Terbaru

Lonte

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram

Lonteku… Terima kasih
Atas pertolonganmu di malam itu
Lonteku… Dekat padaku
Mari kita lanjutkan cerita hari esok

Lirik lagu Lonteku karya Iwan Fals itu memiliki perspektif beragam. Lagu yang terdapat di album milik Iwan Fals yang berjudul Ethiopia. Album tersebut pertama kali dirilis pada 10 Maret 1993.

Meski banyak yang beranggapan lonte bermakna negatif. Namun dalam bahasa jawa, kata lonte bermakna berani atau nekat. Dalam bahasa sunda bermakna bodoh.

Lalu apa kira-kira yang dimaksud dengan lonte dalam lagu Iwan Fals tersebut. Jika kita baca lirik sebelum dan sesudahnya, Iwan Fals memaknai lonte sebagai perempuan yang menjual kenikmatan biologis.

Profesi yang dianggap hina dan melanggar norma serta etika itu, ternyata tetap eksis hingga hari ini. Dan jika dikaitkan dengan lagu ‘kupu-kupu malam’, kita boleh tersenyum.

Kita menghina lonte namun bagaimana dengan penikmat lonte. Cukup bermoral dan beretika mereka. Lalu bagaimana dengan politisi yang kemarin bersama rakyat sekarang berpasangan dengan oligarki.

Kebijakan demi rakyat diubah kebijakan pro bohir dan partai politik. Apakah tindakan itu cukup bermoral dan beretika. Apakah halal bagi kita menyebut mereka ‘lonte’. Lebih muliakah mereka yang mempermainkan suara rakyat.

Barangkali kita menyebut lonte sebagai trash of society, bolehkah kita menyebut politisi berprilaku demikian sebagai trash of democracy?.

Related Posts

Mari kita jernihkan pikiran. Tanpa memihak, bahkan oleh pikiran dan  kepercayaan sendiri. Kita juga tidak dipengaruhi frame negatif soal lonte. Lalu kita coba berpikir ulang. Dan bertanya, mengapa kita harus menghardik lonte dan memuliakan pengkhianat amanat rakyat.

Padahal secara substantif keduanya sama. Melanggar moral dan etika. Bahkan politisi yang khianat amanat dan merampok uang rakyat, lebih merugikan orang banyak. Masihkah kita memuja dan memujinya, mencari muka padanya.

Masih banggakah kita bercengkrama dengan politisi demikian. Bahkan berswafoto sambil menikmati beberapa bungkus rokok dan nasi. Jangan-jangan kita tak lebih baik dari lonte yang menjajakan tubuhnya. Sementara kita menjual pikiran ke politisi-politisi dengan harapan naik kelas sosial.

Jika demikian, apa beda kita dengan pekerja seks (lonte). Bukankah mereka juga demi naik kelas sosial. Mereka juga tidak peduli latar belakang konsumen. Ada uang ada kenikmatan biologis.

Standar ganda menunjukkan kita belum ilmiah. Ini ‘penyakit’ yang paling banyak saat ini. Kita berteriak pekerja seks sampah sosial, lah politisi yang merampok uang rakyat dibela habis-habisan.

Akhirnya kita terjun menikmati kemunafikan. Kita terus dalam gua. Debat kaum pandir kita saksikan di media sosial, televisi, bahkan di institusi pendidikan. Dan kita pun tetap lonte yang menghardik lonte.

Redaksi hanya melakukan penyuntingan teknis, seperti: - Mengoreksi kesalahan ejaan, tanda baca, dan struktur kalimat. - Mengatur format dan tata letak teks. - Memastikan konsistensi gaya penulisan. Namun, redaksi tidak melakukan perubahan pada: - Isi dan substansi teks. - Pendapat dan opini penulis. - Data dan fakta yang disajikan. Dengan demikian, penulis tetap bertanggung jawab atas isi dan substansi teks yang ditulis.

Pertarungan di Sebuah Gedung Tua
Ilustrasi
Revitalisasi Nilai Dasar HMI: Membangun Kader Berbasis Teologi, Kosmologi, dan Antropologi
Oleh: Amilda Risky, Peserta LK3 HMI...
Cinta di Era Modern; Solusi Atau Masalah?
Oleh M. Rival Sihab Cinta selalu...
Perempuan Sebagai Inspirator
Reza pernah menulis langsung puisi di...
Gerimis
“Rintik hujan kecil yang membawaku kembali...

SELAKSA

Welcome Back!

Login to your account below

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Add New Playlist