Dengarkan Artikel
Oleh Tabrani Yunis
Seperti biasa,malam Minggu, kala ada waktu senggang, mengajak anak dan istri ke warung kopi atau cafe. Maka, malam Minggu ini, kami memutuskan untuk ngopi di Geobak, Arabica coffee, sambil memesan Tomyam dan masakan ikan tiga rasa di Musleni Tomyam, yang letaknya hanya beberapa meter dari POTRET Gallery. Ya, sama-sama berada di jalan Profesor Ali Hasyimi, Pango Raya, kecamatan Ule Kareng, Bands Aceh. Aku memesan avocado espresso, minuman kesukaanku di Gerobak coffee. Istriku memesan segela Lemon tea dingin.
Sambil menyeruput segelas Avocado espresso itu, seperti biasa kami ngobrol. Kadang berbicara soal anak-anak yang makin malas membaca, juga kadangkala tersandung juga ke masalah politik dalam negeri. Namun, malam minggu ini, mengarah pembicaraan pada masalah wisata sejarah di Aceh.
Awalnya tersebut soal anak-anak yang pada hari Minggu mau jalan-jalan. Namun, tujuannya belum menjadi agenda untuk diwujudkan. Namun, terbetik keinginan untuk membawa anak-anak berwisata sejarah. Misalnya membawa mereka ke objek-objek wisata sejarah yang ada di sekitar kota Banda Aceh. Alasannya sederhana, objek wisata sejarah di kota Banda Aceh saling berdekatan dan mudah dikunjung. Masalahnya adalah anak-anak barangkali tidak tertarik dengan objek wisata bersejarah tersebut. Walau kita sebagai orangtua berpendapat bahwa hal itu penting dan perlu mereka ketahui.
Kita akan berkata, anak-anak harus diperkenalkan dengan tempat -tempat bersejarah agar mereka bisa faham dan mengenal bagaimana sejarah perjuangan bangsa, nenek moyang mereka dalam mempertahan tanah air dari serangan para penjajah. Kita juga akan berkata, sangat bagus kalau anak-anak sejak kecil diperkenalkan dengan nilai -nilai sejarah perjuangan bangsa, agar tumbuh keaadarabl anak-anak akan nilai perjuangan para pejuang masa lalu.
Idealnya anak-anak bisa mendapatkan pengetahuan dan nilai-nilai tersebut ketika orangtua membawa anak-anak ke destinasi wisata sejarah tersebut. Kemudian mereka dengan mudah bisa belajar dari sejarah itu. Sayangnya tidak semua orangtua juga bisa menceritakan sejarah dari tempat wisata bersejarah tersebut. Apalagi kalau di tempat wisata sejarah tersebut tidak ada papan indormasi, kalau pun ada tidak membuat orang tertarik membacanya.
Sebenarnya, pihak pemerintah kota atau pemerintah Provinsi bisa bersikap dan bertindak kreatif untuk membangun pemahaman generasi muda Aceh, khususnya. Mereka bisa menyediakan informasi yang cukup agar bisa diakses oleh setiap pengunjung. Bukankah di era digital ini semua hal bisa dilakukan dengan cara kreatif dan innovatif?
Ya, di era kejayaan dan kedigdayaan kemajuan teknologi digital sebenarnya pemerintah, dalam hal ini Dinas Pariwisata atau dinas yang mengurus situs -situs peninggalan sejarah perjuangan Aceh,
bisa melakukan digitalisasi informasi di setiap situs wisata yang ada di Aceh, khusus ya di kawasan Banda Aceh dan Aceh Besar.
Barcodesasi
Nah, mengingat Aceh memiliki banyak situs sejarah, dan destinasi bersejarah, juga kita sudah berada di era digital, selayaknya kita sarankan kepada pihak Dinas Pariwisata kota Banda Aceh dan provinsi atau institusi yang mengurus peninggalan sejarah dan purbakala secara kreatif dan innovatif melakukan atau membuat barcode fakta sejarah di setiap situs atau destinasi wisata sejarah tersebut.
Ya, dengan menbuat barcode atau QR code di setiap situs sejarah di Aceh, secara innovatif bisa membantu setiap pengunjung mendapatkan informasi mengenai segala hal tentang situs tersebut. Karena barcode itu dengan mudah dan innovatif dapat memberikan penjelasan kepada pengunjung situs atau destinasi wisata secara digital secara lebih interaktif.
Bayangkan saja, dengan menggunakan barcode, pengunjung cukup memindai kode tersebut dengan ponsel mereka dan langsung mendapatkan akses ke sejarah, foto, video, atau bahkan rekonstruksi virtual dari masa lalu situs tersebut. Begitu mudah dan juga murah, serta sangat efektif, karena para pengunjung bisa mengakses kapan saja dan di mana saja informasi tersebut.
Oleh sebab itu, pemerintah kita Banda Aceh atau Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dan pemerintah Aceh bisa mewujudkan pembuatan barcode di setiap situs sejarah di kota Banda Aceh, Aceh Besar, maupun di situs lainnya di Aceh.
Untuk mewujudkan ide atau gagasan ini, pemerintah kota dan kabupaten serta pemerintah Aceh bisa melakukan langkah-langkah berikut. Pertama, tentu saja mengumpulkan semua informasi atau data sejarah yang akurat dan menarik. Lalu, yang kedua membuat WR Code dengan menggunakan generator QR Code untuk membuat kode berisi tautan ke laman informasi. Ke tiga, Perlu hosting konten dengan menyimpan di website resmi, platform budaya atau aplikasi khusus wisata sejarah Aceh. Ke empat, placement atau penempatan kode. Untuk ini harus dipastikan QR code dipasang di lokasi gang mudah diakses, seperti papan informasi atau monumen. Ke lima, harus dilakukan promosi dan edukasi dengan melakukan sosialisasi kepada pengunjung agar mereka tahu manfaat dari teknologi ini.
Untuk mewujudkan gagasan membuat barcode di situs bersejarah atau situs wisata sejarah di Aceh pihak pemerintah Aceh atau di level kabupaten kota bisa berkolaborasi dengan komunitas sejarah atau pihak universitas untuk memastikan keakuratan dan daya tarik informasi tentang situs dan fakta sejarahnya.
Bila ini dilakukan oleh pemerintah Aceh lewat dinas pariwisata atau instansi yang mengurus situs -situs tersebut, insya Allah destinasi atau situs-situs tersebut akan lebih menarik dan akan dikunjungi oleh banyak pengunjung. Selain itu, untuk menarik minat anak-anak tertarik untuk datang ke situs-situs tersebut, pemerintah juga bisa memodifikasi atau menyediakan fasilitas yang dapat menarik minat anak untuk datang yang kemudian bisa dibantu oleh orangtua memperkenalkan tempat itu dan sekaligus bisa menggunakan barcode situs kepada anak.
Kuncinya sekarang ada pada pemerintah kabupaten dan kota serta provinsi untuk menbuat barcode tersebut. Bila pemerintah kota dan kabupaten serta provinsi tidak punya uang atau dana atau anggaran, kiranya bisa mengajak pihak swasta berpartisipasi. Kalau mau, pasti bisa. Semoga.