Oleh : Tgk. Mahmudi Hanafiah, S.H., M.H.
Dosen UNISAI Samalanga Kabupaten Bireuen, Aceh
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang akan berlangsung besok, tepatnya pada 27 November menjadi momentum penting bagi seluruh rakyat Indonesia untuk menentukan pemimpin daerah mereka. Dalam atmosfer demokrasi ini, integritas Pemilu menjadi perhatian utama, terutama setelah sejumlah kasus yang mencoreng Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 sebelumnya. Di Aceh, Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) terus berupaya menjaga agar proses pemilu berjalan jujur, adil, dan bebas dari intimidasi.
Pelanggaran di Pilpres dan Pileg 2024
Pemilu sebelumnya meninggalkan sejumlah catatan kelam yang harus menjadi pelajaran. Beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) dilaporkan adanya dugaan melakukan pelanggaran serius. Salah satunya adalah manipulasi hasil pemilu, di mana suara pemilih tidak dihitung secara satu per satu, melainkan langsung dibulatkan untuk mendukung calon tertentu. Praktik semacam ini jelas mencederai prinsip demokrasi, di mana setiap suara rakyat seharusnya memiliki nilai yang sama.
Lebih parah lagi, terdapat TPS yang dijaga oleh tim sukses (timses) dari salah satu kandidat. Kehadiran mereka menciptakan tekanan kepada pemilih, seolah-olah mengarahkan mereka untuk memilih sesuai arahan tim tersebut. Situasi ini sangat tidak diharapkan terjadi lagi pada Pilkada kali ini. Integritas dan kebebasan pemilih harus dijaga agar hasil pemilu benar-benar mencerminkan kehendak rakyat.
Peran Panwaslih dalam Pengawasan Pilkada
Untuk memastikan hal ini, Panwaslih telah mengambil langkah-langkah strategis dalam pengawasan. Muhammad Ridwan, salah satu staf Panwaslih Kabupaten Aceh Utara, menjelaskan berbagai upaya yang dilakukan. Salah satu fokus pengawasan adalah proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS.
Menurut Ridwan, keberadaan pihak-pihak yang tidak berwenang di sekitar TPS adalah pelanggaran serius. Sesuai aturan, yang diperbolehkan berada di dalam ring TPS hanyalah ketua dan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), pemilih yang akan menggunakan hak suaranya, saksi dari pasangan calon (paslon), dan panitia pengawas (panwas). “Tim sukses dari calon tertentu, bahkan pemantau pemilu jika ada, tidak diperkenankan berada dalam ring TPS,” tegasnya.
Panwaslih memastikan bahwa pengawasan ini dilakukan secara ketat untuk mencegah adanya tekanan atau intimidasi kepada pemilih. Ridwan juga mengingatkan masyarakat bahwa jika mereka menemukan pelanggaran, mereka dapat melaporkannya kepada panwaslih sesuai dengan tingkatan. Laporan bisa dimulai dari pengawas TPS hingga ke Panwaslih tingkat kabupaten.
Prosedur Penanganan Pelanggaran
Panwaslih Kabupaten Aceh Utara telah menyiapkan mekanisme penanganan laporan pelanggaran. Jika ada laporan yang memenuhi syarat formil dan materiil, perkara akan dilimpahkan ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Gakkumdu merupakan kolaborasi tiga lembaga, yaitu Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan. Dengan keberadaan Gakkumdu, penanganan kasus pelanggaran pemilu diharapkan bisa berjalan cepat dan tegas.
Ridwan menegaskan bahwa Panwaslih memastikan kesesuaian hasil pemilihan. “Kami pastikan bahwa hasil yang diisi pada formulir C plano harus sesuai dengan suara yang dicoblos oleh pemilih di bilik suara,” katanya. Ini penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam proses penghitungan suara.
Harapan Masyarakat pada Pilkada 2024
Masyarakat tentu berharap bahwa pelanggaran yang terjadi pada pemilu sebelumnya tidak lagi terulang pada Pilkada 2024. Mereka menginginkan proses pemilihan yang bersih, jujur, dan bebas dari tekanan. Keterlibatan masyarakat dalam melaporkan pelanggaran juga sangat penting untuk membantu Panwaslih menjalankan tugasnya.
“Demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi aktif dari semua pihak, termasuk masyarakat,” kata Ridwan. Ia mengimbau agar masyarakat tidak ragu untuk melaporkan jika melihat pelanggaran, karena laporan mereka sangat berarti untuk memastikan integritas pemilu.
Pentingnya Edukasi dan Kerja Sama Semua Pihak
Selain pengawasan ketat, edukasi kepada masyarakat juga menjadi kunci untuk mencegah pelanggaran. Pemilih harus memahami hak-haknya, termasuk hak untuk memilih tanpa tekanan dan intimidasi. Di sisi lain, penyelenggara pemilu, saksi, dan panwaslih harus menjalankan tugas dengan profesional dan bertanggung jawab.
Kerja sama semua pihak, mulai dari Bawaslu, KIP, aparat penegak hukum, hingga masyarakat, sangat diperlukan untuk menciptakan Pilkada yang bersih. Ridwan menegaskan bahwa tugas Panwaslih tidak akan berarti tanpa dukungan dari masyarakat. “Kami tidak bisa bekerja sendiri. Sesuai dengan slogan Bawaslu Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu”.
Mewujudkan Pemilu yang Bermartabat
Pilkada 2024 adalah ujian bagi demokrasi Indonesia. Dengan belajar dari kesalahan sebelumnya, semua pihak diharapkan dapat mewujudkan pemilu yang bermartabat, di mana setiap suara dihormati dan dihitung dengan jujur.
Panwaslih, dengan segala upayanya, berkomitmen untuk mengawal proses ini agar berjalan lancar. Harapannya, tidak hanya Pilkada di Aceh, tetapi juga di seluruh Indonesia, dapat menjadi contoh bagaimana demokrasi dijalankan dengan adil, transparan, dan penuh integritas.
Semua mata kini tertuju pada Pilkada 2024, apakah akan menjadi perbaikan dari masa lalu atau mengulangi kesalahan yang sama. Jawabannya tergantung pada komitmen dan kesungguhan semua pihak yang terlibat dalam proses demokrasi ini.