Oleh Wira Yaqin Pelas
Geografer dan Aktivis Lingkungan
Seribu Bukit, Indah memesona itu kini tinggal menunggu cerita. Teriakan pencemaran, gagal panen, longsong dan kehilangan lahan, akan menjadi cerita hangat di masa depan.
Wilayah dataran tinggi di Aceh (Gayo), rangkain gunung tinggi tersusun rapi, berisikan pepohonan dengan berbagai macam spesies, hidup damai bersama fauna yang masih kita temui saat ini. Terdapat pula mata air yang belum terkontaminasi dengan zat zat kimia.
Dataran tinggi yang rapi nan memesona, siapa yang menyangka terdapat mineral logam mulia dan hasil hutan melimpah ruah di dalamnya, menjadikan wilayah dataran ini sebagai magnet penambangan dan perhutani untuk menggarap hasil, potensi besar mineral mulia sangat melimpah di dataran tinggi Aceh seperti Aceh Tenggara, Gayo Lues dan Aceh Tengah.
Aceh secara umum dengan keberlimpahan hasil alam menjadi daya tarik. Ketertarikan investor terhadap Aceh cukup tinggi dan sangat meningkat, terkhusus di bidang pertambangan dan hasil hutan yang dibuktikan dengan banyaknya izin tambang baru dan perusahaan pengeploitasi hasil hutan. Banyaknya beroperasi perusahaan, seharusnya meningkatkan laju taraf ekonomi suatu wilayah.
Faktanya? Tentu tidak seperti pemenang yang mendapat hadiah menakjubkan,malahan menjadi korban yang hanya mampu menyaksikan berbagai kehancuran. Ya, hadirnya perusahaan-perusahaan tambang tersebut hanya mendatangkan kerugian bağı masyarakat di negeri Indonesia ini yang dünya takan sebagai wilayah yang kelilingi oleh lingkaran api (ring of fire), sehingga membuat wilayah indonesia menjadi wilayah yang rentan akan bencana. Kita bisa menyimak data BNPB bencana Indonesia tahun 2023. Tercatat ada 5.400 kejadian. Terindikasi terdapat peningkatan yang sangat pesat dari tahun 2022 dengan jumlah 3.522 kejadian dan dominasi oleh bencana kekeringan, banjir, tanah longsor dan cuaca ekstrim. Hal ini membuat kita perlu kesiagaan tinggi untuk menghadapi bencana, disebabkan oleh begitu rawannya daerah ini terhadap bencana.
Tak dapat dimungkiri bahwa di tengah laju pembangunan yang semakin pesat, seringkali kita lupa akan dampak panjang dari tindakan yang kita ambil terhadap lingkungan. Kebutuhan akan bahan baku, energi, dan infrastruktur mendorong kita untuk mengeksploitasi sumber daya alam tanpa henti. Namun, di balik semua kemajuan ini, potensi kerusakan lingkungan semakin tinggi dan semakin mengkhawatirkan.
Padahal, kerusakan lingkungan bukanlah hal yang bisa diabaikan. Kita sudah melihat banyak contoh di mana aktivitas manusia, seperti deforestasi, pertambangan, dan urbanisasi, mengakibatkan bencana ekologis yang merusak kehidupan yang tidak hanya bagi flora dan fauna, tetapi juga bagi manusia. Banjir bandang, longsor, pencemaran udara dan air, serta hilangnya keanekaragaman hayati adalah bukti nyata dari ketidakpedulian kita terhadap lingkungan. Dampaknya sangat lah dahsyat. Bukan hanya dampak lokal, tetapi global.
Maka, Apa yang seringkali tidak disadari adalah bahwa kerusakan lingkungan memiliki dampak jangka panjang yang sulit untuk diperbaiki. Misalnya, hilangnya hutan tropis tidak hanya berarti hilangnya pohon-pohon, tetapi juga hilangnya fungsi ekologis seperti penyimpanan karbon, perlindungan tanah, dan habitat bagi ribuan spesies. Dalam jangka panjang, kerusakan ini akan memperburuk perubahan iklim, meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana alam, serta mengancam ketahanan pangan dan air bagi generasi mendatang.
Ironisnya, meskipun dampak ini sangat jelas dan dirasakan oleh banyak orang, upaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan seringkali terhalang oleh kepentingan ekonomi jangka pendek. Pemerintah dan perusahaan terkadang lebih fokus pada keuntungan cepat daripada keberlanjutan lingkungan. Ini adalah paradigma yang harus diubah. Pembangunan yang berkelanjutan bukanlah pilihan, tetapi keharusan jika kita ingin memastikan bahwa planet ini dapat terus mendukung kehidupan di masa depan.
Oleh sebab itu selayaknya kita ikut memiliki tanggung jawab untuk menyelamatkan alam. Sebagai individu, kita juga memiliki tanggung jawab. Penggunaan produk yang lebih ramah lingkungan, pengelolaan sampah yang baik, serta kesadaran akan pentingnya konservasi alam harus menjadi bagian dari gaya hidup kita. Selain itu, kita harus mendukung kebijakan yang mendorong praktik bisnis yang berkelanjutan dan menghukum mereka yang merusak lingkungan.
Potensi kerusakan lingkungan adalah ancaman yang nyata dan tidak boleh diabaikan. Semua pihak, baik pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat, harus bekerja sama untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah. Sudah saatnya kita berpikir lebih jauh dan bertindak lebih bijak demi masa depan planet kita. Lingkungan yang sehat adalah warisan terbaik yang bisa kita tinggalkan untuk anak cucu kita.
Lihat sajalah, kerusakan habitat dan berbagai spesies terus terancam, karena aktivitas tambang sering kali menghancurkan habitat alami yang sangat penting bagi spesies yang terancam punah. Di Kalimantan, misalnya, penambangan batu bara telah menyebabkan fragmentasi hutan yang signifikan, memutus koridor alami bagi satwa liar. Menurut sebuah studi oleh Global Forest Watch, antara tahun 2001 dan 2018, Kalimantan kehilangan lebih dari 6,04 juta hektar tutupan hutan, yang sebagian besar disebabkan oleh penambangan dan perkebunan (Global Forest Watch, 2019).
Contoh tambang batu bara di Kalimantan ternyata tidak hanya menyebabkan deforestasi, tetapi juga mempengaruhi keanekaragaman hayati di wilayah tersebut. Hutan-hutan yang terfragmentasi tidak lagi dapat mendukung populasi satwa liar yang sehat, termasuk orangutan, yang populasinya telah menurun drastis (Meijaard et al., 2018).
Pencemaran oleh bahan kimia berbahaya, limbah tambang, terutama dari tambang emas, seringkali mengandung bahan kimia beracun seperti merkuri dan sianida, yang dapat mencemari air dan tanah. Sebuah penelitian oleh Environmental Science & Technology mengungkapkan bahwa kegiatan penambangan emas di daerah Poboya, Sulawesi Tengah, menyebabkan pencemaran merkuri di Sungai Poboya yang berdampak pada kesehatan masyarakat setempat (Aspinall & Sukmara, 2019).
Kasus Pencemaran Air di Freeport, Papua. Penambangan emas dan tembaga di tambang Grasberg, Papua, yang merupakan salah satu tambang terbesar di dunia, telah mengakibatkan pencemaran berat pada sungai-sungai di sekitarnya. Menurut laporan Amnesty International (2018), limbah tailing dari tambang ini telah menyebabkan peningkatan kadar logam berat di Sungai Ajkwa, merusak ekosistem air dan mengancam kehidupan masyarakat adat di daerah tersebut.
Erosi tanah dan banjir, hilangnya vegetasi akibat aktivitas penambangan sering menyebabkan erosi tanah yang parah. Tanah yang tidak lagi tertutup vegetasi menjadi rentan terhadap erosi, yang dapat mengakibatkan tanah longsor dan banjir. Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Environmental Management menunjukkan bahwa erosi tanah akibat penambangan timah di Pulau Bangka mengakibatkan penurunan kesuburan tanah dan peningkatan sedimentasi di sungai-sungai (Pratiwi et al., 2020).
Dampak Jangka Panjang terhadap lahan Pertanian, degradasi lahan akibat tambang juga mempengaruhi pertanian di sekitar daerah tambang. Contohnya, di daerah Sulawesi Selatan, penambangan nikel telah merusak lahan pertanian, mengurangi produktivitas pertanian dan mengakibatkan penurunan pendapatan bagi petani lokal (Sembiring et al., 2017).
Kegagalan Reklamasi, meskipun banyak perusahaan tambang diwajibkan untuk melakukan reklamasi lahan, hasilnya sering kali tidak memadai. Di banyak kasus, reklamasi tidak berhasil memulihkan ekosistem seperti semula. Sebuah laporan dari Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) mencatat bahwa hanya sebagian kecil lahan bekas tambang yang berhasil direklamasi dengan baik, sementara sisanya tetap gersang dan tidak produktif (ICEL, 2020).
Hal ini juga akan dirasakan oleh masyarakat Gayo kelam. Pencemaran lingkungan di Gayo pun sudah sering terjadi, hampir semua PT yang berdiri di Gayo lues meninggal cerita tak baik, mulai dari pencemaran yang hari ini bisa disaksikan di kecamatan Rikit Gaib. Banyak pohon tumbang di wilayah ekspolatasi getah ini adalah bukti bahwa tidak ada pengawasan serius dari pemerintah.
Lantas hal baik apa yang harus kita pertahankan dari kehadiran tambang di Gayo Lues, kerusakan dan masalah sosial akan menghantui kita di masa depan. Penulis melihat dari berbagai historis yang ada bahwa wilayah tambang tak akan sejahtera kecuali yang memiliki tambang, kita bisa melihat dari tambang yang di kuasai LMR di wilayah Linge, setelah izin ekplorasi, mereka mengajak penambang ilegal untuk hadir membersamai mengeruk hasil di dalamnya dengan membawa zat kimia berbahaya.
Kiranya, masyafakat Gayo jangan latah dan ikut-ikutan melakukan aksi tambang, karena dampak buruk akan menghantam negeri seribu bukit ini. Semoga masyarakat Gayo lebih bijak mengelola alam yang begitu indah dan kaya itu.