Praktik Buruk dan Merugikan Oleh Para Pengemis

Oleh Azmul Atia

Mahasiswa jurusan Ekonomi Syariah, Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.

Keberadaan pengemis telah ada sejak dahulu. Hal ini mencerminkan ada sejumlah persoalan di tengah kehidupan masyarakat kita. Artinya ada masalah ketidakmerataan kesejahteraan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Para pengemis memang bisa kita temukan di berbagai tempat, bukan di daerah kita saja, juga di daerah lain, nasional bahkan di negara-negara lain.

Sebagai pengemis, tentu saja kehadiran mereka sering menjadi masalah sosial yang cukup kompleks dan meresahkan dalam masyarakat. Sebagai contoh, Banda Aceh yang merupakan salah satu kota yang berada di provinsi Aceh, tidak sedikit  pengemis yang kita jumpai sehari-hari. Mereka datang dari berbagai latar belakang, dan daerah, baik yang datang dari luar, maupun yang tinggal di kota ini.  Mereka juga berasal dari berbagai latar belakang alasan.

Namun, alasan- alasan umum dan klasik adalah alasankesulitan ekonomi, kemiskinan, dan keterbatasan fisik untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Maka. Bila lakukan penelitian lebih mendalam, akan banyak sekali temuan tentang kehidupan pengemis di kota ini.  Bisa kesedihan, bisa pula karena ada orang-orang yang mengeksploitasi dan sebagainya.

Penulis sendiri sudah beberapa kali melakukan observasi terhadap kehidupan para pengemis di kota Banda Aceh ini. Afs banyak pengemis lanjut usia dan disabilitas.  Ada pula para perempuan lansia, remaja dan bahkan anak-anak. Mereka ada di berbagai tempat atau kawasan, yang biasanya ramai. Misalnya di sekitaran kawasan pasar Aceh, di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Pango Raya dan lain-lain,  kita bisa menemukan beragam pengemis.

Penulis juga menemukan hal-hal yang terkadang sulit diterima akal sehat. Ketika meminta informasi pada penjual kaki lima, di kawasan pasar, mereka  mengatakan bahwa di kawasan mereka ada pengemis yang mengemis dengan cara-cara yang tidak biasa. Misalnya, kondisi sebenarnya, si pengemis bisa berjalan dengan menggunakan tongkat, yang jauh berbeda dengan yang ditampilkan, sepertumenyeret-nyeret tubuhnya di atas tanah tanpa alas apapun. Ini adalah modus.

Karena hasil yang diperoleh oleh pengemis berbeda, ketika ia bisa berjalan dengan menyeret tubuhnya. Orang-orang akan lebih iba dan bersimpati melihat keadaan yang demikian. Padahal, setiap hari ia berangkat dari tempat tinggalnya dengan diantar oleh seseorang menggunakan becak dan kadang diantar oleh mobil.  Hal semacam ini juga bisa amati  di sekitaran Kopelma Darussalam, yaitu dua orang anak yang mengemis sekaligus memulung sampai malam hari.

Nah, dalam beberapa kasus, pengemis juga terkadang terlibat dalam praktik-praktik yang merugikan, seperti pemaksaan atau manipulasi emosional terhadap orang yang memberikan sumbangan. Selain itu, di beberapa tempat , kelompok-kelompok pengemis yang terorganisir kerapkali menyebabkan masalah tambahan, seperti kemacetan lalulintas atau ketidakteraturan sosial, yang mengganggu kenyamanan warga sekitar.

Hal ini menambah kesan negatif terhadap pengemis dan masyarakat. Niat membantu juga akan berubah. Artinya aktivitas pebgekis bisa mengubah pandangan banyak orang, hingga menjadi lebih skeptis dan bahkan cemas. Penting juga untuk diingat bahwa realita pengemis bukan hanya sekadar masalah gangguan yang meresahkan. Banyak pengemis yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, terjebak dalam kondisi yang sulit untuk diubah. Oleh karena itu, pemahaman tentang latar belakang dan penyebab kemiskinan mereka menjadi sangat penting untuk mencari solusi yang lebih efektif dan berbasis kemanusiaan.

Ada beberapa praktik merugikan lainnya yang dilakukan oleh pengemis di antaranya adalah. Pertama, eksploitasi anak dan lansia. Pengemis seringkali melibatkan anak-anak atau orang lanjut usia untuk mendapatkan belas kasihan. Anak-anak ini kadang dipaksa untuk bekerja, kehilangan kesempatan belajar, dan menghadapi risiko kesehatan serta keamanan. Kedua, pemalsuan kondisi. Beberapa pengemis berpura-pura memiliki cacat fisik, sakit parah, atau situasi darurat untuk menarik simpati. Sehingga dengan pemalsuan kondisi tersebut, para pengemis memperoleh hasil yang lebih banyak dengan menipu orang-orang yang berniat baik untuk membantunya. Ketiga, bagian dari sindikat.

Dalam beberapa kasus, pengemis bekerja di bawah kendali kelompok tertentu atau sindikat. Uang yang dikumpulkan seringkali tidak untuk pengemis itu sendiri, tetapi untuk sindikat, memperkuat eksploitasi. Kerapkali para pengemis tersebut diantar dengan kendaraan yang layak, bahkan dengan mobil mewah. Keempat, mengganggu ketertiban umum. Beberapa pengemis menggunakan cara-cara agresif, seperti memaksa atau terus-menerus meminta uang kepada orang lain, yang mengganggu kenyamanan masyarakat. Kelima, penyalahgunaan sumbangan. Uang yang diberikan masyarakat kadang digunakan untuk hal-hal yang tidak produktif, seperti membeli alkohol atau narkoba, alih-alih memenuhi kebutuhan dasar. Keenam, menciptakan ketergantungan. Ketergantungan pada belas kasihan masyarakat dapat menghambat mereka untuk mencari pekerjaan atau keterampilan yang lebih berkelanjutan, memperburuk kemiskinan.

Tidak sedikit dari anak-anak yang mengemis yang ditawarkan untuk melanjutkan pendidikan, namun mereka menolak seolah sudah kecanduan dengan praktik mengemis dan sudah menganggap hal biasa. Kemudian, bisa menyebarkan penyakit: Pengemis yang tidak memiliki tempat tinggal atau akses ke fasilitas kesehatan dapat menjadi sumber penyebaran penyakit, terutama di daerah-daerah yang padat penduduk. mereka sering kali tinggal di tempat yang tidak higienis, meningkatkan risiko penularan penyakit. Juga bisa menurunkan kualitas pariwisata dan ekonomi lokal: keberadaan pengemis di area wisata atau pusat perbelanjaan dapat mengurangi kenyamanan pengunjung dan mempengaruhi citra daerah tersebut.

Hal inibisa berdampak buruk pada sektor pariwisata dan ekonomi lokal. Kemudian bisa meningkatkan tindakan kejahatan, beberapa pengemis terlibat dalam tindakan kriminal untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, seperti pencurian atau penipuan. Hal ini dapat meningkatkan angka kriminalitas di daerah tertentu.

Praktik-praktik ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga memperburuk persepsi terhadap orang-orang yang benar-benar membutuhkan bantuan. Solusi efektif bisa berupa pemberdayaan ekonomi, pendidikan, atau bantuan sosial yang langsung menyasar kebutuhan mereka.

Pemandangan tersebut sudah sangat lumrah kita dapati di jalanan. Pihak Satpol PP pun sudah sering melakukan razia. Pengemis yang dibawa oleh Dinas Sosial (Dinsos) biasanya terjadi dalam upaya penertiban atau pemberian bantuan sosial. Dinas Sosial memiliki peran dalam memberikan bantuan kepada warga yang membutuhkan, termasuk pengemis. Proses ini bisa dilakukan karena beberapa alasan, seperti, Pertama,penertiban pengemis: Pemerintah daerah sering melakukan penertiban terhadap pengemis yang dianggap mengganggu ketertiban umum.

Pengemis yang terjaring akan dibawa ke Dinas Sosial untuk diberi pembinaan, bantuan, atau dirujuk ketempat penampungan sementara. Kedua, bantuan sosial: Dinas Sosial sering memberikan bantuan kepada pengemis, baik berupa kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal sementara. Jika pengemis adalah korban dari masalah sosial, seperti kekerasan atau keluarga yang tidak mampu, Dinas Sosial akan mencoba memberikan solusi atau rujukan ke lembaga lain. Ketiga, penyuluhan dan pembinaan: Dinas Sosial mungkin juga memberikan pembinaan agar pengemis bisa mendapatkan keterampilan atau pekerjaan, serta mendapatkan dukungan sosial untuk keluar dari kondisi pengemisannya.

Namun, walaupun telah dilakukan upaya demikian, masih banyak didapati pengemis. Ketika sudah diberi penyuluhandan bahkan pekerjaan mereka kabur, seakan sudah kecanduandan tidak bisa terlepas dari aktifitas mengemis dan sampai saat ini pemerintah belum mendapatkan hasil yang memuaskan terkait keberadaan pengemis yang meresahkan masyarakat. Pemerintah Banda Aceh sendiri belum maksimal dalam mengatasi masalah pengemis. Masih banyak hal yang perlu dilakukan pemerintah Banda Aceh dalam mengatasi masalah besar ini.

 

 

Exit mobile version