https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Friday, October 31, 2025
No Result
View All Result
POTRET Online
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
POTRET Online
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Pariwara
Beranda #Kemerdekaan

80 Tahun Kemerdekaan : Flashback Peran Ulama dan Santri dalam Mempertahankan

Mahmudi Hanafiah Oleh Mahmudi Hanafiah
3 months ago
in #Kemerdekaan, Artikel, Refleksi
Reading Time: 3 mins read
A A
0
8
Bagikan
77
Melihat
🔊

Dengarkan Artikel

Oleh Oleh Mahmudi Hanafiah, S.H., M.H.

“Sekali merdeka, tetap merdeka!” Seruan itu menjadi yel-yel penuh semangat yang menggema dari para pejuang Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah dan nyawa. Mungkin ada yang bertanya-tanya, jika Indonesia sudah merdeka, mengapa perjuangan masih terus dilanjutkan?

Jawabannya sederhana, namun penuh makna: mempertahankan jauh lebih sulit dibandingkan merebut. Itulah kenyataan yang dihadapi bangsa Indonesia di masa-masa awal setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Indonesia telah menyatakan diri sebagai negara merdeka melalui pidato proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno dan didampingi Mohammad Hatta, namun pengakuan dan penguatan terhadap kemerdekaan itu tidak terjadi begitu saja.

Ancaman Pasca-Proklamasi

Baru satu bulan lebih setelah kemerdekaan diproklamasikan, tepatnya pada 29 September 1945, pasukan Sekutu yang dipimpin Inggris tiba di Indonesia. Mereka tidak datang sendiri, tetapi juga membawa NICA (Nederlands-Indies Civil Administration), yang merupakan perwakilan pemerintahan sipil Belanda. Tujuannya jelas: mengembalikan kekuasaan Belanda atas wilayah Nusantara.

Kedatangan mereka kembali memantik api pertempuran. Padahal saat itu, perang dunia telah memasuki babak akhir setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Banyak yang berharap bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan menjadi penanda awal dari kedamaian, namun kenyataannya, perjuangan justru semakin berat.

Perang Kemerdekaan

Rangkaian pertempuran yang dikenal dengan sebutan Perang Kemerdekaan Indonesia berlangsung dari tahun 1945 hingga 27 Desember 1949, ditandai dengan penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda secara resmi. Sepanjang periode tersebut, bangsa Indonesia tidak hanya berjuang di medan perang, tetapi juga di meja perundingan internasional, seperti Konferensi Meja Bundar (KMB) yang digelar di Den Haag pada 23 Agustus hingga 2 November 1949.

📚 Artikel Terkait

GURU DARI ANAK KAMI

Ketika Putusan Ulama Tidak Lagi Menjadi Pijakan: Peusijuk Wali Agama Terjadi Juga

Berjihad Lewat Tulisan

Menjaga Keselamatan Wisatawan Bahari

Sejumlah pertempuran besar mewarnai masa ini. Mulai dari Pertempuran Surabaya yang melegenda, Pertempuran Ambarawa, Peristiwa Bandung Lautan Api, hingga Agresi Militer Belanda I dan II. Semua itu menunjukkan betapa beratnya perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan.

Peran Strategis Ulama dan Santri

Dalam upaya mempertahankan kemerdekaan ini, tidak hanya tentara reguler dan militer profesional yang terlibat. Ulama dan para santri dari berbagai pesantren juga turut ambil bagian penting dalam perjuangan fisik dan spiritual.

Salah satu tokoh sentral adalah KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama dan pimpinan Pondok Pesantren Tebuireng. Beliau menginisiasi Resolusi Jihad yang dideklarasikan pada 22 Oktober 1945, dalam sebuah pertemuan penting para ulama dan pengurus NU dari Jawa dan Madura di Surabaya.

Resolusi Jihad ini menegaskan bahwa membela tanah air dari penjajah adalah kewajiban agama bagi setiap Muslim. Bahkan disebutkan bahwa setiap Muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer dari pusat pertempuran memiliki kewajiban untuk turun langsung dalam pertempuran membela kemerdekaan.

Fatwa tersebut menjadi pemantik semangat perlawanan yang luar biasa. Santri dan masyarakat umum, berbekal semangat jihad dan cinta tanah air, bergabung dalam berbagai laskar perjuangan seperti Hizbullah dan Sabilillah. Mereka berjuang bukan hanya untuk kemerdekaan fisik, tetapi juga demi mempertahankan nilai-nilai agama dan kehormatan bangsa.

Warisan yang Harus Dijaga

Kini, delapan dekade telah berlalu sejak proklamasi kemerdekaan dikumandangkan. Namun, semangat para pejuang, termasuk ulama dan santri yang mengorbankan jiwa dan raga, tidak boleh dilupakan begitu saja. Kemerdekaan yang kita nikmati saat ini adalah amanah dari para pendahulu, yang direbut dan dipertahankan dengan darah dan air mata.

Tugas generasi sekarang bukan lagi mengangkat senjata, tetapi bagaimana mengisi kemerdekaan dengan pembangunan yang bermakna. Menjaga kemerdekaan berarti memperkuat bangsa ini dalam aspek iman dan takwa (IMTAK) serta ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Ulama dan santri masa kini diharapkan terus menjadi garda terdepan dalam menjaga moral bangsa dan membimbing masyarakat menuju kemajuan spiritual dan intelektual.

Sebagai bangsa yang besar, kita tidak boleh melupakan sejarah. Mengenang perjuangan para ulama dan santri adalah bagian dari cara kita mensyukuri kemerdekaan. Semoga semangat jihad yang dulu dikobarkan tetap menyala dalam bentuk yang relevan untuk masa kini dan masa depan Indonesia.
Wallahu a’lam bish-shawab.

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

The Never- Ending Shuffle: Indonesia’s Education Curriculum Can’t Catch a Break
The Never- Ending Shuffle: Indonesia’s Education Curriculum Can’t Catch a Break
26 Oct 2025 • 106x dibaca (7 hari)
Garis Waktu yang Hilang
Garis Waktu yang Hilang
2 Oct 2025 • 62x dibaca (7 hari)
Spirit Nyi Eroh dan Terowongan Geureutee
Spirit Nyi Eroh dan Terowongan Geureutee
24 Oct 2025 • 53x dibaca (7 hari)
The Hidden Crisis: Sexual Violence in Pesantren Is Three Times Higher Than in Regular Schools
The Hidden Crisis: Sexual Violence in Pesantren Is Three Times Higher Than in Regular Schools
21 Oct 2025 • 52x dibaca (7 hari)
Ketika Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
Ketika Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
27 Feb 2025 • 49x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Share3SendShareScanShare
Mahmudi Hanafiah

Mahmudi Hanafiah

Related Postingan

Artikel

Dari Tragedi Sengkon dan Karta: Menuju Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Indonesia.

Oleh Redaksi
2025/10/03
0
57

Oleh Novita Sari Yahya Kisah Sengkon dan Karta: Inspirasi untuk Bicara Petani Kisah Sengkon dan Karta menjadi inspirasi bagi saya...

Baca SelengkapnyaDetails

Hikmah Tahun Baru Islam 1443 H

Ketika Dunia Bersiap Perang, Indonesia Bersiap dengan Meme dan Joget

Postingan Selanjutnya

BENGKEL OPINI RAKyat

Warisan Cinta dalam 289 HalamanUntuk Anak-cucuku

Kemerdekaan Apalagi yang Kau Tanamkan?

Merdeka Bukan Sekadar Kata, Tapi Hak untuk Hidup Sejahtera

Drama Ban Bocor di Hari Kemerdekaan

POTRET Online

Copyright@potret2025

Media Perempuan Aceh

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Kirim Tulisan

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini

Copyright@potret2025

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00