RAMADHAN DI TAPAL BATAS
Zulkifli Abdy
Lama aku mematut rona senja
yang terasa kian melambat
Dan orang-orang yang tengah
berpuasa dihari menjelang akhir
ramadhan
Sementara kafilah-kafilah mulai
beranjak meninggalkan batas kota
Menuju kampung halaman dimana
sanak saudara telah menanti
Aku tak tahu siapa sesungguhnya
yang meninggalkan siapa
Dalam perspektif kekinian, kemarin
dan esok, bisa jadi kitalah yang
meninggalkan ramadhan
Karena kita bergerak mengikuti
dimensi waktu sementara
ramadhan siklus yang berulang
setiap dua belas bulan
Kini kita sedang bergerak
mengikuti dimensi waktu itu,
dimana idul fitri telah menanti
Sementara ramadhan akan
tertinggal dikesunyian kemarin
yang teramat syahdu
Tetapi mungkin itu tidak terlalu
penting, karena sesungguhnya
ini adalah momen perpisahan
Dimana aku dan kita semua akan
saling meregang dekapan dengan
ramadhan
Setelah melewati malam-malam
sepuluh akhir dengan ganjaran
yang tak terkira
Ramadhan..,
Dekapanmu begitu erat penuh
kehangatan
Sungguh aku tak ingin lepas dari
pelukanmu
Sepuluh malam terakhir dimana
kita mengawali dan mengakhiri
malam bersama hingga terbit fajar
Bercengkrama dikeheningan
malam bisu dalam munajat doa
dan airmata
Engkau tentu akan tiba lagi dua
belas bulan mendatang
Yang aku tak tahu pasti apakah
aku masih ada di sini tatkala
kehadiranmu kelak
Kini kita telah sampai di tapal
batas waktu, dimana perpisahan
menjadi suatu keniscayaan
Dan tak lama lagi hari yang fitri
pun menjelang, hari dimana
kenangan sebulan bersamamu
akan kami rayakan
Yaa Allah.., yaa Rabbii..,
Beri aku kesempatan bertemu lagi
dengan ramadhan tahun depan
Agar kugenapkan segala sesuatu
yang masih kurang
Perpisahan ini membersitkan rasa
haru yang teramat dalam
Namun begitu indah untuk dikenang.
(Serambi Mekah, 28 Ramadhan 1444 H)
BULAN TANPA PURNAMA
Rembulan..,
Tiba-tiba saja aku merasa kehilangan
ketika kutahu engkau tak menyapa
Ingin rasanya aku memandang bahkan bila mungkin mencumbuimu dari sisa-sisa kehangatan kemarin
Namun engkau alpa sehingga luput akan kebersamaan kita
Rembulan..,
Aku yakin bahwa engkau tak berdusta atas ketidakhadiranmu
Karena kutahu semalam engkau
bercumbu mesra dengan mentari
Kami penghuni alam semesta ini
bersaksi atas ketiadaanmu
Mungkin inilah caramu menasihati kami
Tentang hakikat hidup berdampingan
Dan bagaimana cinta itu yang
sesungguhnya.
(Z.A -Kutaradja, 29 Ramadhan 1444 H, edisi gerhana).
GERHANA
Rembulan tersenyum malu
Mentari mendekapnya syahdu
Di garis edar keduanya bertemu
Gerhana di penantian siklus waktu
Tuhan memberi isyarat alam menyeru.
(Z.A)