalkannya. Kita lebih sering menggenggam gawai ketimbang mushaf, lebih sibuk mengejar dunia ketimbang menyiapkan bekal akhirat.
Tanda-tanda kemunduran iman mudah kita temui seperti shalat terasa berat, hati keras menerima nasihat, maksiat dianggap hal biasa, amal sunnah mulai ditinggalkan, cinta dunia semakin kuat, kepedulian sosial melemah. Jika ini terjadi maka itu pertanda bahaya.
Kisah Umar bin Khattab dan Hanzhalah
Suatu ketika, Umar bin Khattab RA berkata kepada sahabat Hanzhalah, “Ketika kami bersama Rasulullah SAW, seolah-olah surga dan neraka tampak di depan mata. Namun, ketika pulang dan sibuk dengan keluarga, kami merasa iman menurun. Apakah kami ini munafik?”
Rasulullah SAW menjawab, “Seandainya kalian selalu dalam keadaan seperti ketika bersamaku, niscaya malaikat akan menyalami kalian di jalan-jalan. Tetapi, iman itu ada saatnya naik dan turun. Jagalah agar penurunannya tidak menjatuhkan kalian ke dalam kelalaian.”
Kisah ini menjadi pengingat, bahwa iman memang bisa melemah. Namun, sahabat selalu waspada dan segera mencari jalan untuk memperbaikinya.
Pada Kisah yang lain ada seorang pemuda yang kembali sadar setelah menghadiri pemakaman sahabatnya patut menjadi renungan. Ia yang dulunya jauh dari masjid, akhirnya tersentuh hatinya saat melihat sahabat sebaya dikafani dan diturunkan ke liang lahat. Sejak itu ia bertaubat kembali menunaikan shalat dan berusaha memperbaiki diri. Artinya masih ada jalan pulang selama kita mau menyadari.
Refleksi Untuk Kita
Kemunduran iman bisa terjadi pada siapa pun, baik rakyat jelata maupun pemimpin, orang awam maupun ulama. Namun, yang membedakan adalah kesadaran. Apakah kita sadar saat iman menurun? Apakah kita mau kembali sebelum terlambat?
Di tengah hiruk-pikuk politik, kesenjangan ekonomi, dan derasnya arus globalisasi, masyarakat Indonesia hari ini sangat membutuhkan keteguhan iman. Tanpa iman, kekuasaan hanya melahirkan kesombongan, harta hanya memupuk kerakusan, dan ilmu hanya melahirkan kebanggaan semu.
Oleh karena itu, mari kita jadikan iman sebagai pusat orientasi hidup. Jaga shalat kita, dekatkan diri dengan Al-Qur’an, perbanyak zikir, pilih lingkungan yang baik, serta jangan lelah memperbaharui taubat.
Seperti kata Umar bin Khattab RA, “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab, dan timbanglah amalmu sebelum amal itu ditimbang untukmu.”
Semoga kita selalu waspada agar iman tidak merosot dan cahaya hati tetap menyinari langkah kita hingga akhir hayat.