Oleh Tabrani Yunis
Sore Kamis. 24 Agustus saya memenuhi undangan untuk dari Diskominfo dan Persandian Aceh di Oen Kupi, di kawasan Batoh, Banda Aceh. Undangan sebagai narasumber dalam acara “ Ngobrol Seputar Opini” atau disingkat dengan “ Ngopi”, yang disiar langsung oleh stasiun radio swasta Jati FM di gelombang 103.6 FM yang menjangkau wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar, serta radio City di kawasan Lhok Seumawe.
Acara ngobrol seputar Opini atau Ngopi kali ini mengangkat tema mengenal Merdeka Belajar dengan menghadirkan 3 orang narasumber masing-masing Nilawati, kepala SMA Negeri 1 Banda Aceh, John Abdi, Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan Aceh, dan saya sendiri sebagai pengamat atau pemerhati pendidikan. Acara yang disiarkan langsung oleh dua radio itu secara langsung juga dihadiri oleh sejumlah siswa SMA, MAN dan mahasiswa dari Universitas Syiah Kuala (USK) dan peserta lain dari beberapa sekolah. Bahkan juga dihadiri oleh perangkat desa Batoh, Banda Aceh. Tentu saja hadir dari pihak penyelenggara sendiri, dari Dinas Kominfo dan persandian Aceh. Pokoknya lumayan ramai dan semarak.
Acara ngobrol yang dimoderatori oleh Yayan Zamzami memulai obrolan dengan meminta kepala SMA Negeri 1 Banda Aceh memaparkan tentang pengalaman pertama menjalankan kurikulum merdeka dan juga ketika menjalankan peran sekolah sebagai sekolah penggerak. Sebagaimana kita ketahui bahwa kurikulum Merdeka, konsep merdeka belajar merupakan kurikulum yang usianya masih seumur jagung. Ya, kurikulum yang hadir di masa Mas Nadiem Anwar Makarim dipercayakan oleh Jokowi sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi ( Mendikbudristek) RI.
Sudah menjadi tradisi dan pameo “ Ganti Menteri, Ganti Kurikulum”. Maka, begitu pula halnya dengan Mas Menteri Nadiem Anwar Makarim ini. Sebagai sosok yang popular di dunia IT, karena dianggap berhasil di Gojeknya, maka popularitasnya membawa berkah sebagai menteri pendidikan di era Jokowi dan Makruf Amien. Ya, tidak kalah pula beliau dibandingkan dengan Menteri Pendkdikan yang pernah menggelindingkan konsep link and match, Prof Wardiman, maka Nadiem Anwar Makarim dengan harapan membawa pendidikan di Indonesia mampu menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat ke masa depan yang serba digital ini.
Sebagai kurikulum baru dengan membawa strategi pendidikan yang membebaskan atau memerdekakan itu, tentu tidak secara serta merta bisa dijalankan. Walaupun berbagai macam nomenklatur, juknis dan juklak sudah dikeluarkan, berbagai aplikasi sudah diluncurkan dan sejumlah guru penggerak, sekolah penggerak hingga pengawas penggerak sudah disiapkan, namun pemahaman semua orang tentu belum sama. Karena pemahaman dan persepsi orang sangat tergantung pada seberapa banyak referensi yang sudah dipelajari tentang kurikulum merdeka dan merdeka belajar itu. Artinya, masih dicahayai dengan cara yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, perlu upaya untuk menyamakan visi, misi, persepsi mengenai konsep kurikulum merdeka dan merdeka belajar. Ini sangat penting agar semua memiliki pemahaman yang sama, dan bisa melibatkan semua stakeholder dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka dan merdeka belajar tersebut.
Saat ini, jangankan masyarakat umum yang kurang memahami konsep yang menggunakan terminologi Merdeka tersebut, para praktisi pendidikan saja masih belum seirama. Masih banyak simpang siur dalam memahami konsep itu. Apalagi membaca sendiri semua nomenklatur, juknis dsn juklak serta berbagai macam aplikasi yang sudah disiapkan untuk mengimplementasikan konsep ini. Tentu masih banyak hambatan yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kurikulum merdeka tersebut. Hal ini juga diakui oleh narasumber yang selama ini menjadi pengawas dan tenaga Trainer di Dinas pendidikan Aceh, John Abdi. Artinya masih banyak hal yang harus dipersiapkan agar kurikulum Merdeka bisa berjalan sesuai dengan harapan.
Nah, ngobrol sambil ngopi yang diselenggarakan oleh Diskominfo dan Persandian Aceh ini, yang hanya dilaksanakan dalam waktu yang singkat, di satu sisi memang bagus karena ikut secara partisipatif mennsosialisasikan kurikulum Merdeks dan konsep merdeka belajar. Paling tidak, para peserta dan pendengar kedua radio yang menyiarkan acara tersebut bisa mendapatkan pemahaman baru mengenai tema Merdeka belajar dsn kurikulum Merdeka. Semoga kegiatan semacam ini juga akan terus dilakukan karena bisa menjadi katalisator sosialisasi dan distribusi informasi mengenai hal ini serta hal -hal yang aktual yang perlu diketahui publik. Kegiatan ini juga ikut berkontribusi membangun kepedulian dan sikap kritis masyarakat menyikapi masalah aktual.