https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Saturday, November 8, 2025
No Result
View All Result
POTRET Online
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
POTRET Online
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Pariwara
Beranda Aceh

Krisis Identitas Generasi Muda Aceh di Era Digital

M.Rival Sihab Oleh M.Rival Sihab
11 months ago
in Aceh, Artikel, Bahasa Aceh, bahasa daerah, didaktika, Dinas Pendidikan Aceh, Disbudpar, Frame, gadgets, Gaya Hidup, Generasi Milenial, Genzi, ISBI Aceh, Literasi, Medsos, Pendidikan, POTRET Budaya
Reading Time: 3 mins read
A A
0
8
Bagikan
82
Melihat
🔊

Dengarkan Artikel

Oleh Rival Sihab

Mahasiswa D3 Teknik Sipil, Universitas Syiahkuala,Banda Aceh

  Generasi muda Aceh sedang menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan jati diri mereka. Di satu sisi, mereka hidup di tengah kekayaan budaya yang penuh nilai sejarah dan tradisi, tetapi di sisi lain, globalisasi dan teknologi digital telah membentuk gaya hidup baru yang sering kali menggeser perhatian mereka dari akar budaya lokal. Krisis identitas ini makin terasa, apalagi dengan perkembangan zaman yang semakin cepat.

Misalnya, penggunaan bahasa daerah. Kalau dulu hampir setiap anak bisa berbicara dalam bahasa Aceh di rumah, sekarang beda cerita. Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik) Aceh, cuma sekitar 64% anak muda yang masih pakai bahasa Aceh dalam kehidupan sehari-hari. Bandingkan dengan generasi sebelumnya yang hampir 90%. Itu penurunan yang cukup signifikan.

Nah, di sinilah pentingnya pendidikan budaya sejak dini, terutama di sekolah-sekolah. Kalau bahasa Aceh dan budaya lokal diajarkan lebih intens, generasi muda bisa lebih sadar dan bangga dengan warisan budaya mereka.

Kemudian, ada juga pengaruh media sosial. Di kota-kota seperti Banda Aceh, platform seperti TikTok dan Instagram jadi tempat utama anak muda untuk berekspresi. Mereka lebih kenal dengan tren dance viral daripada seni tari tradisional seperti Saman. Ini bukan cuma kekhawatiran kosong kok, penelitian malah menunjukkan bahwa media sosial, terutama TikTok, punya pengaruh besar terhadap gaya hidup remaja Aceh, bahkan lebih kuat daripada pengaruh dari lingkungan sosial mereka. Tapi, media sosial juga bisa jadi alat yang efektif untuk menyebarkan budaya Aceh, selama digunakan dengan bijak.

Peran media, baik yang tradisional maupun digital, memang sangat besar dalam mempertahankan budaya kita. TV lokal dan radio bisa lebih sering menayangkan program-program yang mengenalkan budaya Aceh dengan cara yang menarik. Platform seperti YouTube atau podcast bisa dimanfaatkan untuk dokumentasikan cerita rakyat atau sejarah Aceh dalam bentuk yang lebih kekinian. Dengan cara ini, budaya Aceh bisa sampai ke anak muda yang lebih terbiasa dengan teknologi.

Masih banyak cara untuk menjaga identitas ini tetap hidup. Contohnya, Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh yang aktif mengajak anak muda untuk belajar seni tradisional dan mengolahnya dengan cara yang lebih modern. Tujuannya jelas, supaya anak muda tetap bangga dengan budaya lokal, tapi tetap bisa beradaptasi dengan dunia global. Selain itu, banyak juga komunitas dan organisasi lokal yang aktif mengadakan festival budaya atau lomba seni, yang melibatkan anak muda untuk berkreasi dengan cara yang lebih modern, tanpa harus melupakan akar budaya mereka.

📚 Artikel Terkait

MASIH LEKA DI HUJUNG USIA

Tidak Suka Sayur dan Buah? Waspadai 12 Ancaman Ini

Kopi dan Musik

Menggagas Jelajah Literasi Pulau Breuh

Pemerintah Aceh juga tidak tinggal diam. Lewat acara seperti Pekan Kebudayaan Aceh (PKA), budaya lokal dipromosikan dengan cara yang lebih menarik buat generasi sekarang.  PKA ke -8 mengusung tema “Rempahkan Bumi, Pulihkan Dunia,” yang mencoba menghubungkan tradisi masa lalu dengan tantangan modern. Bahkan, pemerintah juga memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan pesan budaya ini lebih luas lagi. Kalau dipikir-pikir, pemerintah dan dunia usaha ke depannya bisa lebih banyak berkolaborasi dalam mendukung acara budaya seperti ini, seperti dengan mendanai festival atau menyediakan platform digital untuk mengenalkan budaya Aceh ke luar daerah, bahkan luar negeri.

  

Pernah kebayang tidak?, Bagimana kalau tradisi hikayat (cerita rakyat) bisa dihidupkan kembali dalam format digital, seperti audiobook atau animasi? Bayangkan kalau ada aplikasi yang bisa bikin orang belajar bahasa dan budaya Aceh sambil main game! Teknologi semacam itu sudah diterapkan di negara lain, seperti Jepang, dan tidak menutup kemungkinan Aceh juga bisa melakukannya. Ini bisa jadi cara yang menarik buat anak muda belajar tentang budaya mereka tanpa merasa bosan.

Namun, krisis identitas ini tidak  cuma soal budaya. Ini juga berhubungan dengan kehidupan sosial dan psikologis anak muda. Banyak yang merasa bingung atau kehilangan arah dalam mencari keseimbangan antara nilai tradisional yang diajarkan keluarga dan tuntutan dunia modern yang semakin kuat. Di sinilah keluarga punya peran penting. Orang tua yang mengenalkan budaya Aceh sejak dini, akan lebih mudah menumbuhkan rasa bangga terhadap warisan budaya tersebut. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari.

Alhamdulillah masih banyak keluarga Aceh yang masih mengajarkan nilai-nilai budaya lewat kebiasaan-kebiasaan sederhana, seperti mengharuskan anak ikut kelas mengaji sore atau malam di masjid atau tempat-tempat pengajian dan di rumah.

Yang tidsk kalah penting, globalisasi membawa banyak nilai-nilai dari luar yang kadang bertentangan dengan budaya lokal kita. Misalnya, nilai-nilai Barat atau tren global, bisa saja mengikis kebanggaan kita terhadap identitas lokal. Makanya, penting buat generasi muda untuk mengerti bagaimana menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas. Mereka harus tahu kalau kita bisa tetap bangga dengan budaya Aceh, tapi juga bisa beradaptasi dengan dunia luar yang terus berkembang.

Krisis identitas ini memang tidak bisa selesai dalam semalam. Tapi, kalau semua pihak, mulai dari keluarga, sekolah, komunitas, sampai pemerintah, bekerja sama, generasi muda Aceh bisa jadi generasi yang tidak cuma paham dunia global, tapi juga bangga dengan budaya mereka. Jangan sampai, budaya Aceh yang kaya ini cuma jadi cerita di buku sejarah. Kita semua punya tanggung jawab untuk menjaganya tetap hidup, bukan cuma untuk hari ini, tapi juga untuk masa depan.

M. Rival sihab

Mahasiswa D3 teknik sipil USK

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Ketika Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
Ketika Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
27 Feb 2025 • 120x dibaca (7 hari)
Kala Anak Negeri, Tak Mengenal Negerinya
Kala Anak Negeri, Tak Mengenal Negerinya
13 Mar 2025 • 111x dibaca (7 hari)
Mengenal Cryptocurrency: Mata Uang Digital yang Semakin Popular
Mengenal Cryptocurrency: Mata Uang Digital yang Semakin Popular
15 Mar 2025 • 97x dibaca (7 hari)
Pria Yang Merindukan Prostatnya
Pria Yang Merindukan Prostatnya
28 Feb 2025 • 86x dibaca (7 hari)
Perempuan Penggenggam Pasir
Perempuan Penggenggam Pasir
5 Mar 2025 • 66x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Tags: #Fakultas Teknik USK#Masalah Sosial
Share3SendShareScanShare
M.Rival Sihab

M.Rival Sihab

Related Postingan

Artikel

Mengenal 5 Universitas Tempat Para Ilmuwan Kelas Dunia Lahir

Oleh Redaksi
2018/05/29
0
51

Bisa mendapatkan kesempatan untuk kuliah di luar negeri tentu adalah prestasi yang membanggakan, dan luar biasanya lagi jika kamu berhasil...

Baca SelengkapnyaDetails

Nyanyian Malam Ini

Kadisdikbud Abdya Buka Pelatihan Digitalisasi Pembelajaran bagi Guru SD

Postingan Selanjutnya
Izinkan Saya Berbagi: Kebahagiaan Yang Diraih Bertubi-tubi

Izinkan Saya Berbagi: Kebahagiaan Yang Diraih Bertubi-tubi

Praktik Buruk  dan Merugikan Oleh Para Pengemis

Praktik Buruk dan Merugikan Oleh Para Pengemis

KETIKA MASA KECIL TERENGGUT DEMI BERTAHAN HIDUP KELUARGA

KETIKA MASA KECIL TERENGGUT DEMI BERTAHAN HIDUP KELUARGA

Adakan Edukasi Kebencanaan Pada Anak, Move up Gandeng Tim Tangga Tangguh Bencana.

Adakan Edukasi Kebencanaan Pada Anak, Move up Gandeng Tim Tangga Tangguh Bencana.

Ketika Keluarga Mewariskan Profesi Pengemis Kepada Anak

Ketika Keluarga Mewariskan Profesi Pengemis Kepada Anak

POTRET Online

Copyright@potret2025

Media Perempuan Aceh

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Kirim Tulisan

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini

Copyright@potret2025

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00