Oleh Delia Sahara
Mahasiswi Jurusan Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Ar-Raniry, Banda Aceh
Perempuan tua itu, sebut saja namanya Nek Aminah, sejak pagi duduk di depan supermarket di kawasan yang letaknya tidak jauh dari masjid raya Baiturrahman. Ia duduk sambil menggenggam tangan yang sudah keriput. Ia terus mengadahkan wajah dan tangan untuk mendapatkan uang dari setiap orang yang lalu lalang di depan Supermarket itu.
Nenek Aminah, pengemis yang berusia 70 tahun itu berasal dari Bireun. Harusnya, di usianya yang telah senja itu, sudah tidak lagi melakukan pekerjaan mengemas. Ia selayaknya menikmati masa tuanya dengan tenang, namun kenyataannya justru sebaliknya. Dengan kondisi fisik yang sudah lemah, ia terpaksa turun ke jalan, mengandalkan belas kasihan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan menafkahi cucunya. Sungguh menyedihkan. Itulah nasib orang yang terpaksa hidup sebagai pengemis. Nasib begini, sebenarnya, tidak hanya menimpa Nek Aminah, karena selama ini juga semakin banyak pengemis perempuan yang meminta -minta dari satu warung -ke warung lain, di kota Banda Aceh.
kondisi seperti ini bukanlah kondisi yang baik dan tidak boleh dibiarkan terus berlangsung dan bertambah banyak. Sebab, jika dibiarkan bisa-bisa ada banyak perempuan yang bahkan lebih muda dari nenek Aminah yang akan mengemis dan menjadi masalah sosial di kota Banda Aceh.
Nek Aminah, sebagaimana penulis amati, selalu duduk duduk di tempat yang sama, memandang orang yang lewat dari depan supermarket tersebut. Kawasan ini memang tempat berkumpulnya para pengemis, karena banyak aktivitas masyarakat yang dilakukan di kawasan masjid raya Baiturahman tersebut. Seperti nenek Aminah, merupakan warga lanjut usia yang tidak lagi memiliki kemampuan fisik yang kuat untuk bekerja.
Penulis sempat bertanya pada Nenek Aminah beberapa pertanyaan yang pada akhirnya ia merceritakan tentang kehidupannya dahulu. Ia pernah merasakan kehidupan yang cukup bersama keluarganya dan menjalani kehidupan sebagi ibu rumah tangga. Namun seiring perjalanan waktu, kehidupannya berubah. Ia menghadapi ujian hidup yang tidak pernah terbayangkan di pikirannya.
Suaminya telah lama meninggal dan anaknya juga merantau dan mempunyai keluarga di perantauannya. Katanya, setelah beberapa waktu anak nenek aminah pun meninggal dan mau tidak mau dia harus merawat cucunya, walaupun dia sudah lanjut usia. Itulah salah satu alasan mengapa ia kini masih terus menjalankan pekerjaan sebagai pengemis.
Alasan yang masuk akal memang. Ia mengemis untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan untuk menafkahi cucunya. Walau mungkin mengemis menjadi pilihan pekerjaannya karena faktor usia dan tidak memiliki kemampuan lain. Kita khawatir jika semakin banyak pengemis perempuan tua yang harus meminta -minta menempati sudut-sudut toko dan bergerilya di setiap tempat keramaian.
Maka, jika kondisi ini dibiarkan, pengemis lanjut usia yang mengandalkan belas kasihan juga akan memperburuk kondisi kota dan akan mendapat stigma dan persepsi negatif terhadap wajah kota dan kemiskinan. Banyak orang yang cenderung menganggap mereka sebagai beban sosial, padahal mereka adalah korban dari sistem yang tidak adil. Fenomena ini menimbulkan sifat yang tidak peduli di kalangan masyarakat, yang akhirnya menormalisasi kondisi pengemis sebagai bagian dari keseharian, tanpa ada keinginan atau upaya untuk mengubahnya.
Selain itu, kondisi seperti ini dapat memberikan dampak psikologis yang buruk bagi generasi muda, terutama cucu-cucu Nenek Aminah yang turut bergantung padanya. Ketergantungan pada penghasilan dari mengemis mengakibatkan mereka tidak memiliki model keteladanan positif dan peluang pendidikan yang memadai. Jika tidak ada perubahan signifikan, cucu-cucu yang hidup dalam kemiskinan ini mungkin akan mengikuti jejak yang sama, menciptakan lingkaran kemiskinan yang terus berulang.
Pemerintah kota Banda Aceh menyadari kehadiran pengemis setiap tahunnya bertambah dan dapat menjadi masalah sosial yang kompleks. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Banda Aceh untuk mengurangi jumlah pengemis, salah satunya adalah mengadakan patroli rutin oleh Dinas sosial dan satuan polisi pamong praja (satpop pp) untuk melakukan penertiban di area yang sering dijadikan tempat mengemis.
Banyak yang tertangkap dalam operasi -operasi tersebut dan mereka dibawa ke panti sosial dan bahkan dibina agar bisa menjalani kehidupan yang lebih baik, menjadi mandiri. Namun, pemerintah kota juga dihadapkan pada berbagai kendala seperti kesulitan dalam mengawasi dan memastikan bahwa bantuanyang diberikan benar-benar tepat sasaran dan berkesinambungan. Sebab, banyak di antara mereka yang kembali ke jalan karena terbiasa dengan pola hidup mengemis atau karena merasa belum mendapatkan jaminan yang cukup.