GURU PANGGILAN JIWA

 

       Oleh  : Nasrizal, S. Pd

Beedomisili di Manggeng, Aceh Barat Daya

Sejak kecil Endang penampilannya bagaikan seorang guru. Ia sering berakting dengan kawan kawan sekampungnya yang sebaya dengannya. Ia menampilkan tokoh seorang guru. Beberapa kawan sebayanya  dianggap sebagai muridnya.

Endang terlahir dari keluarga yang miskin, tidak punya harta tidak punya kebun/!Ayahnya seorang tukang tempe dan ibunya penjual gorengan di sore hari. Sehabis bermain, Endang selalu membantu ayah dan ibunya. Pagi hari Endang membantu ayahnya jualan tempe di pasar pagi, menjelang sore hari membantu ibunya jualan gorengan dan tetap menjaga waktu jam sekolah.

Sekarang Endang sudah menduduki bangku kelas enam di sebuah sekolah dasar yang ada di kampunya. Endang anak yang rajin dan tekun belajar, taat  beribadah serta patuh kepada kedua orang tuanya. Ia selalu meraih juara kelas .

Suatu hari ketika jam pelajaran masuk, sebelum gurunya memulai pembelajaran gurunya bertanya satu per satu kepada siswa kelas enam. Endang yang pertama sekali dapat giliran.

Endang ! ..tanya Pak Budi gurunya, cita citamu kelak akan jadi apa nak?

Saya ingin jadi guru pak!

Giliran kawan lain gurunya bertanya tidak ada yang bercita cita yang ingin jadi seorang guru.

Beberapa tahun kemudian Endang sudah duduk di kelas tiga SMP.  Cita citanya semakin menggebu gebu ingin masuk sekolah guru. Ia tak peduli ocehan kawannya yang menyampaikan nasib seorang guru tidak meyakinkan. Gaji yang sangat rendah hanya dua puluh satu ribu tujuh ratus rupiah per bulan, bagaimana bisa hidup kamu kata beberapa kawannya. Endang menjawab ocehan kawannya ,saya senang jadi guru.

Waktu terus berjalan, Endang menamatkan sekolah pendidikan guru. Tahun itu juga Endang ikut seleksi jadi guru. Beberapa bulan beselang Endang sudah di sk-kan jadi seorang guru di sekolah dasar terpencil yang sangat berjauhan dari daerah tempat tinggalnya.

Endang tidak tinggal diam terus mencari sebuah desa di pedalaman propinsi Aceh. Ia akan mencari rumah kepala desa tempat ia akan ditugaskan ,dengan modal selembar sk . Setibanya di rumah kepala desa, Endang disambut baik oleh Pak Bahar ,nama kepala desa yang ditujunya .

Ketika hari sudah mulai pagi tepat pada pukul tujuh ,Endang ditemani oleh Pak Bahar menuju sebuah sekolah dasar, tempat ia akan mengajar. Endang sama sekali belum tahu dimana alamat tempat ia akan mengajar. Endang dan Pak Bahar terus melangkah pergi menelusuri semak ilalang rawa dan hutan bakau di sekitarnya. Akhirnya sampai di sebuah aliran sungai. Airnya sedikit tajam dan keruh , Pak Bahar melepaskan pakaian bagian luarnya. Endang mengikutinya sebabagai mana Pak Bahar melalukan sambil memegang masing masing pakaian. Endang dan Pak Bahar menyeberang sungai dengan penuh kehati-hatian .

Tiba di seberang sungai, Endang dan Pak Bahar berpakaian rapi kembali, juga menelusuri jalan melintasi rawa dan semak ilalang. Tampak dari kejauhan rumah rumah penduduk kampung ,sekolah yang dituju baru saja dibangun.  Tenaga pendidik yang ada Kepala Sekolah dan Penjaga Sekolah    tambah Endang sebagai guru baru. Murid tahun pertama hanya satu kelas  dengan murid hanya dua belas orang.

Dengan modal tulus dan ikhlas, Endang tetap bertahan di sekolah tempat ia mengajar, walaupun setiap hari Endang   harus menyeberangi sungai. Sementara ia masih tinggal di rumah Pak Bahar sebagai kepala desa .

Hari demi hari, bulan silih berganti, tahun terus berlalu ,Endang terus menggeluti

tugas mulianya sebagai seorang Guru di daerah terpencil. Ia sudah mulai berpikir untuk membangun rumah masa depan dalam arti kata ingin mencari pendamping hidupnya dengan niat membina sebuah rumah tangga.

Setiap setelah shalat lima waktu, ia tak lupa selalu berdoa untuk kedua orang tuanya yang sudah lama tidak bersamanya dan berdoa untuk dirinya sendiri semoga ia dipertemukan jodoh sebagai pendamping hidupnya selamanya. Ia mendambakan seorang wanita yang shaleh, tahu tentang agama. Semoga keturunannya kelak menjadi orang yang baik. Sekarang Endang tidak tinggal lagi di rumah Pak Bahar ,tapi Endang tetap sering berkunjung di rumahnya Pak Bahar.

Suatu hari Endang berkunjung ke rumah Pak Bahar ,terlihat olehnya seorang gadis  yang dulu ketika awal awalnya Endang menetap di rumah Pak Bahar, gadis itu masih kecil berumur belasan tahun. Ya, masih ingusan ,sekarang terlihat olehnya sudah beranjak dewasa.  Akhir – akhir ini gadis itu selalu tertunduk malu ketika perpapasan dengan Endang. Endang pun jadi perhatian. Gadis itu adalah anak Pak Bahar yang ke dua. Endang sudah mulai menyimpan perhatian pada gadis itu .

Endang memohon petunjuk pada Allah lewat shalat tahajut dan istiqarah ,Allah memberi petunjuk pada Endang ,doanya dikabulkan  dan hatinya sudah bulat ,tidak ada pilihan lain baginya selain gadis itu. Endang mengambil waktu yang tepat untuk melamar gadis itu sebagai pendamping hidupnya kelak .

Endang sudah memulai hidup baru ,membina sebuah rumah tangga. Endang terus berpikir bagaimana menghidupkan sebuah rumah tangga dengan gaji yang sangat belum menguntungkan.

Hari hari Endang melaksanakan tugasnya sebagai seorang guru ,istrinya yang ikut membantu untuk menambah penghasilan dengan membuka kantin sekolah. Mereka tinggal di rumah dinas yang ada di sekolah Endang. Ketika lepas sekolah, Endang betekat cari tambahan, walau harus dengan cara banting tulang/ ia menelusuri semak ,rawa dan hutan hutan kecil di sekitarnya ,ingin membuka lahan atau kebun.

Setahun dua tahun, tiga tahun Endang masih tetap bertahan dalam pekerjaan berkebun menanam sesuatu yang ia inginkan. Bibit sawit yang dibagikan pemerintah selesi sudah ia tanam. Keringat yang setiap hari menetes dan membasahi tubuhnya. Ia tak peduli setelah tugas pokoknya sebagai guru,ia sangat menekuni pekerjaannya di lahan yang ia sedang garap. Istrinya yang setia selalu mendampinginya.

Ketika hari minggu pagi dan sore ia menghabiskan waktu di kebun miliknya .

Endang adalah seorang guru yang baik,tidak pernah meninggalkan tugasnya. Seluruh atribut administrasi pembelajaran selalu ia lengkapi. Ketika ada pemeriksaan oleh atasannya, ia tidak meragukan lagi. Murid muridnya sangat senang padanya. Tugas tambahan untuk membantu kepala sekolah tidak pernah diabaikannya. Bekerja dengan jujur dan ikhlas dengan tidak mengharapkan imbalan .

Suatu hari setelah proses belajar mengajar, ia dipanggil oleh kepala sekolah. Kepala sekolah menampakkan selembar surat padanya, surat dari dinas pendidikan yang ia belum tahu apa isinya. Alamat surat ditujukan pada Endang untuk datang ke Dinas menghadap Kepala Dinas kabupaten. Endang diperintahkan untuk melengkapi bahan bahan untuk diusulkan tunjangan penghasilan guru terpencil.

Endang mengucapkan puji syukur pada Allah. Penghasilannya sudah bertambah dengan tunjangan guru terpencil,ia mulai merasakan ada rahmat penghasilan yang tidak pernah ia impikan .

Setahun berselang Endang menerima panggilan lagi dari dinas pendidikan kabupaten, ia diusulkan sebagai guru setifikasi . Dengan kehendak Allah subhanahuwataala ,gaji sudah menanti rezeki datang sendiri. Endang sekarang sudah berpenghasilan lumayan ,ditambah dengan hasil kebun sawitnya yang sudah beberapa kali panen. Anak anaknya semua dalam pendidikan yang tidak terkendala dengan biaya pendidikan selalu tetap terpenuhi kebutuhan anaknya .

Endang tak pernah bermimpi. Allah akan berikan ia rezeki hanya bermodalkan keikhlasan menjalankan tugasnya sebagai seorang guru yang ia tak berambisi sejak kecil jadi seorang guru bukan untuk mengejar materi ,tapi memang sebuah panggilan jiwanya jadi seorang guru.

Exit mobile version