• *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • Gepeng Yang Diamankan Satpol PPWH Banda Aceh Pakai Sabu Sebelum Beraksi
  • Home 1
    • Air Mata Mata Air
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Home 5
  • Memilih Pendidikan, Memilih Masa Depan
  • Redaksi
  • Telaga Sastra Cinta “Savitri J”
Thursday, October 5, 2023
No Result
View All Result
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Cerbung

Ratapan Anak Pinggir Sungai

Bagian Lima

admin by admin
June 20, 2023
in Cerbung, Lingkungan
0
Ratapan Anak Pinggir Sungai
0
SHARES
2
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Munawir Abdullah

 

TEPAT pukul 07 pagi, aku sudah berada di depan pintu rumahnya. Dari celah-celah jendela, terlihat Anwar sedang merapikan tempat tidurnya. Kamar tidur Anwar pas berada di posisi sebelah kanan pintu utama.

Aku langsung memberikan salam sambil mengetuk pintu rumahnya. Anwar yang lagi merapikan tempat tidur langsung keluar dari kamar untuk membuka pintu.

“Tepat pukul tujuh ya” kata Anwar sambil membuka pintu.

Aku langsung masuk ke rumah Anwar, tanpa menghiraukan ucapan Anwar.

“Kamu serius ingin berjumpa dengan bupati?” tanya Anwar padaku.

“Kamu juga tahukan, siapa di belakang pabrik itu?” tanya Anwar lagi padaku.

Kekhawatiran Anwar memang sangat wajar. Pabrik itu berdiri bukan tanpa ada yang backup. Bahkan sudah menjadi rahasia umum, salah-satu pejabat teras di kabupaten berada di belakang pabrik itu.

Kondisi perpolitikan yang barus selesai beberapa bulan yang lalu, semakin memperkuat posisi dia di dalam pengaruhi kebijakan di tingkat kabupaten. Pasalnya, kandidat dukungannya sebagai calon bupati dalam Pemulihan Umum Kepala Daerah (pemilukada) itu, meraup suara tertinggi dan mengalahkan tiga pesaingnya.

Aku sebenarnya heran, saat pemilukada, izin-izin perusahaan ekstraktif sangat mudah keluar izin, begitu juga perpanjangannya. Aku tidak tahu apa motif sebenarnya kemudahan bagi mereka dalam pemberian izin, atau perpanjangan izin saat pemilukada.

Tapi, berdasarkan informasi yang aku dapatkan dari mulut ke mulut. Mereka merupakan pemodal untuk calon-calon bupati yang sedang bertarung. Sehingga siapapun yang terpilih, mereka dengan leluasa dapat mengandalikan kebijakan pemerintah. Bupati layaknya pion dalam permainan catur untuk melindungi raja.

“Jangan takut War, kita bergerak bukan sendiri, Pak geusyik sudah mendukung rencana kita. Janganlah kita kalah sebelum bertempur” aku berusaha untuk menyakingkan Anwar.

Anwar hanya terdiam mendengar penjelasanku, namun dari raut wajahnya, Anwar masih terlihat ragu dengan segudang kekhawatiran yang tersimpan dibenaknya.

Mungkin, Anwar masih teringat peristiwa beberapa bulan yang lalu. Saat itu, aku dan Anwar mandapatkan teror dari anak buah suruhan perusahaan. Kami sudah pernah membuat perlawan dengan  perusahaan itu. Karena keberadaannya sangat menyengsarakan warga. Semua cocok tanaman, yang merupakan sumber pedapatan warga selalu mengalami kegagalan pascapabrik itu berdiri.

“Kring… kring… kring….” Suara handphone di sakuku berbunyi.

“Assalamu’alaikum, ini dengan Bapak Boy ya?” Tanyaku setelah mengangkat telephone dari Pak Boy. Sebelum aku ke rumah Anwar, aku telah menghubungi Pak Boy. Mungkin karena faktor kesibukannya, atau karena terlalu masih pagi. Pak Boy tidak sempat mengangkat telephone ku, tapi aku sempat mengirimkannya short message service (SMS; pesan singkat).

Setelah aku berkomunikasi dengan Pak Boy sekitaran 10 menit melalui handphone dan menjelaskan secara singkat maksud dan tujuan pertemuan dengan bupati, aku pun menutup telephone.

“War, kata Pak Boy. Bupati pukul 10.00 pagi nanti ada di kantornya. Tepi dia hanya setengah hari di kantor. Setelah itu ada pertemuan lagi katanya” aku menjelaskan pada Anwar hasil telephone-nanku dengan Pak Boy.

Anwar masih terlihat diam dan bingung, sepertinya trauma peneroran beberapa bulan yang lalu sudah kembali menghantuinya. “Wir, kau masih ingat kan resolve yang ditodong anak buah suruhan perusahaan waktu itu”

“Iya War, aku masih ingat betul kejadian itu” perusahaan itu tidak segan-segan meneror siapa saja yang berani mengusiknya.

“Tapi gini War, kemarin kita bertindak tanpa sepengetahun Geusyik. Kita hanya mengandalkan kemampuan kita berdua. Makanya kita tidak berani bertindah lebih, setelah kita di teror sama anak buah suruhan perusahaan itu”

Memang saat itu, kami tidak berdiskusi secara luas dengan warga, hanya bermodalkan keberanian yang telah dirasuki amarah secara membabi buta. Kami mendatangi perusahaan, dengan harapan, mereka bersedia untuk mengevaluasi kembali keberadaan pabrik itu. Kalau tidak, kami mengamcam mereka akan membuat demo di depan perusahaan dan mereka harus bertanggung jawab atas kerusakan persawahan warga.

Dua hari kemudian, anak buah suruhan perusahaan datang menjumpai kami. Mereka memperlihatkan pestol jenis resolve sambil mengamcam “kamu tahu ini apakan?, kalau kalian berani macam-macam sama perusahaan, jangan salahkan kami, timah ini akan bersarung di tubuhmu”.

Aku dan Anwar saat itu memang terdiam.

Kami tidak mungkin membuat perlawan, jumlah mereka lebih banyak dari kami. Aku tidak ingat lagi, berapa jumlah pasti mereka. Dari postur tubuh, kelihatannya mereka orang-orang terlatih, yang memang dipersiapkan untuk mengamankan asset negara.

“Kali ini kita sudah siap War, sama Geuyik sudah kita laporkan. Warga juga sudah tahu. Bahkan waktu itu, Apa Man kan pernah bilang, dia siap untuk mengumpulkan warga bila nanti kita perlukan. Ini momen tepat War untuk kita kasih pelajaran bagi perusahaan itu” aku berusaha untuk menyakinkan Anwar.

“Oklah Wir, kalau begitu, aku siap-siap dulunya. Kita pergi sekrang ke kantor bupati, biar tidak keburuan bupati keluar nanti” sambil masuk kembali ke kamarnya untuk menggantikan baju.

Aku tidak bisa meninggalkan Anwar dalam setiap kegiatanku. Dia orangnya sangat pendiam, tapi memiliki analisis yang tajam dalam pengambilan keputusan. Setiap prediksi yang dia lakukan, hampir semuanya tepat. Dia sangat lihai dalam memantau situasi dan kondisi. Berbeda denganku, aku orangnya sangat gegabah, sering mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan resiko yang bakal terjadi.

Related

Previous Post

Berkunjung ke Sejumlah Universitas di Thailand

Next Post

Puisi-Puisi Asep Pediansyah Minggu Ini

admin

admin

Next Post

Puisi-Puisi Asep Pediansyah Minggu Ini

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

Profesor Agung Pranoto Mengapresiasikan Buku Sajak Secangkir Air Mata,  Karya Hamdani Mulya

Profesor Agung Pranoto Mengapresiasikan Buku Sajak Secangkir Air Mata, Karya Hamdani Mulya

6 hours ago
Kajian Millenial RTA Aceh Utara Kembali Hadir di Geureudong Kupi Bulan Ini, Bahas Ilmu Parenting

Kajian Millenial RTA Aceh Utara Kembali Hadir di Geureudong Kupi Bulan Ini, Bahas Ilmu Parenting

8 hours ago

Trending

Amplop Tua Itu

Amplop Tua Itu

1 day ago
Pembelajaran Bermakna dengan Memanfaatkan Aplikasi Digital

Pembelajaran Bermakna dengan Memanfaatkan Aplikasi Digital

1 year ago

Popular

Jangan Samakan FGD dengan Seminar

1 year ago
Mewaspadai Cyberbullying Pada Anak

Melihat Sisi Lain Kaum Remaja

2 weeks ago
Nasib Perempuan di Lokasi Tambang Blang Nisam

Nasib Perempuan di Lokasi Tambang Blang Nisam

1 month ago
Pembelajaran Bermakna dengan Memanfaatkan Aplikasi Digital

Pembelajaran Bermakna dengan Memanfaatkan Aplikasi Digital

1 year ago
Amplop Tua Itu

Amplop Tua Itu

1 day ago

Spam Blocked

22,522 spam blocked by Akismet

Follow Us

  • Redaksi
  • Feed

Copyright © 2022, potretonline.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Potret Utama
  • Sorotan
  • Bingkai
  • Bingkai Sekolah
  • Frame
  • Tips Kita
  • News
  • Sehati
  • English Article
  • Wisata
  • Blitz
  • Sastra
  • Sketsa
  • Peace Corner
  • Kronis
  • Lensa

Copyright © 2022, potretonline.com

Go to mobile version