Potensi Tanah Wakaf yang Terbengkalai di Aceh Besar

Oleh Hajrah Muchtar

Mahasiswa Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Banda Aceh

Wakaf dalam Islam merupakan tindakan sosial yang sangat mulia dan dianjurkan, yang bertujuan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat dan generasi yang akan datang. Konsep wakaf sangat erat kaitannya dengan kesadaran akan pentingnya pemberdayaan ekonomi masyarakat. Tanah yang diwakafkan harus digunakan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan masjid, sekolah, rumah sakit, atau fasilitas sosial lainnya, serta untuk kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Penting untuk menyadari bahwa tanah wakaf bukan hanya sebuah titipan atau harta yang bersifat statis, melainkan sebuah instrumen ekonomi yang memiliki potensi luar biasa dalam meamberdayakan ekonomi masyarakat.

Aceh Besar punya sebuah masalah yang cukup besar, yakni terbengkalainya tanah wakaf yang seharusnya menjadi aset penting untuk kemaslahatan masyarakat. Tanah-tanah wakaf yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat sering kali tidak dikelola dengan baik. Banyak tanah wakaf yang hanya dibiarkan kosong, tanpa ada upaya untuk mengelolanya secara produktif. Tanah tersebut terbengkalai karena keterbatasan biaya untuk memanfaatkan atau mengembangkan potensi yang ada.

Dalam konteks Aceh Besar ini, tanah wakaf yang tidak produktif bisa menjadi peluang besar untuk mengurangi angka kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Untuk itu, peran pemerintah, lembaga keagamaan, serta masyarakat dalam pengelolaan tanah wakaf menjadi sangat penting.

Berdasarkan data yang ada, sebagian besar tanah wakaf di Aceh Besar, dikelola hanya dimanfaatkan untuk pembangunan masjid atau fasilitas ibadah lainnya. Tanah tersebut tidak dikelola secara produktif untuk kegiatan ekonomi yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Beberapa masalah yang menyebabkan terbengkalainya tanah wakaf ini antara lain adalah kurangnya dana untuk pengelolaan dan pengembangan, serta minimnya pengetahuan tentang bagaimana cara mengelola tanah wakaf secara produktif.

Firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah 261:

“Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, seperti sebuah benih yang menumbuhkan tujuh bulir, setiap bulir berisi seratus biji.”

Ayat ini menggambarkan bagaimana amal yang dikeluarkan di jalan Allah, seperti wakaf, dapat berlipat ganda manfaatnya.

Wakaf yang dimanfaatkan dengan baik, dapat membawa banyak kebaikan, tidak hanya untuk orang yang mewakafkan, tetapi juga bagi masyarakat yang memanfaatkan hasil dari wakaf tersebut.

Dalam sejarah Islam, pengelolaan wakaf yang baik telah menunjukkan dampak luar biasa. Salah satu contoh terbaik adalah wakaf yang dilakukan oleh Usman bin Affan, salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Pada masa kekhalifahan Usman, beliau mewakafkan sumur Ruma yang menjadi sumber air bagi umat Islam di Madinah. Wakaf ini tidak hanya memberi manfaat dalam jangka pendek, tetapi juga menjadi salah satu bentuk investasi jangka panjang yangmemberikan manfaat kepada masyarakat.

Dalam rangka mendukung pengelolaan tanah wakaf yang produktif, pemerintah Indonesia telah menetapkan sejumlah regulasi yang mengatur tentang wakaf. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yang memberikan dasar hukum bagi pengelolaan wakaf, baik yang berupa tanah maupun barang lainnya. Pemerintah juga melalui Badan Wakaf Indonesia (BWI), yang memiliki tugas untuk mengelola, membina, dan mengembangkan wakaf di Indonesia. Salah satu peran penting BWI adalah untuk memastikan bahwa wakaf yang ada dikelola dengan baik dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat.

Namun, meskipun sudah ada regulasi yang cukup jelas, tantangan terbesar yang dihadapi adalah kurangnya pemahaman mengenai bagaimana mengelola tanah wakaf secara efektif. Banyak tanah wakaf yang tidak produktif hanya karena tidak ada dana atau keahlian untuk mengelolanya.

Untuk mengatasi permasalahan terbengkalainya tanah wakaf di Aceh Besar, ada beberapa langkah yang dapat diambil, baik dari segi regulasi maupun pelaksanaan di lapangan seperti pendidikan dan pelatihan pengelolaan wakaf, membentuk badan pengelolaan wakaf yang profesional, pemanfaatan teknologi dan inovasi dalam pengelolaan wakaf, kolaborasi dengan sektor swasta.

Tanah wakaf adalah aset berharga yang seharusnya memberikan manfaat jangka panjang bagi umat. Di Aceh Besar, potensi besar tanah wakaf yang belum tergali dengan baik harus segera dikelola dengan lebih profesional. Pemerintah, Baitul mal, dan masyarakat memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa tanah wakaf digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan hanya sebagai simbol atau harta yang terabaikan.

Dalam ekonomi Islam, wakaf bukan hanya soal amal jariyah, tetapi juga berfungsi sebagai instrumen penggerak ekonomi yang bisa mendukung pertumbuhan ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Di Aceh Besar, banyak tanah wakaf yang terbengkalai masih belum dimanfaatkan secara maksimal.

Untuk menjawab tantangan terbengkalainya tanah wakaf di Aceh Besar karena keterbatasan dana, salah satu solusi yang dapat diimplementasikan adalah dengan memanfaatkan prinsip mudharabah, yaitu kerja sama antara pemilik dana (wakif) dan pengelola (mudharib) dalam suatu usaha yang produktif. Dalam sistem ini, keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan tanah wakaf akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya.

Sementara kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaian pengelola. Contohnya, tanah wakaf yang berada di Aceh Besar bisa dikelola untuk kegiatan pertanian, perkebunan, atau peternakan. Dengan menggunakan model mudharabah, investor atau pengelola yang memiliki kemampuan dalam bidang pertanian atau peternakan bisa bekerja sama dengan lembaga pengelola wakaf atau pemerintah setempat untuk memanfaatkan tanah tersebut. Keuntungan yang dihasilkan dari hasil pertanian atau peternakan kemudian akan digunakan untuk memperbaiki fasilitas sosial atau pembangunan lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat.

Ekonomi Islam memiliki prinsip dasar yang sangat kuat dalam menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan umat. Salah satu instrumen penting dalam ekonomi Islam adalah wakaf, yang memiliki potensi untuk menciptakan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Melalui pengelolaan wakaf yang baik, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umat tanpa mengabaikan prinsip keadilan dan keberlanjutan.

Wakaf memiliki potensi untuk mendanai berbagai sektor pembangunan, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur sosial lainnya. Dalam konteks Aceh Besar, jika tanah wakaf yang ada dapat dikelola secara profesional, ia tidak hanya akan menciptakan lapangan kerja, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih inklusif.

Wakaf seperti yang dicontohkan oleh Usman bin Affan pada masa Nabi, adalah instrumen yang tidak hanya bermanfaat untuk generasi saat itu, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Oleh karena itu, pengelolaan tanah wakaf yang baik di Aceh Besar dapat menjadi kunci untuk menciptakan kestabilan ekonomidan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

 

 

Exit mobile version