Dulu ruko depan komplek saya itu dah kayak ruko mati, yang masih hidup hanya toko bangunan, dan bakso yang jualan di emper bangunan.
Ruko-ruko lain sudah bolak-balik penghuni (atau berganti-ganti penghuni), baik untuk jualan, kantor maupun restoran, semua ambrol alias gak ada yang jadi.
Sore ini, berbekal rekomendasi Pak Su bahwa di Ruko depan ini ada refleksi yang lumayan enak, maka ba’da asar tadi saya menuju sasaran. Masya Allah betapa terkejutnya saya, sekarang komplek Ruko ini jadi ramai polll. Mau parkir mobil pun susah.
Saya gak langsung ke tempat refleksi, saya kelilling dulu, ternyata Ruko ini sudah jadi komplek bisnis Korea, di sini tak hanya minimarket Korea, mulai rumah makan, café, perkantoran, sampai tempat refleksi saya ini milik orang Korea….
Jadi kok enak ya asing investasi di Indonesia, mulai kelas rumah makan sampai refleksi, karaoke, toko kelontong asing boleh masuk, ya gimana melayu kecil bisa bersaing ya?
Saya kok ngenes, lama-lama melayu atau pengusaha lokal yang menengah ke bawah musnah dan semua bisnis di semua lini dikuasai asing. Padahal kita pengusaha kelas menengah kalau mau buka usah di Luar Negeri susahnya bukan main.
Padahal di zaman Orba sampai zaman SBY, usaha UMKM itu tadi boleh dimasuki asing, karena itu lahannya pengusaha lokal, kok sekarang pengusaha kelas kaki lima saja asing bebas berusaha di Indonesia.
Saya pernah pergi ke Tanah Abang Metro, saya ngobrol dengan karyawan toko, ternyata sebagian besar pemilik toko adalah warga Tiongkok yang bahasa Indonesia saja gak bisa.
Kawan saya pengusaha China asli Indonesia yang bukan pengusaha besar, termasuk yang ikut resah dengan hadirnya pengusaha asing yang memasuki bisnis-bisnis kelas UMKM. Dia cerita di Pluit, banyak orang China dari Tiogkok tak hanya berjualan di tingkat warung, tapi sampai menjajakan kue-kue.
Dia juga cerita di beberapa Apartemen di Jakarta Utara kalau kantor Imigrasi mau gerebek itu isinya orang Tiongkok yang pakai visa wisata, tapi mereka bisnis di Indonesia. Tiap tiga bulan sekali mereka ke airport kongkalikong dengan oknum imigrasi untuk mendapatkan cap paspornya, jadi seolah dia sudah balik ke negaranya China sana, terus masuk lagi ke Indonesia.
Aktivitas mereka apa di Indonesia? ya tadi bisnis di kelas UMKM, mulai buka toko retail, buka makanan kaki lima, restoran, sampi refleksi dan dunia hiburan yaitu karaoke dan lain – lain.
Melihat membanjirnya asing kelas menengah sampai gurem, tak hanya dari Tiongkok atau China, tapi dari Korea, Vietnam, India termasuk dari Eropa (banyak pengusaha Eropa buka Cafe dan Resto), saya berpikir kok demikian amburadulnya aturan investasi di Indonesia ya?
Saya ingat di jaman Orba, kelas usaha skala UMKM kayak restoran saja, benar-benar tidak boleh dimasuki asing. Investasi di Indonesia hanya boleh untuk industri yang memiliki nilai tambah dan menggunakan bahan baku harus mayoritas dari dalam negeri.
Bahkan untuk industri saja, gak semua boleh asing memasukinya, misalnya industri yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti obat-obatan, asing gak boleh, atau kalau boleh masuk sahamnya dibatasi (harus minoritas).
Lha sekarang kok aturan investasi benar-benar liberal, dari kelas kaki lima sampai industri raksasa dan juga tambang semua boleh masuk, bahkan disodorkan tanah sampai 100 tahun lebih.
Saya berharap pemerintahan yang baru nanti harus melakukan moratorium aturan investasi di Indonesia. Kalau tidak rakyat kita hanya jadi penonton, lha mau usaha apa? Semua dari yang gurem sampai gajah dikuasai asing …
Beberapa kelompok masyarakat penganut “Indonesia tanpa batas” alias liberal, akan menyalahkan rakyat kita yang gak mampu bersaing. Ya gimana mau bersaing, wong sudah dari jaman jebot persolan rakyat kita itu dalam hal permodalan tidak pernah tuntas dibantu pemerintah.
Rakyat menengah ke bawah mau pinjam bank itu terbentur tidak punya colateral, dan juga persyaratan lain yang rumit. Nah orang-orang asing itu sebaliknya justru lebih dipercaya perbankan kita, karena memang mereka masuk ada yang sebagian bawa duit. Bunga bank untuk usaha juga masih sangat tinggi.
Nah jadi kalau semua gak diubah, tidak ada perlindungan terhadap bisnis UMKM dan bank juga sulit memberikan bunga rendah dan sulit dengan persyaratan, maka bukan tidak mungkin UMKM lokal akan sayonara dan menjadi penonton UMKM asing yang terus beranak pinak.
Contoh tempat saya refleksi milik Korea ini saja sdh punya beberapa cabang lho ..
_picsource : kompasiana._