(Nuansa Ramadhan 1445 H bagi Warga Gaza, Palestina)
Oleh : Putri Balqis Vilza, S.H
Pengajar Ilmu Pengetahuan Sosial, Sekolah Islam Cendekia AnakBangsa Ulee Kareng.
Bulan Ramadan baru saja berlalu. Banyak pelajaran penting yang kita petik dan pelajari pada momentum bulan suci itu. Kita belajar bagaimana umat Islam di sekitar kita menjalankan ibadah puasa, juga tidak kalah penting pelajaran yang diberikan oleh umat Islam di Palestina kepada kita, umat Islam di Indonesia dan di Aceh khususnya.
Bulan Maret 2024, seluruh umat Islam di berbagai belahan dunia sedang menjalankan ibadah puasa Ramadhan 1445 Hijriah. Bulan yang paling dirindukan, bulan yang penuh kemuliaan dan keberkahan, bulan di mana setiap amal shalil akan dilipatgandakan pahalanya, serta bulan terdapat perintah untuk menjalankan ibadah puasa.
Sebagaimana Firman Allah Ta’ala dalam Surat Al-Baqarah ayat 183 yang artinya. “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagimana diwajibkan atasorang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Perintah puasa pada bulan Ramadhan ialah kewajiban bagi setiap umat muslim, baik umat terdahulu, kini, maupun yang akan datang sebagai salah satu pemenuhan dari rukun Islam.
Berdasarkan hasil sidang Isbat MUI pada Minggu(10/3/2024), Warga Indonesia secara resmi mulai berpuasa pada hari Selasa, (12/3/2024). Meski ada juga beberapa kalangan yang berpuasa pada hari Senin dikarenakan perbedaan metode yang digunakan ketika mengamati hilal.
Sebagian negara di Eropa dan Timur Tengah sepertiTurki, Inggris, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, serta Palestina menetapkan 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada hari Senin, (11/3/2024). Bulan sabit (Hilal) telah terlihat dari wilayah geografis negara-negara tersebut. Maka terhitung sejak senin malam itu, banyak umat Islam mulai menyambut Ramadhan dengan berbagai amalan khasnya. Pun demikian halnya di Palestina. Memang Ramadhan tahun itu tidak sama seperti tahun-tahun sebelumnya bagi raykat Palestina. Mereka harus rela kehilangan orang-orang tercinta, tempat kediaman mereka luluh lantak, masjid-masjid hancur lebur, bahkan saluran bantuan, baik pangan dan papan untuk dapat menjalani keseharian sangat dibatasi sampai saat ini.
Warga Palestina mulai menjalankan shalat tarawih pada hari Senin. Mereka beribadah tepat di samping reruntuhan masjid Al-Faraoud, Rafah, Gaza yang telah dibom oleh Israel. Imam serta makmum terlihat salat dengan kusyuk, walau di bawah bayang-banyang serangan yang bisa datang kapanpun dan di manapun, tanpa toleransi terhadap kondisi apapun.
Pemutusan arus listrik membuat warga harus shalat dalam keadaan gelap gulita, dan tanpa alas yang layak. Walau dingin malam menusuk sampai ke tulang, dan ancaman selalu mengintai, namun sedikitpun tidak membuat mereka gentar dalam menunaikan panggilan Ilahi, Allahu Rabbi.
Ramadhan tahun ini memang terasa sangat kelam dan pahit bagi warga Gaza Palestina. Berbagai kabar terkini dari Gaza beberapa pekan terakhir telah membuka mata dunia bahwa Genosida yang dilakukan Israel tidak sebatas pengeboman serta penembakan. Namun juga pemutusan pasokan pangan terhadap masyarakat setempat. Sehingga warga Palestina tidak memiliki air serta makanan yang cukup untuk mampu bertahan hidup. Operasi militer Israel ke Gaza sudah menimbulkan peningkatan indeks kelaparan di area Gaza. Belum lagi dikutip dari pernyataan Fikri Rofiul Haq, Relawan MER-C Asal Indonesia yang berada di Gaza. Saat ini ada 700.000 warga Gaza yang terjangkit penyakit menularseperti diare dan flu dikarenakan kondisi pengungsian yang tidak kondusif.
Ketakutan Israel terhadap bulan Ramadhan adalah hal yang nyata. Sebagaimana pernyataan Amichai Eliyahu yang menyerukan untuk “menghapus” bulan Ramadhan dan mengabaikan ketegangan di Tepi Barat serta Yarussalem Timur. “Apa yang disebut sebagai bulan Ramadhan harus dihilangkan, dan ketakutan kita terhadap bulan ini juga harus dihilangkan” ungkap Menteri Warisan Israel tersebut, seperti dikutip Anadolu Agency.
Ramadhan adalah bulan keberkahan. Seluruh umat Islam mengimani hal tersebut. Tidak heran walau dalam keterbatasan dan situasi mencekam. Warga Gaza Palestina tetap menyambut kedatangan bulan suci dengan suka cita. Mereka menghias sudut-sudut tenda pengungsian dengan ornamen Ramadhan. Muda-Mudi dan anak anak terdengar bersemangat menyanyikan lagu “Halo ya Halo”, sebuah lagu berbahasa Arab tentang Ramadhan.
MasyaAllah.. Tidaklah ujian dahsyat yang mengancam nyawa dan merobek jiwa membuat warga Palestina kufur nikmat. Mereka tetap menjalankan puasa meski di bawah tekanan. Bahkan Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan para petugas medis di Palestina menjalankan puasa tanpa sahur. Siangnya mereka tetap penjalankan pengabdian kepada masyarakat seperti biasa. Siapa yang bisa menjamin mereka mendapatkan makan dan minum untuk berbuka ? Jagalah mereka ya Tuhan Kami… Puasa di bulan Ramadhan melatih kita untuk meningkatkan derajat takwa. Rasulullah Saw. Bersabda :
“Barangsiapa beribadah (menghidupkan) bulan Ramadhan dengan iman dan mengaharap pahala, maka Allah akanmengampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR Bukhari dan Muslim). Berdasarkan sabda Rasulullah tersebut, sudah sepatutnya sebagai umat Islam kita senantiasa mengisi setiap waktu di bulan suci dengan berbagai amal kebaikan semata untuk mendapatkan keridhaan-Nya.
Menahan haus dan lapar hanya bagian terluar dari ujian di bulan suci, hakikat yang dicari adalah mampu menahan seluruh hawa nafsu yang menjerumuskan kita pada jurang kehancuran. Bercermin pada kegigihan warga Palestina dalam menyambut serta menjalankan ibadah di Bulan Ramadhan, keterbatasan tidak menjadi penghalang untuk beribadah.
Iman dan takwa adalah kunci kesuksesan, baik dunia dan akhirat. Semoga kita dapat memaksimalkan ibadah dan semoga seluruh umat Islam Allah angkat derajatnya sehingga mampu mencapai kemenangan baik lahir maupun batin.
Terima kasih.