Terbaru

Hifz al-Biah: Solusi Islami untuk Mengatasi Perubahan Iklim di Aceh

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram

Oleh Azharsyah Ibrahim*

Perubahan iklim semakin nyata dampaknya, termasuk di Aceh. Salah satu akibat yang paling mencolok adalah meningkatnya frekuensi banjir bandang. Daerah-daerah yang sebelumnya jarang terkena banjir, kini semakin sering dilanda bencana ini.  Kondisi ini tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga mengancam keselamatan masyarakat. Ironisnya, salah satu penyebab utama dari masalah ini adalah kerusakan lingkungan akibat ulah manusia, seperti penebangan pohon tanpa reboisasi.

Dalam konteks ini, prinsip hifz al-biah—yang dipelopori oleh ulama terkenal Yusuf al-Qaradhawi— telah menawarkan solusi yang relevan untuk mengatasi dampak perubahan iklim di Aceh.

Konsep Hifz al-Biah

Hifz al-biah berasal dari bahasa Arab yang berarti “menjaga lingkungan.” Konsep ini menekankan bahwa menjaga kelestarian alam adalah bagian integral dari ajaran Islam. Al-Qaradhawi, dalam berbagai karyanya, menekankan bahwa Islam tidak hanya mengatur aspek spiritual, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan lingkungan. Menurutnya, menjaga lingkungan adalah tanggung jawab setiap individu sebagai bagian dari amanah Allah SWT.

Al-Qaradhawi juga menjelaskan bahwa hifz al-biah mencakup berbagai aspek, mulai dari pelestarian sumber daya alam, perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, hingga pengurangan polusi. Dalam pandangannya, setiap tindakan yang merusak lingkungan adalah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Islam yang mengajarkan keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan.

Ajaran Islam tentang Lingkungan

Islam menempatkan lingkungan sebagai bagian penting dari kehidupan manusia. Nabi Muhammad SAW memberikan banyak contoh tentang bagaimana umat Islam seharusnya menjaga alam. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda, “Barang siapa menanam pohon, maka setiap buah yang dihasilkan dari pohon itu adalah sedekah baginya” (HR. Ahmad).

Hadis ini menunjukkan bahwa menanam pohon bukan hanya tindakan ekologis, tetapi juga ibadah yang bernilai pahala.

Namun, ajaran ini seringkali diabaikan oleh sebagian masyarakat. Penebangan pohon secara besar-besaran, tanpa diimbangi dengan upaya reboisasi menjadi salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan. Pohon-pohon yang berfungsi sebagai penyangga alami dan penyerap air kini hilang, sehingga ketika hujan turun dalam intensitas tinggi, air langsung mengalir tanpa hambatan, menyebabkan banjir bandang. Akibatnya, daerah-daerah yang dulunya aman dari banjir kini menjadi langganan bencana.

Dampak Kerusakan Lingkungan di Aceh

Kerusakan lingkungan di Aceh, tidak bisa dianggap remeh. Selain banjir bandang, deforestasi juga menyebabkan degradasi tanah, berkurangnya keanekaragaman hayati, dan meningkatnya suhu udara. Semua ini memperburuk dampak perubahan iklim, yang pada akhirnya merugikan masyarakat secara luas.

Banjir bandang, misalnya, tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga mengancam kehidupan masyarakat. Banyak lahan pertanian yang rusak, sehingga petani kehilangan sumber penghasilan mereka. Selain itu, banjir juga menyebabkan kerusakan pada rumah, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat memperburuk kemiskinan dan menghambat pembangunan di Aceh.

Hifz al-Biah sebagai Solusi

Dalam menghadapi masalah ini, konsep hifz al-biah menawarkan solusi yang komprehensif. Implementasi hifz al-biah dapat dimulai dengan langkah-langkah sederhana, seperti penghijauan kembali lahan-lahan yang gundul. Penanaman pohon tidak hanya membantu mengurangi risiko banjir, tetapi juga meningkatkan kualitas udara dan menjaga keseimbangan ekosistem. Selain itu, masyarakat juga perlu didorong untuk mengurangi aktivitas yang merusak lingkungan, seperti pembalakan liar dan pembakaran hutan.

Pemerintah dan ulama memiliki peran penting dalam menyosialisasikan konsep ini. Melalui khutbah Jumat, ceramah agama, atau program pendidikan, masyarakat dapat diajak untuk memahami pentingnya menjaga lingkungan sebagai bagian dari ibadah. Dengan pendekatan berbasis nilai-nilai Islam, diharapkan masyarakat lebih termotivasi untuk berperan aktif dalam menjaga lingkungan.

Peran Pemerintah dan Masyarakat

Selain pendekatan keagamaan, pemerintah juga harus mengambil langkah tegas untuk melindungi lingkungan. Regulasi yang ketat terkait penebangan pohon perlu diterapkan, dan pelaku pembalakan liar harus diberikan sanksi yang tegas. Selain itu, program reboisasi harus menjadi prioritas dalam kebijakan pemerintah daerah. Tidak hanya itu, pemerintah juga harus melibatkan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan, misalnya melalui program padat karya untuk penanaman pohon.

Di sisi lain, masyarakat juga memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga lingkungan. Kesadaran kolektif perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan kampanye lingkungan. Setiap individu harus menyadari bahwa tindakan kecil, seperti menanam satu pohon atau tidak membuang sampah sembarangan, dapat memberikan dampak besar bagi kelestarian lingkungan.

Kolaborasi untuk Masa Depan Aceh

Mengatasi dampak perubahan iklim di Aceh membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Ulama, pemerintah, LSM, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menerapkan prinsip hifz al-biah. Dengan sinergi yang baik, Aceh tidak hanya dapat mengurangi risiko bencana, tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Aceh memiliki potensi besar untuk menjadi contoh dalam pelaksanaan hifz al-biah. Dengan keindahan alamnya yang melimpah, Aceh dapat membuktikan bahwa menjaga lingkungan bukan hanya tanggung jawab, tetapi juga investasi untuk masa depan. Mari kita wujudkan Aceh yang lebih hijau, lebih aman, dan lebih sejahtera dengan menerapkan nilai-nilai Islam dalam menjaga lingkungan. Sebab, menjaga alam adalah menjaga kehidupan kita dan generasi mendatang.

*Guru besar UIN Ar-Raniry/Pemerhati masalah sosial keagamaan.

 

 

Redaksi hanya melakukan penyuntingan teknis, seperti: - Mengoreksi kesalahan ejaan, tanda baca, dan struktur kalimat. - Mengatur format dan tata letak teks. - Memastikan konsistensi gaya penulisan. Namun, redaksi tidak melakukan perubahan pada: - Isi dan substansi teks. - Pendapat dan opini penulis. - Data dan fakta yang disajikan. Dengan demikian, penulis tetap bertanggung jawab atas isi dan substansi teks yang ditulis.

Pertarungan di Sebuah Gedung Tua
Ilustrasi
Revitalisasi Nilai Dasar HMI: Membangun Kader Berbasis Teologi, Kosmologi, dan Antropologi
Oleh: Amilda Risky, Peserta LK3 HMI...
Cinta di Era Modern; Solusi Atau Masalah?
Oleh M. Rival Sihab Cinta selalu...
Perempuan Sebagai Inspirator
Reza pernah menulis langsung puisi di...
Gerimis
“Rintik hujan kecil yang membawaku kembali...

SELAKSA

Welcome Back!

Login to your account below

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Add New Playlist