Banda Aceh, 27 Agustus 2024* – Potretonline.com- Aliansi Bunga Darussalam yang terdiri dari mahasiswa-mahasiswa kritis dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Fakultas Pertanian, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fakultas Hukum, Fakultas Kedokteran Gigi, dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala, menyatakan sikap tegas terhadap langkah DPR RI yang berupaya menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada).
Aliansi Bunga Darusalam mengecam keras upaya tersebut sebagai bentuk pelemahan terhadap supremasi hukum dan independensi lembaga peradilan di Indonesia.
*Pelemahan Hukum dan Ancaman Demokrasi*
Korlap Aliansi Bunga Darussalam, Amru Hidayat, dalam orasinya menyampaikan bahwa keputusan MK harus dihormati sebagai manifestasi penegakan hukum yang adil.
“Keputusan MK adalah produk dari proses hukum yang sah dan mengikat. Setiap upaya untuk menganulir keputusan tersebut adalah bentuk nyata dari ancaman terhadap tatanan demokrasi dan hukum negara kita,” tegas Amru.
Ia menekankan bahwa RUU Pilkada yang diusulkan oleh DPR RI, yang secara langsung bertentangan dengan keputusan MK, tidak hanya mencederai kredibilitas lembaga peradilan, tetapi juga merampas hak masyarakat untuk memilih pemimpin secara langsung.
Menurut Amru, langkah DPR RI ini dapat membawa dampak negatif jangka panjang bagi proses demokrasi di Indonesia, menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga peradilan, dan merusak integritas hukum yang selama ini dibangun.
“Pemaksaan revisi ini hanya akan membuka pintu bagi intervensi politik dalam proses hukum, dan kita tidak bisa diam saja melihat hal ini terjadi,” imbuhnya.
*Legislasi Kontra-Publik: Ancaman Serius bagi Demokrasi*
Bunga Darussalam dengan tegas menuntut DPR RI untuk menghentikan segala upaya legislasi yang bertentangan dengan keputusan MK. Mereka mengingatkan pentingnya menghormati prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum.
“Kami berdiri untuk memastikan bahwa masa depan demokrasi Indonesia tetap berada di tangan rakyat, bukan di tangan segelintir elit politik,” kata Amru.
Pernyataan ini sejalan dengan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
Selain itu, Pasal 10 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Setiap upaya menganulir putusan ini, sebagaimana yang diupayakan oleh DPR RI, jelas melanggar prinsip-prinsip dasar tersebut.
*Aliansi Bunga Darussalam dan Perjuangan Rakyat*
Aliansi Bunga Darussalam juga menekankan bahwa perjuangan mereka tidak berafiliasi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Syiah Kuala (USK).
“Mereka bilang bahwa kami bukan bagian dari mereka, dan itu benar. Kami bergerak atas dasar inisiatif independen yang didasari oleh kesadaran akan pentingnya mempertahankan demokrasi yang sehat dan supremasi hukum yang kuat,” jelas Amru.
Aliansi ini mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk media, untuk bersama-sama menolak langkah-langkah yang melemahkan integritas lembaga peradilan dan demokrasi.
“Kami mengawal putusan MK dengan segala daya, berjuang bersama rakyat, dan kami percaya bahwa mahasiswa harus objektif dalam menilai situasi ini,” pungkas Amru.
Aliansi Bunga Darussalam, bersama dengan berbagai organisasi lain yang berbagi komitmen yang sama, menyerukan seluruh rakyat Indonesia untuk tetap waspada dan kritis terhadap segala bentuk upaya yang dapat merusak sistem demokrasi dan hukum yang telah diperjuangkan selama ini.
“Ini bukan hanya tentang RUU Pilkada, ini tentang masa depan demokrasi dan hukum di negeri ini,” tutup Amru dengan tegas.