Oleh Tabrani Yunis
Bagaimana kuliahmu Nak, tanya sang ayah pada anaknya yang sedang kuliah di sebuah Perguruan Tinggi ternama di ibu kota Provinsi. Sang anak dengan bangga menjawab, mata kuliah sudah habis ayah. Sudah beres semua. IPK pun sangat memuaskan. Sekarang tinggal menyelesaikan skripsi saja. Saya sedang cari judul skripsi dulu ayah. Kalau nanti sudah dapat judulnya, saya akan ajukan kepada dosen. Kalau judul itu disetujui, saya akan segera menyelesaikannya, tutur sang anak.
Cerita di atas, hanya sebuah ilustrasi, namun bukan cerita fiksi. Ini adalah cerita yang selama ini sering kuta dengar terucap dari mulut orang -orang yang menyandang status mahasiswa, walau tidak semua mahasiswa. Ya, sesungguhnya ungkapan -ungkapan sedang cari judul, sudah bukan rahasia lagi. Ya, sudah sangat sering kita dengar di kalangan mahasiswa. Apalagi di kalangan mahasiswa yang sedang mendapat tugas menulis, termasuk menulis skripsi. Pertanyaan kita adalah mengapa banyak yang mencari judul? Apakah ketika menulis skripsi yang harus ada atau syarat utama adalah judul dahulu?
Faktanya, banyaknya mahasiswa yang mencari judul skripsi bisa disebabkan oleh banyak hal. Pertama adalah karena rendahnya pemahaman tentang penulisan skripsi. Sehingga tidak tidak tahu dari mana memulai menulis sebuah tulisan, yang apalagi yang bernama skripsi. Juga ada kemungkinan tidak mengenali format penulisan skripsi tersebut. Ke dua, bisa jadi,semasa kuliah atau semasa di SMA, kala mendapat tugas menulis artikel, makalah atau sejenisnya, tugas itu tidak dibuat atau ditulis dengan jujur. Misalnya tinggal meminta orang pintar yang menulis, lalu diberikan imbalan. Di sini, mental mahasiswa adalah mental budaya instant dan kurang, malah tidak jujur. Orientasinya hanya mengejar angka, yakni nilai rapor atau KHS, tanpa perlu ilmu dan ketrampilan.
Ke tiga, siswa dan mahasiswa terperangkap dalam zona yang membungkam sikap kreativitas. Tidak bisa berfikir out of the box, sehingga mematikan kemampuan memilih dan berkreasi serta innovasi. Akibatnya, untuk menulis sebuah artikel saja tidak mampu. Ke empat, sejalan dengan hadir dan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, semakin mudahnya akses internet, para siswa dam mahasiswa merasa semakin mudah dan membodohkan mereka dalam menulis.
Nah, apa yang mereka lakukan adalah bukan menulis artikel atau skripsi, tetapi comot kalimat orang menjadi isi tulisan sendiri. Comotan itu yang kita sebut dengan Copy paste, sering terasa sangat indah, karena itu bukan kalimat sendiri, tetapi kalimat orang lain yang dalam terminologi menulis disebut dengan plagiasi. Lebih parah lagi saat ini ketika hadir chat Gpt yang merupakan wujud dari artifisial inteligence atawa AI, yang sangat membantu setiap orang memiliki tulisan, telah semakin memudahkan orang menjadi semakin bodoh, karena otak yang dianugerahi Allah untuk berfikir, sudah tidak digunakan sebagaimana layaknya.
Ke lima, bisa jadi tidak mendapatkan bimbingan yang benar dari guru atau dosen pembimbing. Anehnya lagi, ketika proposal skripsi disidangkan, yang sering ditanya oleh sang dosen juga” Apa judulnya”, bukan apa tema yang diangkat atau masalah apa yang akan dibahas. Runyam, bukan ?
Tentu saja runyam, karena penyakit mencari judul itu memang begitu kronis yang menyebabkan banyak mahasiswa mencari jalan pintas untuk menyelesaikan tugas akhir dan bila perlu tidak perlu sidang, langsung dapat nilai dan ijazah. Celakanya, setelah dapat ijazah, ijazah hanya tinggal sebagai dokumen atau bukti pernah kuliah dengan predikat sebagai sarjana, tapi sarjana kosong.
Itulah beberapa kemungkinan yang sesungguhnya muncul, sebagai masalah yang muncul di permukaan puncak Gunung es, yang harusnya digali lagi akar masalahnya. Karena akar masalah sebenarnya adalah pada rendahnya kemampuan literasi para siswa dan mahasiswa, bahkan kebanyakan guru dan dosen. Karena semua ini mengindikasikan bahwa kemampuan membuat atau menulis skripsi di kalangan mahasiswa masih menjadi hal yang membingungkan. Mengapa demikian? Ya, dikatakan demikian karena seharusnya ketika ingin menulis atau membuat skripsi, seharusnya diawali dengan ide atau gagasan untuk mencari masalah yang akan diangkat atau diulas dengan menggunakan pisau analisis penulisan sebuah skripsi. Apalagi dalam menulis skripsi sebenarnya sudah ada format yang diikuti mulai dari Judul hingga pada kesimpulan dan saran.
Sekali lagi, masih banyaknya siswa dam mahasiswa yang mencari judul tulisan atau skripsi adalah sebuah masalah di dunia pendidikan kita, terutama pendidikan tinggi yang menyebabkan Menteri Pendidikan dan kebudayaan, Riset dan teknologi (Mendisbukristek) Nadiem Anwar Makarim turun tangan dan mengeluarkan Permendikbudristek nomor 53 tahun 2023 yang tidak mewajibkan lagi menulis skripsi dan diberi beberapa alternatif. Namun, kepmen itu sendiri terlihat tidak bisa langsung applicable, karena tidak semua universitas siap melaksanakannya.
Oleh sebab itu, harus ada harus ada upaya untuk meningkatkan kemampuan literasi para mahasiswa di universitas, sehingga secara perlahan atau berevolusi, kemampuan menulis artikel dan skripsi mahasiswa akan meningkat. Sehingga menulis skripsi, tanpa judul pun, asal tema dan masalah yang ditulis cukup jelas dibahas atau dianalisis dengan berbasis data serta metodologi yang digunakan, akan menjadi mudah untuk diwujudkan dalam sebuah skripsi yang asli, bukan jiplakan atau comotan dan plagiasi.
Walau sesungguhnya cari judul, memang fenomena yang telah sangat popular di tengah kehidupan siswa dan siswa yang sedang mengecap pendidikan di jenjang pendidikan menengah dan perguruan tinggi, di mana populernya ungkapan ini sejalan dengan adanya tugas menulis yang diberikan guru maupun dosen. Mencari judul, terkait dengan aktivitas menulis. Memang dalam realitas seharian banyak penulis yang ketika ingin atau akan menulis sebuah artikel, atau makalah, bahkan skripsi memulai dengan menuliskan judul lebih dahulu. Lalu dilanjutkan dengan ulasan. Namun, judul dan ulasan tidak akan lahir, apabila tidak ada masalah yang akan ditulis. Akibatnya, banyak yang mengalami stagnan atau berhenti, karena tidak secara holistik menemukan masalah atau isu yang akan ditulis.
Idealnya, seorang calon sarjana yang akan menyusun skripsi belajar, sudah lebih dahulu mencari tema atau masalah yang akan dibahas dan kemudian mempelajari tentang cara membuat skripsi.Pertanyaannya, kapan pembelajaran itu dimulai. Jawabannya sederhana sekali, ya jauh sebelum mendapat tugas menulis skripsi seorang mahasiswa harus membiasakan diri menulis artikel atau essay. Ketika menulis sebuah artikel atau essay, tentu ia akan mencari ide tulisan. Ya, ide itu tentu dalam bentuk masalah yang akan ditulis, bukan mencari judul. Sebab untuk membuat judul adalah pekerjaan yang sangat mudah, yang bisa dijadikan alternatif pada saat proses menulis, atau setelah selesai menulisnya. Mudah, bukan?