Rosadi Jamani
Soal gas melon, sepertinya sudah ada solusi. Prabowo sudah instruksikan, pengecer boleh jualan tabung lagi. Tinggal menunggu waktu pulih. Kecuali, Bahlil yang sudah minta maaf, berulah lagi dengan kebijakan barunya. Saya mau mengupas perang dagang, Amerika vs China. Boleh, ya wak!
Betapa indahnya dunia perdagangan internasional! Di satu sisi, ada Donald Trump dengan gaya “aku-paling-benar” dan di sisi lain, China yang seperti ibu rumah tangga yang tersinggung karena gas elfiji naik. Tapi kali ini bukan soal gas melon. Ini tentang tarif. Drama ini lebih seru dari Bianca Censori di karpet merah Grammy.
Donald Trump bilang, “Kita harus lindungi industri kita!” Lalu dia lempar tarif ke produk-produk China. China balas, “Baiklah, kalau begitu kita juga kasih tarifmu yang lebih pedas!” Mereka pasang tarif 15% untuk batu bara dan gas alam cair dari AS. Minyak mentah? 10%. Mobil bermesin besar? Juga kena. Semua mulai berlaku Senin depan. Kalau Trump pikir dia bisa menang perang dagang, China langsung bilang, “Nak, kamu masih hijau.”
Tidak cukup sampai di situ. China juga memutuskan untuk menyelidiki Google. Kenapa? Karena dugaan pelanggaran undang-undang antimonopoli. Waktu pengumuman? Tepat beberapa menit setelah tarif Trump efektif. Apakah ini kebetulan? Tentu saja tidak. Ini seperti ketika kamu makan gorengan favoritmu, lalu tetanggamu tiba-tiba masak rendang super harum. Strategi psikologis tingkat dewa!
Lalu, sebagai bonus, China menghentikan ekspor mineral penting seperti tungsten, molibdenum, dan telurium, bahan-bahan yang membuat gadget modern bisa hidup. Tanpa itu, Silicon Valley bakal kesulitan bikin iPhone baru. Bayangkan Steve Jobs bangkit dari kubur hanya untuk marah-marah karena rantai pasok terganggu.
China juga tak main-main. Dua perusahaan Amerika, PVH Group (pemilik Calvin Klein) dan Illumina (bioteknologi), dimasukkan ke daftar entitas tidak dapat diandalkan. Artinya? Mereka dilarang berbisnis sama sekali dengan China. Mirip film mafia, tapi versi perdagangan global. “Kamu masuk daftar hitam kami, selamat tinggal impor-ekspor!”
Di tengah semua ini, Trump berniat bicara dengan Presiden Xi Jinping dalam beberapa hari ke depan. Mungkin dia mau bilang, “Eh, gimana kalau kita damai aja?” Tapi jangan harap China akan langsung luluh. Ini kan negara yang sudah ribuan tahun menjalankan strategi sabar macam Sun Tzu. Mereka pasti mikir, “Ini orang lagi panik apa gimana?”
Apa yang bisa kita simpulkan dari semua ini? Perang dagang antara AS dan China adalah pertunjukan politik paling absurd. Ini sejak manusia mencoba meyakinkan diri bahwa flat earthers benar. Trump ngotot melindungi ekonominya. Sementara China balas dengan jurus-jurus jitu ala Bruce Lee.
Lalu, bagaimana dengan negara kita? Hanya penonton, menikmati kopi sambil bertanya-tanya apakah akhir ceritanya bakal bahagia atau malah tambah kacau. Yang jelas, jika perang tarif ini terus berlanjut, mungkin suatu hari nanti kita harus bayar pajak untuk napas segar dari udara pegunungan Tibet. Selamat menikmati dunia gila ini, teman-teman!
camanewak
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar