Oleh Tabrani Yunis
Akhirnya pemerintah melakukan tindakan terhadap TIK Tok, tidak berjual beli di Tik Tok shop. Per Rabu, 4 Oktober 2023, TikTok Shop, fitur jual beli dari media sosial TikTok, resmi ditutup di Indonesia. Penutupan TikTok Shop tersebut menyusul kebijakan baru pemerintah yang tidak mengizinkan social commerce berdagang, tetapi hanya sekadar berpromosi ( Kompas.com, 6 Oktober 2023). Sebuah keputusan yang memberikan jaminan kepada pedagang atau pengusaha lokal atau tradisional di tanah air dari serangan ekonomi global.
Ya, dalam praktiknya Tik Tok melakukan dagang yang dianggap merusak pasar dengan cara menjual barang dengan harga yang sangat murah, terjun bebas dan mudah yang sangat mengganggu pasar, baik modern maupun traditional. Bahkan mematikan UMKM yang sedang diupayakan Pemerintah untuk menghidupkan ekonomi dari level bawah. Wajar saja kalau banyak pasar traditional besar dan kecil menjadi sepi. Sepinya pasar di mana-mana, akhirnya menjadi masalah dalam dunia perdagangan di tanah air.
Tak dapat dimungkiri bahwa di sana sini, banyak terdengar cerita miris dan mengagetkan. Bukan hanya mengagetkan, tetapi memprihatinkan. Bayangkan sajalah ya. Tanah Abang, pasar besar yang selalu ramai dengan pengunjung yang sering sesak dan berdesak melewati lorong-lorong di setiap lantai Pasar Tanah Abang itu, dikabarkan oleh sejumlah media dan bahkan lebih heboh di media sosial yang memang dimiliki oleh setiap orang.
Seperti dipaparkan oleh CNBC Indonesia, “ Tidak seperti kondisi Pasar Tanah Abang biasanya yang selalu dipadati oleh pengunjung, kini terlihat sepi, bahkan ruang gerak yang biasanya padat sekarang menjadi lengang. Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) bahkan mengungkapkan ada fenomena pedagang di Pasar Tanah Abang satu per satu gulung tikar. Para pedagang tekstil tersebut mengalami nasib serupa dengan banyak pedagang tekstil di pasar-pasar tradisional di Indonesia.” Sangat memprihatinkan, bukan?
Ya, tentu sangat memprihatinkan, karena dengan sepi atau lengangnya Tanah Abang, mematikan banyak kegiatan ekonomi, baik besar, Menengah dan apalagi usaha kecil? Dampaknya sangat lah dahsyat. Otomatis, Tanah Abang yang selama ini menjadi salah satu sumber perputaran uang yang sangat besar karena padatnya pembeli yang datang, lalu berubah sepi atau lengang, bagaimana uang bisa berputar? Jadi macet, bukan?
Sepi adalah representasi dari kondisi macetnya ekonomi pasar. Karena gencarnya penjaualan lewat Tiktok dan platform bisnis online lainnya, banyak pihak yang ikut terdampak, pengusaha yang biasanya makmur dengan omzet setiap harinya, ketika pasar Tanah Abang sepi, atau pasar-pasar lainnya tidak banyak pembeli, maka omset berkurang, malah minus. Akhirnya mengurangi kemampuan membayar pajak dan lain-lain. Bukan hanya itu, nasib pekerja yang menggantungkan hidup dari bekerja di sektor pramuniaga akan terancam kehilangan Pekerjaan dan lain-lain.
Kondisi pasar yang sepi atau lengang juga terjadi di daerah-daerah, termasuk Aceh. Ya, di Aceh pun, bukan saja di pusat-pusat pasarbesar seperti di pasar Aceh, tetapi juga di daerah Kecamatan, seperti di Pasar Manggeng, Aceh Barat Daya. Begitu pula di pasar Aceh, belakangan ini disebut-sebut sedang dalam masa paceklik, ya usaha dagang mereka kurang pembeli. Pasar terasa sepi sehingga berdampak pada banyak hal, termasuk para pekerja yang mencari rezeki sebagai pelayan atau penjaga toko. Banyak yang harus keluar atau dikeluarkan karena tidak sanggup membayar gaji. Kasihan bukan?
Betapa tidak kasihan. Bayangkan saja di tengah naiknya harga barang-barang dan harga BBM, rendahnya income atau pendapatan masyarakat, menambah buruknya wajah pasar tradisional kita. Cobalah lihat apa yang sedang dirasakan oleh masyarakat kita terkait masalah pangan. Ya, naiknya hargaberas, pasti pengaruhnya tidak hanya di kalangan masyarakat kecil, tetapi juga bagi kalangan pegawai pemerintah dan swasta.Apalagi selama ini yang sudah menjadi rahasia umum bahwa para pegawai negerisipil banyak terlilit utang di bank yang membuat uang gajinya tidak pernah utuh dan cukup dibawa pulang, untuk dibelanjakan kebutuhan rumah tangga. Semua ini membuat daya beli masyarakat melemah dan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Akibatnya, pasar juga sepi.
Bagi banyak pengusaha, terutama kalangan UMKM dan sektor ekonomi lainnya, gencarnya penjualan lewat aplikasi Tik Tok, Shopee dan lain-lain membuat para pelaku ekonomi mikro juga sepi dan memaksa mereka harus menutup usaha, karena kalah bersaing. Akibatnya pelaku UMKM tida mampu membayar upah para pekerja. Dalam kondisi ini, banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan yang berujung pada meningkatnya jumlah pengangguran. Biasanya ketika meningkatnya jumlah pengangguran akan berdampak terhadap kasus-kasus kejahatan atau kriminal. Oleh sebab itu, langkah pemerintah menghentikan Tik Tok shop merupakan wujud kepedulian Pemerintah terhadap para pedagang dan atau UKM di tanah air. Namun,muncul pula pertanyaan baru, “Apakah dengan ditutupnya Tik Tok Shop tersebut akan bisa menggeliatkan pasar-pasar tradisional tersebut?” Apakah Tanah Abangatau pasar Aceh dan pasar-pasar tradisional lainnya akan penuh sesak seperti dahulu? Belum ada jaminan. Apalagi, pasar online selama ini sudah mendapat tempat di hati masyarakat kita, semakin sulit rasanya untuk mengembalikan suasana ramai seperti dahulu.
Semua tahu bahwa selama ini gencarnyapenjualan di Tik Tok shop memang begitu hebat dan menggiurkan. Selain murah, juga mudah dan tidak perlu lelah serta mengeluarkan uang ekstra, seperti uang parkir, minyak kendaraan, dan lain-lain. Masyarakat kita sudah manja dan suka yang instan. Sehingga, walau tidak berbelanja di Tik Tok, masih ada Shoppee, beli-blu, Tokopedia, bukalapak dan lain-lain. Belanja lewat aplikasi di toko online, memberikan banyak kemuduhan dan lebih enak. Bukan hanya itu, sistem pembayaran yang ditawarkan juga lebih beragam dan memudahkan serta memanjakan. Selain itu, ada rasa bangga menerima kiriman paket belanja online. Hal-hal yang berkaitan dengan psikologis pembeli begini menjadi tantangan berat bagi pedagang yang belum menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan memudahkan hidup.
Para pedagang, termasuk UMKM mungkin saat ini merasa terbantu dengan adanya larangan dari pemerintah Indonesia atasberoperasinya penjualan produk lewat Tik Tok shop, namun percayalah bahwa pelarangan itu bukanlah jalan keluar yang benar-benar mampu menghidupkan kembali kondisi pasar Tanah Abang, Pasar Aceh dan pasar-pasar tradisional lainnya di tanah air. Dikatakan demikian, karena masih banyak platform media sosial lain yang melakukan penjualan online. Semua ini ikut memengaruhi kondisi pasar. Oleh sebab itu, ketika larangan itu diberlakukan, para pedagang atau pelaku usaha harus mampu membangun kemampuan berdaing. Apalagi di tengah gencarnya gempuran produk-produk murah dari Cina,setiap pengusaha, UMKM dan lain-lain harus mampu melakukan usaha pembenahan usahadengan cepat.
Lalu, langkah apa yang harus diambil oleh pemerintah saat ini? Tentu saja di samping melarang, sekaligus harus menyiapkan para pedagang, pelaku binis untuk berlari mengikuti perubahan percaturan ekonomi global. Selain itu, pemerintah harus lebih cepat menyikapi persoalan sepinya pasar. Pemerintah pun harusnya bisa lebih cepat mengantisipasi hal – hal sepert ini. Namun yang lebih penting lagi adalah meningkatkan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang rendah, sangatlah rentan terhadap berbagai persoalan sosial. Daya beli yang rendah, sesungguhnya menjadi penyebab sepinya pasar besar, menengah dan kecil di tanah air. Pemerintah perlu mengevaluasi sistem peminjaman uang di Bank yang selama ini terjerat utang di bank. Ketika para pegawai sipil sudah terjerat utang di bank – bank atau lembaga keuangan mikro, selama itu pula daya beli menurun. Sudah selayaknya pemerintah menaikan gaji PNS atau ASN agar mereka memiliki uang yangcukup untuk dibelanjakan di pasar. Sehingga pasar pun ikut terbantu. Sayangnya, kenaikan gaji PNS dan Pensiunan di negeri ini dikalahkan oleh naiknya harga barang. Sehingga, para PNS dan Pensiunan selalu dalam kondisi kekurangan dan tak mampu berbelanja. Ujung-ujungnya tetap menimbulkan masalah sepinya pasar tradisional dan lainnya. Kerena kemampuan masyarakat hanya mampu membeli barang-barang murah yang ditawarkan di pasar online. Namun, hal yang penting juga harus dimiliki dan dijalankan oleh masyarakat adalah membangun sikap bijak berbelanja di era digital ini. Jangan besar pasak dari tiang.
Tabrani Yunis
Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh