Oleh Bussairi D. Nyak Diwa
Aku punya banyak teman, baik di sekolah maupun di pesantren. Di sekolah aku sering membantu teman-teman yang malas membuat pe-er. Aku tiap hari datang ke sekolah paling cepat dibandingkan dengan teman-teman lainnya. Makanya jika ada tugas rumah, teman-teman yang malas mengerjakannya sering menghampiriku untuk minta pe-er yang telah kukerjakan. Dan salah satu kelemahanku, aku tidak bisa berbohong dan menyembunyikan pe-er yang sudah kukerjakan. Biasanya siapapun yang memintanya pasti akan kuberikan. Itulah sebabnya aku punya banyak teman sekelas.
Ada beberapa teman sekelasku yang rumahnya atau tempat kostnya di luar pesantren. Meskipun begitu mereka sering menjengukku di pesantren. Biasanya mereka datang di waktu sore atau malam hari. Kami sering main sepak bola di halaman pesantren yang luas setelah shalat asar. Meskipun mereka anak-anak yang tinggal di luar kompleks pesantren, namun mereka tetap disiplin menjaga waktu kapan kami harus berhenti bermain. Karena mereka tahu bahwa kami yang tinggal di kompleks pesantren memiliki aturan yang ketat dan mengikat.
Terkadang ada juga teman-temanku yang datang malam hari. Biasanya mereka datang saat shalat isya telah selesai. Kami belajar bersama di ruang perpustakaan yang luas dan nyaman. Sebagaimana yang kujelaskan sebelumnya bahwa di ruang perpustakaan ini tersedia banyak buku bacaan. Itulah sebabnya sebagian teman-temanku yang suka membaca sangat senang berada di ruangan ini. Tapi ada beberapa hal yang harus senantiasa kami jaga saat kami memanfaatkan fasilitas di ruangan perpustakaan ini.
Yang pertama, buku-buku atau bacaan lainnya tidak boleh dipinjam. Kedua, setiap habis membaca, bahan bacaan diletakkan kembali di tempat semula dengan rapi. Ketiga, selama berada di perpustakaan ini tidak dibenarkan untuk makan makanan apa pun sekalipun makanan ringan.
Nah, kami sangat menjaga peraturan ini sehingga ruangan ini senantiasa terasa aman, bersih, rapi, dan nyaman. Apalagi kami tahu bahwa peraturan ini langsung ditetapkan oleh Nek Abu.
Selain untuk tujuan belajar bersama, sering juga teman-temanku datang ke tempatku untuk mengajak aku ke luar. Biasanya ini terjadi di malam hari. Tujuan utama kami keluar pesantren malam hari adalah untuk menonton televisi. Saat itu televisi di ibukota kecamatan Bakongan, masih dapat dihitung dengan sebelah tangan. Hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki televisi di rumahnya. Meskipun televisi menampilkan warna hitam-putih -karena waktu itu televisi memang belum berwarna- tapi penontonnya berjubel. Tua-muda, dewasa anak-anak, dan laki-perempuan berdesak-desakan menonton, bahkan yang sudah menjadi kakek-nenek pun ikut menonton.
Bukan hanya ruang tamu yang penuh dengan penonton, tapi sampai di halaman teras. Malah ada yang menonton lewat kaca jendela. Kami, yang masih berstatus anak sekolahan sangat suka dan senang menonton film. Ada sebuah film berseri yang sangat kami gandrungi menontonnya.
Aku masih ingat, nama film itu ‘CHIP’ yang ditayangkan tiap malam. Kalau tidak salah film yang diproduksi negara Filipina itu, menceritakan sepak terjang dua orang sahabat anggota polisi lalulintas yang beraktivitas di jalan raya. Aku juga masih ingat, di samping ceritanya seru, adegan film itu juga banyak yang lucu sehingga penonton tertawa terpingkal-pingkal dan riuh sekali. Tapi saya heran, meskipun saat menonton para penontonnya riuh, orang yang punya rumah malah merasa senang. Mereka tidak pernah marah apalagi mengusir penonton yang riuh itu.
Sebulan sekali di ibukota kecamatan kami datang ‘Tim Penerangan’ dari ibukota kabupaten khusus membawa misi ‘penerangan’, istilah khusus kala itu. Sesuai dengan namanya mereka khusus ditugaskan dari Kantor Penerangan Kabupaten untuk memutar film layar tancap. Film layar tancap itu diputar malam hari sehabis shalat magrib di lapangan terbuka yang kami dinamakan lapangan ‘Tangsi’. Dikatakan layar tancap karena layarnya ditancapkan di tanah dengan menggunakan dua potong bambu. Lalu dari arah belakang penonton, roll filmnya diputar secara manual. Tak beda dengan film-film di televisi, warnanya juga hitam putih. Tapi ada satu hal yang sangat beda dengan film yang ditayang di televisi, film layar tancap ini tidak bersuara alias bisu. Sehingga kami sering menyebutnya dengan ‘film bisu’.
Sore hari, ‘Tim Penerangan’ dari ibukota kabupaten ini dengan dibantu ‘Juru Penerangan’ kecamatan, keliling kota kecamatan dengan mengendarai sepeda motor ‘Jupen’ mengumumkan kepada masyarakat bahwa nanti malam akan diputar film penerangan. Diharapkan masyarakat untuk datang menonton. Meskipun filmnya hitam putih dan bisu -hanya menampilkan gambar-gambarnya saja- tapi penontonnya tetap ramai. Maklum, saat itu masyarakat sangat haus akan hiburan.
(Bersambung)
TENTANG PENULIS
Bussairi bernama lengkap Drs. Bussairi D. Nyak Diwa anak dari pasangan Tgk. H. Datok Nyak Diwadan Hajjah Siti Ardat. Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di tanah kelahiran sambil nyantri di Pesantren Ashabul Yamin Bakongan Aceh Selatan. Tahun 1983, usai menamatkan SMP merantau ke Banda Aceh melanjutkan pendidikan di tingkat SMA dan Perguruan Tinggi. Memperoleh sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dari FKIP Universitas Syiah Kuala tahun 1992. Sejak 1993 menjadi guru dan mengajar di beberapa sekolah baik di SMP, SMA, maupun SMK. Saat ini menetap di Kompleks Pesantren Darurrahmah Kotafajar Aceh Selatan. Sambil menunggu masa pensiun, bertugas di SMP Negeri 1 Kluet Utara, Kotafajar Kabupaten Aceh Selatan.