Oleh Tabrani Yunis
Anak kecil itu, Arisya Anum, balita yang umurnya baru 4 tahun, tapi sudah sangat dekat dan lihai menggunakan handphone atau gadgets. Ia suka menonton YouTube, Tik Tok atau snack video yang menyajikan hiburan yang ia suka. Bahkan, karena ia belum bisa membaca, ia mencari cara agar bisa membuka Youtube dengan mengucapkan nama acara yang ia mau. lalu mencarinya lewat gambar atau tampilan cover video. Arisya tidak membuhukan bantuan, ketika kita bantu mencari sajian video yang sesuai, ia berkata, “ saya bisa cari sendiri”.
Yang membuat kedua orangtua pusing adalah Arisya yang masih balita tersebut, mulai terlibat asyik dengan gadgets, bukan saja HP, juga laptop atau PC. Setiap hari Ia merengek minta diberikan atau dipinjamkan HP pada ibu atau ayahnya. Kalau tidak tidak diberikan, ia terus merengekdan menangis, hingga ibu dan ayah terpaksa memberikannya. Parahnya, ketika sudah diberikan, yang terjadi adalah sulit pula untuk dikembalikan. Ia ingin menggunakan HP atau gadgets sepuas-puasnya. Kacau bukan?
Dikatakan kacau,ya bisa kacau, kalau kita tidak menggunakannya dengan tepat dan benar. Karena diakui atau tidak, hadirnya gadgets sebagai produk kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat dan telah mampu menyulap pola dan gaya hidup umat manusia secara global dan masif. Sehingga dampak yang ditimbulkan juga sangat dahsyat secara global dan masif. Segala bentuk pekerjaan dan urusan menjadi sangat mudah, murah, melesat dan bahkan instant. Namun, dampak negatifnya juga dahsyat, global, masif dan cepat yang merambah bukan saja di kalangan usia tertentu, tetapi mulai usia bayi hingga manula. Mereka mudah dan murah mengakses segala bentuk informasi, dapat mengembangkan berbagai macam ragam ketrampilan, serta mudah dan murah berkomunikasi dengan siapa saja, kapan saja dan di mana saja.
Ternyata, balık segala kemudahan tersebut ada banyak hal yang meresahkan orangtua dan masyarakat serta pemerintah. Yang sangat meresahkan selama ini di kalangan orangtua adalah tentang penggunaan gadgets di kalangan usia muda. Mulai dari usia balita hingga remaja. Kelompok pemilik masa depan bangsa yang harusnya menjadi generasi emas di tengah segala kemudahan yang tercipta.
Semua setuju bahwa setiap orangtua yang ingin agar anak-anak mereka tumbuh dan berkembang dengan ideal, sesuai harapan merasa galau dan gelisah melihat realitas anak-anak mereka dalam menggunakan gadgets. Orangtua menghadapi kondisi yang dilematis. Melarang anak menggunakan gadgets, bukanlah hal yang bijak dan benar, karena era digital ini adalah era anak-anak sekarang. Sebaliknya bila anak difasilitasi dengan perangkat atau piramit gadgets, mereka lebih banyak terpapar dengan dampak negatif, akibat tidak mampunya orangtua mengelola penggunaan gadgets di tangan anak-anak mereka.
Banyak fakta yang telah membuktikan banyaknya dampak negatif yang terjadi pada anak-anak dan remaja kita selama ini. Anak-anak kita yang seharusnya bisa menggunakan gadgets dengan aman dan nyaman, saat ini terus dihadapkan dengan berbagai hal atau kondisi yang mengancam masa depan mereka. Sudah banyak orang yang meneliti dampak buruk terhadap anak dan remaja tersebut. Sudah banyak pula paparan mereka di berbagai media.
Kita sudah terlalu sering mendengar bahwa saat ini anak-anak dan remaja kita banyak yang mengalami gangguan kesehatan, seperti kesehatan mental yang selama ini anak-anak kita menjadi generasi begadang, karena mereka mengalami gangguan tidur, insomnia, stress, depresi, hingga terisolasi dari kegembiraan keluarga dan masyarakat. Bukan hanya itu, dalam konteks sosial, anak-anak kita tumbuh dan berkembang menjadi antisosial. Kehilangan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan orang atau masyarakat di sekeliling mereka. Mereka lebih suka menyendiri dan tidak mau terganggu dengan perintah dan nasihat orangtua atau siapa pun.
Masih ada lagi dampak yang selama ini semakin nyata juga bahwa semakin banyak anak dan remaja yang mengalami gangguan kesehatan secara fisik, terutama pada mata. Anak-anak mengalami gangguan penglihatan, seperti mata lelah, rabun atau mata kabur hingga kebutaan, sebagai akibat dari kebiasaan menatap layar gadgets dalam kurun waktu lama. Wajar saja bila kita melihat realitas pada anak-anak sekarang sudah semakin banyak yang harus menggunakan kacamata agar bisa melihat dengan jelas.
Pokoknya,bila membaca data, kita merasa semakin prihatin. Cobalah simak data BPS, ada 33,44% anak usia dini di Indonesia menggunakan gadget, dengan rincian 25,5% pengguna berusia 0-4 tahun dan 52,76%berusia 5-6 tahun. Angka ini terus akan meningkat sejalan dengan pesatnya peningkatan jumlah anak pengguna gadget dan menggunakan gadgets dalam rentang waktu yang lama. Semakin tingginya jumlah anak yang terpapar kecanduan gadgets,berisiko terhadap kesehatan mental dan spiritual seperti disebutkan di atas. Tentu masih banyak data lain yang menjelaskan tentang kondisi terkini mengenai hal ini.
Sayangnya, dalam kondisi buruk begini, orangtua semakin tidak berdaya mengatur atau mengelola penggunaan gadgets pada anak-anak mereka. Sudah merata di kalangan anak-anak menjadi addicted atau candu menggunakan Hp atau gadgets. Kini terasa tidak ada lagi mainan yang lebih menarik dibandingkan HP atau gadgets. Buktinya, saat ini toko-toko mainan yang menjual mainan-mainan anak-anak, baik yang mainan umum, maupun mainan edukasi semakin sepi pembeli. Karena mainan anak-anak sekarang sudah ke HP atau gadgets.
Jadi, tak dapat dimungkiri bahwa selama ini para orangtua, semakin banyak yang kewalahan mengurus masalah anak dengan gadgets. Bahkan sangking sulitnya, banyak orangtua yang memberikan HP atau Gadgets dan sejenisnya kepada anak, asalkan anaknya bisa diam, tidak menangis atau menggangu orangtua. HP dijadikan orangtua sebagai penenang atau yang melalaikan anak, agar urusan ayah dan bunda bisa selesai, atau juga bisa ikut terus menggunakan HP. Celaka dua belas jadinya, bukan?
Ya, ibaratnya, buah simalakama, dimakan, mati ibu. tidak dimakan, mati ayah.” Artinya, dilarang pakai HP atau gadgets, ini memang eranya mereka. Ya, mereka sebagai pemilik zaman ini. Orangtua tidak boleh melarang anak-anak menggunakan HP, namun sebaliknya mengurus anak dengan benar dan benar serta bijak menggunakan HP atau gadgets. Itulah tantangan besar yang dihadapi oleh kebanyakan orangtua, termasuk guru di sekolah yang harus disikapi dengan bijak dan orangtua harus terus belajar mencari jalan terbaik, agar anak-anak selamat membangun kehidupan yang lebih baik di masa depan. Orangtua, guru dan pihak sekolah harus bekerja keras mengubah segala kelemahan, tantangan itu menjadi kesempatan baik untuk mengelola kebiasaan menggunakan gadgets secara positif.
Ya, orangtua tidak boleh mengatakan sulit, atautidak mampu mengatur atau mengurus anak-anak dalam bergadgets. Perlu upaya-upaya ekstra bagi orangtua untuk meluruskan tata kelola penggunaan gadgets di rumah. Menggunakan gadgets sebagai sumber belajar bersama, sumber pengetahuan dan ketrampilan. Untuk itu orangtua juga harus memampukan diri menyeimbangkan kebutuhan anak akan hiburan atau entertainment. Sebab, ketika tool atau alat komunikasi itu peruntukannya banyak kepada kebutuhan hiburan, maka gadgets mengubah perilaku anak dan bahkan merusak dari berbagai aspek atau dimensi. Kita tahu ada banyak contents yang merusak perkembangan anak. Ada banyak contents yang tidak sesuai dengan apa yang bisa dikonsumsi anak. Yang juga ikut berbahaya adalah menghilangkan motivasi anak-anak membaca. Padahal, kemampuan literasi dan numerasi anak-anak kita sekarang semakin menurun. Apalagi secara kesehatan, anak-anak kita yang mengalami gangguan mata, semakin meningkat, karena terlalu lama menatap layar gadgets setiap hari. Banyak fakta membuktikan bahwa anak-anak kita saat ini sudah terindikasi kecanduan atau addicted dengan gadgets. Suram bukan?
Tentu suram, dan orangtua pun tidak ingin mengantarkan anak-anak ke jurang yang suram itu. Oleh sebab itu, orangtua jangan pernah berhenti mencari cara agar anak-anak bisa terselamatkan dari ancaman buruknya dampak penggunaan gadgets secara berlebihan, akibat terlalu dekat candu dengan gadgets. Tentu sembari merenung, walau ada pertanyaan, apakah mungkin kita bisa membatasi anak-anak kita menatap layar gadgets atau tidak. Kita sebagai orangtua harus dengan sadar dan sabar melakukan hal-hal yang bisa mengatur tata kelola penggunaan gadgets di rumah atau dalam rumah tangga. Selayaknya orangtua duduk berdiskusi dengan anak-anak membicarakan atau membuat konsensus bijak menggunakan gadgets di rumah. Misalnya membuat kesepakatan pembatasan waktu, berapa lama dan sebagainya. Tentu harus pula menjadi kewajiban bagi orangtua untuk menjadikan diri sebagai teladan bagi anak dalam menggunakan gadgets. Orangtua juga harus menyediakan waktu seperti yang dikatakan oleh anak-anak dengan me time atau family time. Bisa melakukan aktivitas yang fun atau menyenangkan saat bermain atau belajar.
Masih banyak cara yang bisa digali dan ditemukan, agar bisa mengatasi masalah kecanduan penggunaan gadgets ini. Tidak ada jalan buntu, kecuali pikiran kita yang buntu. Yang penting kita mau belajar, mau mencoba cara-cara yang edukatif, yang dapat membantu anak keluar dari belenggu kecanduan gadgets yang merusak diri dan masa depan mereka. Insya Allah kita bisa