Oleh : MUHAMMAD YUNUS, S.Pd, M.Si
Kepala Sekolah Penggerak SD Krueng Ukam II, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya
KEWAJIBAN guru ialah bisa membaca dan mengidentifikasi berbagai bakat, potensi, gaya belajar, dan kecerdasan siswa. Diakui atau tidak, suka atau tidak, kita temukan masih ada pembelajaran yang dilakukan sebagian sekolah masih bersifat monoton, berpusat pada guru, tidak bersifat kontekstual dan maaf berorientasi pada pengetahun kognitif saja.
Menghadirkan pembelajaran yang ideal menjadi keinginan semua satuan pendidikan, baik sekolah dasar, sekolah menengah pertama, hingga sekolah menengah atas, sesuai tujuan Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003.
Seluruh materi dari kompetensi dasar Permendikbud Nomor 37 tahun 2018 disampaikan guru dan siswa dengan mencapai level kognitif dan ketrampilan sampai level C6. Mempunyai karakter sesuai dengan Permendikbud Nomor 20 tahun 2018 mengenai penguatan pendidikan karakter.
Pembelajaran yang menggembirakan, berbasis aktivitas dan projek, mampu mengembangkan daya nalar, dan menguasai literasi. Namun harapan di atas, belum tercapai.
Hal tersebut terbaca dari ketidakmampuan siswa dalam menguasai materi, partisipasi siswa yang rendah, siswa tidak mampu berkomunikasi dan merumuskan solusi dari permasalahan yang diberikan guru.
Sebagian guru perasaannya merasa biasa apabila siswa lebih aktif dan guru hanya jadi penonton kepintaran anak didik di bidang kemajuan IT. Sebagian guru hanya menjadi pemberi nilai saat penerimaan rapot, asal masuk kelas tanpa memperhatikan daya serap siswanya.
Lalu, bagaimana kita membumikan ‘guru penggerak’ sebagai suatu terobosan yang memajukan pendidikan berkemajuan, tidak memunculkan ‘kasta’ baru di antara guru di era industri 4.0 menuju masyarakat 5.0.
Guru penggerak diluncurkan sejak dua tahun lalu oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang digawangi menteri Nadiem Makarim.
Posisi guru sangat penting sebagai agen pelopor perubahan untuk para siswanya. Guru tidak akan tergantikan posisinya walaupun membanjirnya laju teknologi semakin masif di ruang pendidikan. Guru penggerak (GP) secara sadar menguatkan Profil Pelajar Pancasila (dan nilai-peran GP) dalam dirinya demi menumbuhkan Profil Pelajar Pancasila pada murid-muridnya.
Adapun visi guru penggerak, “Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.” (Ki Hajar Dewantara).
Sementara itu, guru penggerak mengelola perubahan yang positif. Menjadikan sekolah rumah kedua, sebagai rumah yang aman, nyaman dan bermakna bagi murid sepertinya sudah menjadi hal yang umum diinginkan semua pihak. Perlu perubahan yang mendasar dan upaya yang konsisten. Itulah salah satu tujuan visi, yaitu untuk mencapai perubahan yang lebih baik dari kondisi saat ini.
Visi membantu kita untuk melihat kondisi saat ini sebagai garis start dan membayangkan garis finish seperti apa yang ingin dicapai. Perubahan yang positif dan konstruktif di sekolah biasanya membutuhkan waktu dan bersifat bertahap. Oleh karena itu, sebagai pemimpin, guru hendaknya terus berlatih mengelola diri sendiri sambil terus berupaya menggerakkan orang lain yang berada di dalam pengaruhnya untuk menjalani proses perubahan ini bersama-sama. Hal ini perlu dilakukan dengan niatan belajar yang tulus demi mewujudkan visi sekolah. Mewujudkan visi sekolah diperlukan pendekatan atau paradigma sebagai alat untuk mencapai tujuannya.
Guru penggerak bisa melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan dampaknya untuk murid-murid. Guru penggerak dapat mengetahui dan menerapkan disiplin restitusi di posisi monitor dan manajer agar dapat menciptakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman. Guru penggerak dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka atas penemuan diri yang didapatkan dari mempelajari lima posisi pengendalian.
Melalui serangkaian riset dan bersandar pada teori Kontrol Dr William Glasser berkesimpulan ada lima posisi yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol; penghukum, pembuat orang merasa bersalah, teman, monitor (pemantau), dan manajer.
Model pembelajaran jika tujuan akhir sekolah adalah student learning, tidak ada jalan lain kecuali semua guru siap belajar sepanjang hayat, ikhlas dan mau introspeksi, agar marwah guru tidak rontok di tengah wacana ilmu dan perkembangan jaman mendatang.
Guru penggerak membangun pendidikan berkemajuan dengan pembelajaran paradigma baru. Guru melakukan asesmen belajar murid, mengelompokan siswa dengan kemampuannya, menyiapkan perangkat ajar, melaksanakan refleksi dan tindak lanjut hasil refleksi, menerapkan model pembelajaran yang bervariasi.
Nah, agar mampu bertahan pada era ke 21, model pembelajaran harus menghadirkan pembelajaran abad 21. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar yang menyangkut sintaksis, sistem sosial, prinsip reaksi dan sistem pendukung (Joice & Wells).
Sedangkan, fungsi model pembelajaran merupakan pedoman bagi pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa setiap model yang akan digunakan dalam pembelajaran menentukan perangkat yang dipakai dalam pembelajaran tersebut.
Selain itu, model pembelajaran juga berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar, dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dengan begitu, pendidikan harus mengubah drastis program pembelajarannya. Guru harus melakukan adaptasi pendidikan, baik tatap muka tradisional ke pendidikan tatap muka daring.
Guru harus mengubah sistem penyampainnya, mulai dari perencanaanya, kriteria kelulusan, penggunaan instrument penilaian dan media yang tepat, pemberian umpan balik (Jankowski, 2020).
Macam-macam model pembelajaran guru penggerak seperti, pertama, model pembelajaran inquiry. Model pembelajaran ini untuk mendorong siswa untuk menemukan jawaban dari masalah yang dihadapi.
Dengan begitu dalam proses pembelajaran, siswa dituntut untuk mau berpikir secara kritis dan analitis. Kedua, model pembelajaran kontekstual; upaya guru untuk mengaitkan materi dengan dunia nyata. Konsep yang diajarkan di dalam kelas tidak hanya sebagai bayangan saja, namun bisa diterapkan dan digunakan dalam kehidupan nyata.
Ketiga, model pembelajaran ekspositori; berarti sebuah penjelasan yang dilakukan oleh seorang guru mengenai sebuah teori atau konsep. Dengan model pembelajaran ini, diharapkan para siswa memahami materi pelajaran secara maksimal melalui penjelasan verbal yang dilakukan oleh guru.
Keempat, model pembelajaran berbasis masalah; menekankan pada penyelesaian masalah secara ilmiah (problem based learning).
Kelima, model pembelajaran kooperatif. Dengan model pembelajaran ini, siswa akan belajar secara berkelompok untuk mencapai tujuan dari sebuah pembelajaran tertentu.
Keenam, model pembelajaran project based learning. Sementara itu, model pembelajaran berbasis proyek ini menjadi sebuah proyek atau kegiatan nyata sebagai kegiatan inti dalam sebuah pembelajaran.
Ketujuh, model pembelajaran kuantum; model ini menggunakan kerangka TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan).
Biasanya dalam pembelajaran dengan model ini terdapat yel-yel sebagai perayaan atau meningkatkan motivasi belajar.
Guru penggerak merupakan salah satu bagian terpenting dari kebijakan merdeka belajar. Guru penggerak ditetapkan sebagai agen perubahan untuk mereformasi sistem pendidikan dari unit terkecil yakni sekolah.
Guru penggerak berperan membawa visi transformasional yang muaranya membawa visi berkemajuan ke seluruh pemangku kepentingan. Proses perubahan yang digerakkan oleh guru penggerak dilakukan dengan menggunakan pendekatan inkuiri apresiatif.
Hal itu untuk menggali potensi dan kekuatan perubahan dari dalam sekolah melalui proses dialog, sehingga dapat meminimalisir terjadinya resistensi yang kontraproduktif. Bisakah semua guru jadi guru penggerak?.(*)
Editor : Baihaki