Terbaru

Cabut Izin PT Restorasi Ekosistem Indonesia: Tidak Mendukung FOLU Net Sink dan Membiarkan Hutan Alam Dirusak untuk Jalan Tambang

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram

Oleh: Ali Goik, Direktur Yayasan Depati

Indonesia berkomitmen untuk mencapai Net Sink FOLU 2030, di mana sektor kehutanan dan lahan diharapkan menyerap lebih banyak karbon daripada yang dilepaskan. Komitmen ini seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak, terutama pemegang izin restorasi ekosistem.

Namun, realitas di lapangan justru menunjukkan hal yang bertolak belakang. PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI), yang mengelola hutan restorasi di Sumatera Selatan, justru membiarkan hutan alam dataran rendah yang tersisa dibelah dan dijadikan jalan tambang oleh PT Marga Bara Jaya (MBJ).

Hutan Restorasi yang Tergadaikan

Hutan alam dataran rendah Sumatera Selatan adalah ekosistem yang sangat langka dan bernilai ekologis tinggi. Kawasan ini tidak hanya menjadi habitat bagi berbagai spesies langka, tetapi juga memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim sebagai penyerap karbon alami.

Sebagai pemegang izin restorasi ekosistem, PT REKI memiliki tanggung jawab untuk melindungi kawasan ini dari eksploitasi. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. PT REKI membiarkan PT Marga Bara Jaya membuka jalan tambang yang membelah kawasan hutan, yang berpotensi mempercepat degradasi dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Pembangunan jalan tambang di kawasan hutan restorasi tidak hanya merusak tutupan hutan, tetapi juga membuka akses bagi perambahan ilegal, pembalakan liar, dan fragmentasi habitat satwa yang dilindungi. Ironisnya, tujuan utama restorasi ekosistem adalah memulihkan fungsi ekologis hutan, bukan justru memfasilitasi kepentingan industri ekstraktif.

Dampak terhadap Komitmen Net Sink 2030

Pemerintah telah menetapkan target Net Sink FOLU 2030 sebagai bagian dari upaya menekan emisi karbon. Namun, praktik di lapangan menunjukkan adanya kontradiksi besar antara kebijakan dan implementasi. Membiarkan hutan restorasi dibelah untuk kepentingan tambang justru akan:

Meningkatkan deforestasi dan emisi karbon akibat pembukaan lahan.Merusak ekosistem alami yang mendukung keanekaragaman hayati.Mengurangi daya serap karbon, yang menjadi target utama Net Sink 2030.

Menyebabkan konflik sosial, terutama dengan masyarakat adat dan komunitas lokal yang menggantungkan hidupnya pada hutan.

Jika praktik ini terus dibiarkan, maka Net Sink 2030 hanya akan menjadi retorika kosong, tanpa dampak nyata bagi lingkungan dan masa depan kehutanan Indonesia.

Tanggung Jawab dan Tuntutan

Sebagai pemegang izin restorasi ekosistem, PT REKI harus bertanggung jawab penuh atas dampak ekologis yang timbul akibat pembiaran ini. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat sipil harus:

Mencabut izin PT REKI jika terbukti gagal menjalankan fungsinya sebagai pengelola restorasi ekosistem.

Menolak izin jalan tambang yang merusak ekosistem hutan alam.

Menegakkan prinsip restorasi ekosistem secara ketat, tanpa kompromi terhadap kepentingan industri ekstraktif.

Menuntut akuntabilitas PT REKI dan perusahaan tambang terkait atas kerusakan yang telah terjadi.

Jika PT REKI tetap membiarkan praktik ini berlangsung, maka mereka tidak layak disebut sebagai pengelola restorasi ekosistem. Alih-alih memulihkan ekosistem, mereka justru berkontribusi pada kerusakan lingkungan dan ancaman terhadap target Net Sink 2030.

Kesimpulan

Pemberian izin restorasi ekosistem harusnya menjadi solusi dalam melindungi dan memulihkan kawasan hutan yang tersisa. Namun, jika izin ini malah dimanfaatkan untuk mendukung kepentingan industri tambang, maka komitmen lingkungan Indonesia menjadi tidak berarti.

Pemerintah, akademisi, aktivis lingkungan, dan masyarakat harus bersatu untuk menuntut pertanggungjawaban PT REKI dan menghentikan perusakan hutan alam yang tersisa di Sumatera Selatan. Jika tidak, maka kita hanya akan menjadi saksi dari hilangnya satu lagi warisan alam yang berharga—hutan yang seharusnya kita lindungi untuk generasi mendatang.

Redaksi hanya melakukan penyuntingan teknis, seperti: - Mengoreksi kesalahan ejaan, tanda baca, dan struktur kalimat. - Mengatur format dan tata letak teks. - Memastikan konsistensi gaya penulisan. Namun, redaksi tidak melakukan perubahan pada: - Isi dan substansi teks. - Pendapat dan opini penulis. - Data dan fakta yang disajikan. Dengan demikian, penulis tetap bertanggung jawab atas isi dan substansi teks yang ditulis.

Pertarungan di Sebuah Gedung Tua
Ilustrasi
Revitalisasi Nilai Dasar HMI: Membangun Kader Berbasis Teologi, Kosmologi, dan Antropologi
Oleh: Amilda Risky, Peserta LK3 HMI...
Cinta di Era Modern; Solusi Atau Masalah?
Oleh M. Rival Sihab Cinta selalu...
Perempuan Sebagai Inspirator
Reza pernah menulis langsung puisi di...
Gerimis
“Rintik hujan kecil yang membawaku kembali...

SELAKSA

Welcome Back!

Login to your account below

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Add New Playlist