Oleh M. Rival Sihab
Mahasiswa D3 Sipil, Universitas Syiah Kuala ( USK), Banda Aceh
Terkadang kita pernah memarkir kendaraan di sebuah pusat perbelanjaan atau tempat umum. Kita membayar tarif parkir, namun mendapati peringatan di sebuah papan bertuliskan: “Barang hilang ditanggung sendiri” atau “Pengelola tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan kendaraan” ? Kalimat ini terdengar sederhana,tetapi di baliknya, terdapat praktik yang bisa merugikan kita sebagai pengguna lahan parkir secara hukum dan moral. Fenomena ini merupakan salah satu contoh nyata “klausula baku”, sebuah ketentuan sepihak yang sering kali tidak adil.
Apa Itu Klausula Baku?
Klausula baku adalah ketentuan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha/jasa, di mana pihak lain (konsumen) hanya dapat menerima atau menolaknya tanpa ruang untuk negosiasi. Contohnya dalam konteks parkir, klausula seperti “barang hilang ditanggung sendiri” atau “parkir di sini adalah risiko Anda” merupakan bentuk perlindungan sepihak bagi pengelola parkir. Padahal, konsumen telah membayar jasa parkir, yang secara logika dan hukum semestinya mencakup tanggung jawab atas keamanan kendaraan dan barang di dalamnya.
Praktik Kotor di Lahan Parkir
Klausula baku di lahan parkir sering kali digunakan untuk menghindari tanggung jawab ketika terjadi pencurian kendaraan atau barang di dalamnya. Beberapa praktik kotor yang sering terjadi umumnya meliputi papan peringatan yang menyatakan “barang hilang ditanggung sendiri”, yang sebenarnya itu adalah upaya pengelola parkir untuk mengalihkan tanggung jawab. Hal ini bertentangan dengan asas perikatan titip-menitip dalam hukum perdata Indonesia, yang menyatakan bahwa pengelola wajib menjaga barang yang dititipkan.
Banyak pengelola parkir liar (tidak resmi, seperti di tempat wisata) yang tidak memahami bahwa kita selaku konsumen berhak mendapatkan perlindungan hukum atas hilangnya kendaraan atau barang. Ketika insiden terjadi, konsumen sering kali diabaikan, dan keluhan mereka tidak ditanggapi dengan serius.
Apa Kata Hukum terkait hal tersebut?
Di Indonesia, klausula baku seperti itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Pasal 18 secara tegas melarang:
1. Pengalihan tanggung jawab dari pelaku usaha ke konsumen.
2. Ketentuan yang tidak adil bagi konsumen.
3. Klausula baku yang tidak memenuhi asas keadilan dan keseimbangan.
Klausula seperti ini juga dianggap batal demi hukum. Artinya meskipun ditulis dalam perjanjian atau papan pengumuman, ketentuan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum.
Apa yang bisa kita lakukan untuk melawan contoh kasus Klausula baku di lahani parkir?
1. Simpan Bukti
Pastikan kita menyimpan tiket parkir sebagai bukti bahwa kita telah membayar jasa parkir. Tiket ini menjadi alat penting jika terjadi sengketa.
2. Dokumentasikan Kendaraan
Foto kendaraan kita saat diparkir, termasuk kondisi sekelilingnya. Ini dapat menjadi bukti tambahan jika terjadi insiden.
3. Ajukan Keluhan
Jika kehilangan kendaraan atau barang, segera laporkan kepada pengelola parkir dan minta pertanggungjawaban. Jika ditolak, bawa kasus ini ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau pengadilan.
Kita Layak Mendapatkan Keadilan
Sebagai konsumen, kita sering kali terjebak dalam ketentuan sepihak seperti klausula baku yang merugikan. Namun, bukan berarti kita tidak bisa melawan. Dengan pemahaman hukum yang baik dan keberanian untuk menuntut hak, kita dapat mendorong pengelola parkir untuk bertanggung jawab dan memberikan layanan yang lebih adil.
Jadi, lain kali kita melihat papan bertuliskan “barang hilang ditanggung sendiri”, ingatlah bahwa itu merupakan praktik kotor klausula baku. Kita memiliki hak untuk menuntut keadilan. Mari bersama-sama menghapus praktik kotor ini dari lahan parkir di Indonesia!