Oleh Zulkifli Abdy
Menjelang tengah malam, pada hari kedua tahun 2024, betapa terkejutnya saya ketika menerima kabar, bahwa Rizal Ramli, seorang ekonom senior Indonesia itu telah berpulang ke haribaan Ilahi.
Sontak saja, saya teringat sebait lagu yang pernah digubah oleh Titiek Puspa;
Berita menggelegar aku terima
Kekasih berpulang ‘tuk selamanya
Hancur luluh rasa jiwa dan raga
Tak percaya tapi nyata.., dst.
Demikianlah sebait lagu itu, yang tiba-tiba saja hadir dalam lamunan saya setelah menerima berita bahwa Rizal Ramli meninggal dunia.
Sebagai awam tentu saja saya tidak mengenal almarhum secara dekat, tetapi setidaknya saya telah mengetahui dan mengikuti kiprahnya sebagai seorang ekonom yang juga mantan aktivis itu sejak lama.
Rizal Ramli bukan ekonom biasa, pendiri Econit (1992), sebuah lembaga pengkajian ekonomi itu bicaranya lugas, blak-blakan, menyengat dan terkadang penuh canda.
Pemikiran-pemikirannya yang cerdas terhadap pembangunan bangsa, terutama di bidang ekonomi tak diragukan lagi.
Mungkin hanya orang-orang yang tak ingin bangsa Indonesia maju yang berdaulat secara ekonomi dan bermartabat sebagai bangsa yang tidak menyukainya.
Sebagai mantan aktivis, gaya bicaranya yang lantang tanpa tedeng aling-aling, dan tak jarang menohok dengan argumen-argumen tajam berbasis data yang kuat, telah menjadi ciri khasnya.
Rizal kerap menggunakan kosakata yang khas miliknya, seperti “kepret”, untuk menunjukkan sesuatu yang dia pandang sudah sangat keterlaluan.
Integritas dan independensi dirinya yang tinggi, dan penguasaan ilmu terutama ekonomi, telah menempatkan dirinya sebagai seorang ekonom yang disegani, bukan hanya di dalam negeri, dan juga di mancanegara.
Bahkan dunia internasional sangat menghargai dan memperhitungkannya, serta mengagumi kepiawaiannya sebagai ekonom dan negosiator.
Rizal Ramli tak jarang pula diundang ke luar negeri, atau melakukan negosiasi dengan negara lain seperti Amerika dan Jepang, termasuk untuk memperjuangkan posisi tawar Indonesia bidang ekonomi dengan negara-negara maju tersebut.
Kecintaannya terhadap bangsa Indonesia tak perlu diragukan lagi, baginya untuk kepentingan dan kemajuan bangsa tidak ada kata tawar-menawar, hal mana kerap pula membuat dirinya tidak disukai oleh kelompok-kelompok tertentu.
Tidak berlebihan kalau kita menyebut Rizal Ramli sebagai ekonom langka, yang berani mengatakan “tidak” terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat.
Sungguh bangsa Indonesia telah kehilangan salah seorang putra terbaik, dan Rizal justru berpulang saat dimana bangsa ini sangat membutuhkan pemikiran-pemikirannya.
Tetapi tidak ada kehilangan yang tidak meninggalkan hikmah, mungkin di sanalah rahasia Ilahiyah yang patut kita yakini.
Semoga akan lahir ekonom-ekonom lain yang akan meneruskan cita-cita mulia Rizal Ramli sebagai anak bangsa.
Apalagi Indonesia yang sangat kaya dalam hal sumberdaya, termasuk sumberdaya manusia, tentulah kita akan selalu merasa optimis dalam menghadapi tantangan dimasa mendatang.
Selamat jalan bung Rizal, semoga Allah, Tuhan yang maha kuasa akan menyediakan tempat yang mulia bagimu di surga jannatun na’im.
Innalillahi wainna ilaihi rajiun.
“DariNya engkau datang, dan kepada-Nya pula engkau berpulang”.
(Banda Aceh, 3 Januari 2024)