https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Tuesday, September 23, 2025
No Result
View All Result
POTRET Online
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
POTRET Online
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Pariwara
Beranda #Ulama Kharismatik Aceh

Abu Kruengkalee; Syekhul Masyayikh Ulama Aceh Periode Awal

Nurkhalis Muchtar Oleh Nurkhalis Muchtar
4 months ago
in #Ulama Kharismatik Aceh, #Ulama Nusantara, Artikel, ulama, Ulama Kharismatik Aceh
Reading Time: 5 mins read
A A
0
8
Bagikan
79
Melihat
🔊

Dengarkan Artikel

Oleh Dr. Nurkhalis Muchtar, Lc. M.A

Dalam suasana berkecamuknya perang Aceh, lahirlah seorang anak yang diberi nama Muhammad Hasan di pengungsian Meunasah Ketembu Langgoe Pidie pada tahun 1886. Teungku Muhammad Hasan kemudian setelah menjadi alim besar dikenal oleh masyarakat Aceh dengan sebutan Abu Kruengkalee atau Teungku Syekh Haji Hasan Kruengkalee. 

Setelah peperangan mereda, Teungku Muhammad Hasan dibawa pulang ke kampung halamannya di Kruengkalee kemukiman Siem Aceh Besar. 

Mengawali awal pendidikannya, Teungku Muhammad Hasan Kruengkalee berguru langsung kepada ayahnya yang juga seorang ulama bernama Teungku Muhammad Hanafiah bin Teungku Syekh Abbas yang dikenal dengan sebutan Teungku Haji Muda Kruengkalee, karib dari Teungku Chik Di Tiro dan Teungku Chik Ahmad Buengcala. Ayah dan kakek dari Teungku Hasan Kruengkalee tujuh generasi ke atas semuanya ulama dan pengawal agama di wilayahnya. Selain belajar dari ayahnya, Teungku Muhammad Hasan Kruengkalee juga belajar di Dayah Teungku Chik di Keubok masih dalam kawasan kemukiman Siem Aceh Besar. 

Setelah menjadi seorang yang alim, Teungku Kruengkalee merasa ilmunya masih minim dan belum memadai, sehingga beliau berangkat ke kampung Yan Keudah Malaysia dan belajar kepada pendiri Madrasah Irsyadiah yaitu Teungku Chik Muhammad Arsyad Ie Leubee. Beliau termasuk ulama Aceh yang hijrah ke Malaysia untuk membentuk jaringan ulama baru, ketika Aceh sedang bergolak bersama temannya yang juga ulama Teungku Chik Oemar Diyan atau yang dikenal dengan Teungku Chik di lam U ayah dari Abu Indrapuri dan Abu Lam U. 

Setelah beberapa tahun mengaji di Yan Kedah Malaysia, pada tahun 1909 Teungku Hasan Kruengkalee berangkat ke Mekkah untuk memperdalam ilmunya. Beliau berangkat dengan adiknya yang kemudian meninggal di Mekkah. Adapun yang membiayainya adalah pamannya yang hartawan dan dermawan. Karena semenjak kecil Teungku Hasan Kruengkalee telah menjadi yatim dan diasuh ibunya. 

Berkat kesungguhan dan semangat belajar yang tinggi, telah mengantarkan Teungku Hasan Kruengkalee menjadi ulama muda yang mendalam ilmunya. Berbagai cabang ilmu dikuasai oleh Teungku Syekh Hasan Kruengkalee, bahkan beliau juga memperdalam ilmu falak kepada seorang pensiunan Jendral Turki sehingga disebut dengan al-Falaki diujung namanya yang dimaksudkan sebagai seorang ulama yang ahli dalam ilmu falak. 

Beliau juga Mursyid Haddadiyah Aceh, sehingga hampir semua jalur melewati Teungku Syekh Hasan Kruengkalee sebagaimana yang dituangkannya dalam karyannya Risalah Latifah. Teungku Syekh Hasan Kruengkalee berguru kepada banyak ulama Kota Mekkah, di antaranya: Syekh Ahmad bin Syekh Abu Bakar Syatta anaknya pengarang Kitab Hasyiah I’anatuththalibin ulasan tuntas untuk Kitab Fathul Mu’inkarya Syekh Zainuddin al-Malibari, Syekh Hasan Zamzami yang mengijazahkan beliau Tarekat Haddadiyah, Syekh Yusuf Nabhani pengarang banyak kitab tentang Nabi Besar Muhammad Saw, Syekh Said Yamani yang merupakan guru dari banyak ulama di pulau Jawa termasuk Hadhratussyaikh Hasyim Asy’ari dan Kiyai Abdul Wahab Chasbullah. Banyak ulama lainnya yang menjadi guru dari Syekh Hasan Kruengkalee.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Mekkah, beliau pulang ke Yan Kedah Malaysia untuk membantu gurunya Teungku Chik Muhammad Arsyad Di Yan untuk mengajar dan beliaupun mengakhiri masa lajangnya menikah di Yan dengan Tgk Nyak Shafiah seorang gadis yatim yang dibantu oleh keluarga Teungku Chik Oemar Diyan. 

📚 Artikel Terkait

Tanah Gaza

TNI dan Purnawirawan dalam Pusaran Politik Elit: Netralitas atau Ketegasan Moral?

Mengapa Bangsa Gagal?Analisis Kritis atas Pudarnya Nalar Panjang dan Dangkalan Kesadaran dalam Masyarakat Post-Kolonial

Tragedi Minyak Goreng Di Negeri Indatu

Namun tidak lama di Kedah, beliau diminta oleh pamannya Pimpinan Dayah Meunasah Baro untuk pulang ke Siem agar membantu pamannya untuk menjadi guru dayah. Setelah mengajar beberapa lama, Abu Kruengkalee kemudian mendirikan ‘Dayah Manyang/Pesantren Tinggi’ di Siem Kruengkalee sekitar tahun 1916, dan di antara murid-muridnya diawal pembukaan pesantren tersebut adalah Teungku Syekh T. Mahmud bin T. Ahmad Lhoknga yang dikenal dengan Abu Syech Mud Blangpidie yang merupakan guru utama Abuya Syekh Muda Waly.

Selain Abu Syech Mud, pengajar sekaligus muridnya pada periode awal adalah Teungku Syekh Muhammad Ali Lampisang yang merupakan adik sepupunya yang juga menjadi guru utama Syekh Muda Waly ketika belajar di Jami’atul Khairiah Labuhan Haji. Kedua ulama tersebut: Abu Syech Mud dan Abu Ali Lampisang kemudian dikirim untuk menjadi guru masyarakat Aceh Selatan yang ditempatkan di Blangpidie dan Labuhan Haji atas persetujuan Abu Kruengkalee dan Pemimpin Aceh Tuwanku Raja Keumala. 

Selain dua ulama besar tersebut, belajar juga di Dayah Abu Kruengkalee banyak ulama dan Tokoh-tokoh Aceh pada era berikutnya seperti: Teungku Syekh Muda Waly, Abu Abdullah Ujong Rimba Ketua MPU Aceh, Abu Sulaiman Lhoksukon, Abu M. Yusuf Kruet Lintang, Abu Ishaq Ulee Titi, Abu Abdul Wahab Seulimum, Abu M. Saleh Aron menantu beliau, Abu Mahmud Syah Blang Blahdeh ayahnya Abu Tu Min, Teungku Letkol Nurdin Bupati Aceh Timur, Teungku Syekh Marhaban Krueng kale anak beliau, Abu Adnan Mahmud Bakongan, Abu Idris Lamnyong Ayah Profesor Safwan Idris, Teungku Syekh Bilal Yatim al Khalidy, Teungku Mahmud Usman Simpang  Ulim dan lain-lain.

Bahkan Profesor Hasbi Siddiqie juga disebut pernah belajar beberapa bulan dengan Abu Kruengkalee secara khusus.Sehingga tidak mengherankan bila tokoh sekaliber Teungku Muhammad Daud Bereueh menganggap Abu Kruengkalee juga sebagai gurunya, karena Teungku Muhammad Daud Bereueh bdmerupakan murid dari Teungku Chik Hasballah MeunasahKumbang  Kakeknya Teungku Ahmad Dewi dan murid dariT eungku Chik Pantee Geulima. Juga ulama dari Padang KiyaiSiradjuddin Abbas penulis Buku Empat Puluh Masalah Agama menyatakan dirinya sebagai murid dari Abu Hasan Kruengkalee.

Dari sini Nampak kiprah Abu Kruengkalee memiliki arti yang sangat penting di mana hampir seluruh ulama Aceh pada eranyaberada pada jejaring guru, sahabat, murid dalam trah keilmuan  ulama Aceh.

Sebagai seorang ulama besar, dedikasi Abu Kruengkaleememiliki makna yang signifikan.

Beliau berguru kepada Anak Pengarang Kitab I’anatuththalibin yang memiliki sanad dari ayahnya Syekh Sayyid Bakhri Syattahingga ke Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i. Abu Kruengkalee juga bersahabat dengan Abu Indrapuri yang kepadaayahnya Teungku Chik Umar beliau pernah belajar ketika Di Yan selain dari guru besarnya Teungku Chik Muhammad Arsyad Di Yan. 

Sedangkan Abu Syech Mud dan Abu Ali Lampisang dua muridnya merupakan guru utama Abuya Syekh Muda Waly yang merupakan tokoh kunci dayah di era sesudahnya, karena hampir semua Dayah Aceh hari ini berada pada jejaring  murid Teungku Syekh Muhammad Waly al-Khalidy. 

Sedangkan dalam areal politik dan kebijakan umum, Abu Kruengkalee merupakan salah satu tokoh yang menggelorakan semangat jihad mempertahankan Indonesia di tahun 1945 dengan seruan jihad yang ditanda-tangani oleh Abu Kruengkalee, Abu Ahmad Hasballah Indrapuri, Teungku Chik Jakfar Lamjabat, Teungku Muhammad Daud Bereueh dan Residen Aceh Teuku Nyak Arif Lam Nyoeng yang kemudian menjadi Pahlawan Nasional. 

Abu Kruengkalee senantiasa menjaga netralitas dengan seluruh kelompok, beliau tidak ikut dalam PUSA, namun beliau dekat dengan Teungku Daud Beureueh dan Teungku Haji Ahmad Hasballah Indrapuri yang keduanya merupakan tokoh PUSA. Abu Kruengkalee juga tokoh yang berusaha mendamaikan kisruh Ulee Balang dan kalangan PUSA. Beliau juga tokoh yang tidak terlibat dalam konflik DI TII dan tidak ikut naik gunung. Walaupun demikian, beliau ulama yang lantang menentang paham komunis dan aliran-aliran sesat lainnya.

Pada tahun 1959 beliau dan Abuya Muda Waly beserta seluruh ulama Indonesia diundang  Presiden Soekarno ke Cipanas untuk membahas kedudukan Presiden Soekarno dalam pandangan Islam, maka Abuya Muda Waly setelah mengkaji berbagai referensi ilmiah menegaskan bahwa Presiden Soekarno merupakan seorang Waliyul Amri Dharuri Bil Syaukah, dan pandangan Abuya tersebut didukung sepenuhnya oleh Abu Kruengkalee. Abu Kruengkalee menurut pernyataan anaknya Teungku Syekh Marhaban Kruengkalee, telah mengkhatamkan puluhan kali belajar dan mengajar Kitab Mahalli dan KitabI’anatuththalibin, sebagaimana ditulis oleh para penulis autobiografi beliau. 

Menurut para ulama Aceh, Abu Hasan Kruengkalee adalah seorang ulama besar yang ‘Arif Billah, beliau banyak membaca tanda-tanda zaman dan memiliki ketajaman pandangan hati yang disebut dengan ‘firasatmukmin’.Setelah pengabdian yang panjang dan kontribusi yang besar untuk ummat Islam di Aceh secara khusus dan Indonesia secara menyeluruh, maka wafatlah ulama besar dan guru ummat tersebut.

📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Share3SendShareScanShare
Nurkhalis Muchtar

Nurkhalis Muchtar

Nurkhalis Muchtar, anak dari Drs H Mukhtar Jakfar dan Nurhayati binti Mahmud, lahir di Susoh, Aceh Barat Daya. Mengawali pendidikan di SD Negeri Ladang Neubok, Tsanawiyah di SMP Cotmane, lanjut ke MTsN Blangpidie. Kemudian merantau ke Banda Aceh dan bersekolah di MAS Ruhul Islam Anak Bangsa yang ketika itu masih di Lampeneurut. Setelah menyelesaikan pendidikan di MAS RIAB, berangkat ke Bekasi Jawa Barat dan belajar di STID Mohammad Natsir pada jurusan Dakwah (KPI). Setahun ia di Bekasi, kemudian pulang dan melanjutkan di UIN Ar-Raniry pada jurusan Bahasa Arab. Mendapat beasiswa ke Mesir tahun 2006 ia dan menyelesaikan Strata Satunya di Universitas Al Azhar Kairo Mesir pada tahun 2010 pada jurusan Hadits dan Ulumul Hadits. Lalu, melanjutkan ke Program Pascasarjana UIN Ar-Raniry konsentrasi Fiqih Modern dan selesai di tahun 2014 sebagai salah satu lulusan terbaik. Awal 2015 hingga akhir 2017 mengambil S3 di Universitas Bakht al-Ruda Sudan dan selesai di tanggal 10-10-2017 dalam usianya genap 31 tahun dengan nilai maksimal. Disela-sela penelitian S3, ia sempat mengenyam pendidikan di Pascasarjana IIQ Jakarta selama setahun pada kajian Al Qur'an dan Hadits. Pernah juga mengenyam pendidikan di beberapa pesantren, di antaranya adalah: Rumoh Beut Wa Safwan, Pesantren Nurul Fata dan Babul Huda Ladang Neubok, Dayah Mudi Cotmane, ketiganya masih di wilayah Aceh Barat Daya. Sambil mengikuti kuliah di Banda Aceh pada jenjang S2, ia sering mengikuti pengajian pagi di Dayah Ulee Titi, dan pernah mondok di Dayah Madinatul Fata Banda Aceh. Selain itu juga pernah belajar dan mengajar di Dayah Terpadu Daruzzahidin Lamceu dan Dayah Raudhatul Qur'an Tungkob Aceh Besar. Lalu, mendarmabaktikan ilmunya sebagai dosen dan pengajar di kampus negeri dan swasta, serta sebagai ustad di majelis-majelis taklim yang diasuhnya dalam pengajian TAFITAS Aceh, dan ia juga tercatat sebagai Ketua STAI al-Washliyah Banda Aceh,terhitung 2018-2022. Juga mulai berdakwah melalui tulisan, dan telah terbit beberapa tulisannya dalam bentuk buku dan karya ilmiyah lainnya. Salah satu buku yang ditulisnya adalah Membumikan Fatwa Ulama.  

Related Postingan

BERSEPEDA BUKAN SEKEDAR OLAH RAGA
Aceh

BERSEPEDA BUKAN SEKEDAR OLAH RAGA

Oleh Redaksi
2023/02/22
0
51

Oleh Suci Triristiani Tiga tahun lalu negara kita terkena Pandemi Covid-19 yang harus membuat kita membatasi aktivitas kita. Pandemi Virus...

Baca SelengkapnyaDetails

Orang Tua, Guru, dan Anak di Era Kecerdasan Artifisial

Cabut Izin PT Restorasi Ekosistem Indonesia: Tidak Mendukung FOLU Net Sink dan Membiarkan Hutan Alam Dirusak untuk Jalan Tambang

Postingan Selanjutnya
Gerimis Turun Menjelang Petang

Gerimis Turun Menjelang Petang

Puisi-Puisi Mustiar Ar

Puisi-Puisi Mustiar Ar

HABA Si PATok

Belajar Tabayyun dari Dara dan Keresahan Dunia yang Penuh Berita

Ironi Papua

Ironi Papua

POTRET Online

Copyright@potret2025

Media Perempuan Aceh

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Kirim Tulisan

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

🔥 Artikel Paling Banyak Dibaca

Kabar Redaksi
Kabar Redaksi
👁️ 1,072 pembaca 📅 2 Feb 2025
Mengelabui Kata Mulia Untuk Senantiasa Istiqamah
Mengelabui Kata Mulia Untuk Senantiasa Istiqamah
👁️ 1,352 pembaca 📅 7 Sep 2025
Menanti Buah Hati di Negeri Orang
Menanti Buah Hati di Negeri Orang
👁️ 1,250 pembaca 📅 11 Sep 2025
Mengintegrasikan Pendidikan Kebangsaan Indonesia dalam Pelatihan Beauty Queen yang Berbudaya dan Berkepribadian Indonesia
Mengintegrasikan Pendidikan Kebangsaan Indonesia dalam Pelatihan Beauty Queen yang Berbudaya dan Berkepribadian Indonesia
👁️ 986 pembaca 📅 7 Sep 2025
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini

Copyright@potret2025

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00