Oleh Satria Dharma
Seringkali kita mendengar nasihat agar kita tidak sekadar memberi uang atau natura pada seseorang, karena itu akan membuatnya malas dan bergantung pada kita. Sebaiknya beri ia pekerjaan agar dengan demikian ia bisa mendapat penghasilan sendiri dan tidak perlu minta dan bergantung lagi pada kita. Tapi berapa banyak sih di antara kita yang bisa memberi pekerjaan tetap dengan gaji atau honor yang memadai bagi kehidupan seseorang?
Jadi nasihat agar memberi kail dan bukan ikan itu, sebenarnya nasihat bagi pengusaha yang punya kemampuan untuk menggaji orang. Untuk orang awam, nasihat yang pas mungkin adalah “Kalau kamu ada ikan sepotong yang bisa kamu berikan pada orang yang membutuhkan, ya berilah ikan sepotong tersebut. Kalau ikan tidak ada, maka tahu, tempe, beras, ote-ote, atau pisang goreng pun okelah sebagai gantinya.”
Seorang teman bercerita bahwa ada familinya yang rutin minta bantuannya tiap bulan. Lha gimana lagi wong familinya itu gak punya kerjaan tetap (padahal sarjana) dan punya dua anak udah gede-gede dan sekolah pula. Lama-lama dia pusing juga memberi ikan terus. Dia lalu berpikir untuk memberi kail. Untungnya ia punya teman yang bisa dimintainya tolong untuk menerima familinya bekerja di usaha temannya tersebut. Meski pun pekerjaannya tidak sesuai dengan pendidikan familinya dan mungkin gajinya tidak sebesar UMR, tapi jelas lebih besar daripada yang bisa diberikan setiap bulan oleh teman saya tersebut. Lagipula ini pekerjaan tetap yang artinya setiap akhir bulan bisa dapat gaji yang jelas jumlahnya. Teman saya dan familinya bersyukur bahwa mereka akhirnya terlepas dari lingkaran ‘meminta dan memberi ikan’ setelah familinya itu bisa ‘mancing ikan’ sendiri. Saya yang mendengar ceritanya aja ikut bersyukur kok!
Itulah sebabnya saya selalu mengagumi orang-orang yang bisa membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain. Itu artinya ia membuka kolam pancing agar orang lain bisa ikut mancing dan makan ikannya juga. Semakin banyak pengusaha atau wirausahawan, semakin makmur negara kita ini karena akan semakin banyak orang yang akan makan ikan hasil mancing sendiri.
Kapan hari saya lewat sebuah resto semacam “Gacoan” dan melihat karyawannya duduk-duduk di belakang resto tersebut menunggu pergantian shift. Saya hitung ada lebih dari 20 anak-anak muda karyawan yang sedang menunggu pergantian shift tersebut. Itu artinya paling tidak ada 40-an lebih karyawannya. Bagi saya semakin banyak sebuah usaha menyerap tenaga kerja semakin hebat dan bermanfaat usaha itu bagi banyak orang dan negara.
Cerita teman saya tadi ternyata belum selesai. Meski untuk kehidupan sehari-hari familinya sudah tidak minta lagi padanya, tapi terkadang masuk juga ‘proposal’ bantuan untuk uang sekolah anak-anaknya.
Setelah lulus Aliyah anaknya nganggur dan ingin kuliah. Untungnya kok teman saya ini punya teman yang bisa membantunya memasukkan anak ini kuliah di sebuah kampus yang bagus dengan diskon 75%. Jadi familinya itu tinggal bayar 25%. Sungguh bejo familinya itu. Wis ditulung kerjo masih ditulung nguliahno anake.
Selesai…?! Belum.
Meski tinggal 25% ternyata jumlahnya cukup besar bagi familinya yang mungkin gajinya pas-pasan untuk hidup sehari-hari saja itu. Membayar uang kuliah sebesar 5 juta rupiah setiap semester saja cukup besar bagi SANGAT BANYAK keluarga yang hidupnya dari kolam atau sungai kecil yang ikannya hanya cukup untuk dimakan hari itu saja.Jadi jangan dikira UKT 40 juta bagi dosen itu enteng saja. Itu angka yang bisa bikin banyak ortu menggeh-menggeh.
Jadi bagaimana teman saya menyelesaikan masalah familinya yang masih butuh ikan tersebut?
Ia melobi kembali temannya yang memberi potongan kuliah 75% tersebut dan meminta jika bisa sudikah kiranya agar bisa memberi potongan 100% agar anak familinya tersebut tidak perlu membayar uang kuliah sama sekali. Iki sakjane yo rodok kurang ajar. Sudah diberi potongan 75% masih nyodok lagi minta gak bayar sama sekali. Tapi namanya usaha kan boleh saja. Entah bagaimana redaksi kalimatnya dan bagaimana caranya ia merayu, tapi teman saya berhasil mendapatkan potongan 100% tersebut. Anak familinya tersebut bisa lanjut kuliah tanpa membayar sepeser pun.
And they live happily ever after… (for the moment).
Balikpapan, 27 Mei 2024
Satria Dharma