Oleh Satria Dharma
Kami berencana untuk mengadakan rapat Yayasan Airlangga Balikpapan di Surabaya pada tanggal 10 Juni 2023 kemarin. Tapi tiba-tiba kami dapat berita ayah kami yang berada di Balikpapan merosot kesehatannya dan harus dibawa ke UGD. Maka semua anak perempuannya yang sedang di luar Balikpapan langsung terbang ke Balikpapan hari itu juga. Siapa yang tidak cemot-cemot dengar berita buruk seperti itu. Hari itu juga mereka sampai dan menunggui ayah kami di RSPB. Tapi untunglah penanganan yang cepat mampu mengembalikan kesehatan ayah kami dan esoknya sudah pulih seperti sediakala.
Agak ajaib juga rasanya. The critical condition was gone like never happened before. Ternyata ayah kami hanya kurang asupan nutrisi. Biasanya yang menyuapi ayah kami pagi dan sore adalah anak-anak perempuannya, tapi pada saat itu mereka semua sedang di luar Balikpapan. Mereka ada di Jembrana, Jakarta, dan Surabaya dengan urusannya masing-masing. Perawat yang menungguinya kurang berpengalaman menangani ayah kami yang selalu menolak untuk diberi makan. Akhirnya ayah kami drop kondisinya karena kurangnya nutrisi yang masuk ke tubuhnya.
Akhirnya rapat kami laksanakan di Balikpapan dan alhamdulillah berjalan dengan sangat baik dalam jangka waktu yang cukup singkat. Kami memutuskan beberapa hal strategis untuk pengembangan yayasan kami tersebut termasuk rencana pembangunan kampus tujuh lantai tahun depan. Semoga Allah memudahkan segalanya.
Rencananya saya dan istri akan tinggal di Balikpapan agak lama mengingat kondisi ayah kami tersebut dan juga karena saya tidak ada jadwal penting lain bulan ini. Paling tidak kami rencanakan seminggulah di Balikpapan. Ada banyak kuliner yang juga ingin kami nikmati di Balikpapan ini.
Tapi tiba-tiba masuk WA dari seorang staf Kemendikbud yang memberitahu bahwa saya diundang untuk pengukuhan pada hari Rabu, 14 Juni 2023, di Jakarta. Maka batallah rencana untuk berleha-leha di Balikpapan. Negara memanggil dan old soldier must return to the headquarters. 😎 Jadi saya harus kembali ke Surabaya dan esoknya ke Jakarta.
Pesawat Citilink yang kami tumpangi ke Surabaya kemarin penuh dan kursi kami tampaknya telah diduduki oleh seorang pemuda. Ketika istri saya bilang bahwa kami duduk di kursinya, dia bilang bahwa dia di kursi 19A, di dekat jendela, tapi jika boleh tukar dengan kursi istri saya di 19C, di lorong. Istri saya mengiyakan. Itu artinya istri saya akan duduk di dekat jendela dan saya duduk di tengah. Dulu saya tidak suka duduk di tengah dan selalu minta di lorong. Tapi sekarang saya tidak peduli. Sepanjang saya duduk di samping istri tenanglah hati ini. Sumprit ini bukan gombal.
Si pemuda ini kemudian berdiri dan dengan segera membantu mengangkat koper kami memasukkan ke kabin. Meski kami menolak dia tetap bersikeras untuk membantu kami. Tentu saja kami senang. Ini adalah perbuatan baik yang menyenangkan bagi orang lain. Meski kita bisa minta bantuan pramugari atau pramugara untuk mengangkat dan mengatur koper kita di kabin atas kursi kita, tapi tawaran seseorang untuk membantu mengangkatkan adalah sangat simpatik.
Sesekali saya melihat ada orang yang dengan senang hati menawarkan diri untuk mengangkatkan koper dan bawaan penumpang lain, terutama wanita atau orang tua, ke kabin atas dan saya selalu tersentuh melihat sikap simpatik tersebut.
Ketika pesawat mendarat dan penumpang turun si pemuda sekali lagi menawarkan diri untuk menurunkan koper kami dari kabin. Tentu saja kami senang mendapatkan bantuan di tengah kesibukan semua penumpang yang berebut untuk segera turun tersebut. Itu juga akan memudahkan dan mempercepat antrian bagi semua.
Ketika turun dari pesawat saya lalu berpikir bahwa sikap untuk selalu menawarkan diri untuk membantu penumpang lain di pesawat dengan bawaannya adalah sikap yang patut dipuji dan patut ditiru. Saya akan menirunya lain kali. Toh selama ini saya selalu membantu menaikkan koper orang lain ke kabin dalam pesawat. Tapi itu kan koper istri saya sendiri dan bukan koper penumpang lain. Itu mah statusnya wajib dan bukan sunnah.
Seirama dengan itu, saya membaca buku ini yang membuat saya tersadar bahwa saya telah menerima begitu banyak kebaikan dari dunia. Saya lalu bertanya pada diri saya apakah saya telah membalas dunia dengan selayaknya? Rasanya saya lebih banyak menerima daripada memberi.
Surabaya, 13 Juni 2023
Satria Dharma