Oleh Zulkifli Abdy
Kini kita sedang berada pada era dimana kehidupan menjadi serba canggung.
Sehingga yang berpikir ideal dikatakan tertinggal, dan anehnya yang berlaku salah dianggap sesuatu yang biasa saja.
Sementara yang nyata-nyata berjalan tidak sesuai dengan aturan kerapkali mendapat semacam pembenaran.
Demikian juga dalam melihat politik yang semakin hari-hari semakin canggih, begitu canggihnya sehingga jadi terlihat serba aneh bahkan membingungkan.
Kalau kita coba melihat dan menilai dinamika politik dengan kacamata normatif, oleh para politisi kita dianggap tidak paham politik.
Karena bagi sebagian dari mereka memandang politik itu dengan kacamata pragmatis, sehingga yang penting adalah tujuan, dan dengan demikian cara tidak lagi menjadi pertimbangan.
Apakah karena sebagian besar politisi kita telah terbiasa membaca buku Machiavelli, sekaligus menganut “bulat-bulat” ajarannya.
Ternyata tidak demikian juga, para pegiat politik kita kebanyakan belajar politik dari pengalaman semata, walaupun tidak pantas juga disebut sebagai otodidak.
Sehingga yang terjadi adalah cara berpikir yang membenarkan kebiasaan, bukan justru membiasakan yang benar.
Agaknya di sinilah puncah dari kegamangan kita, bukan hanya dalam hal politik, melainkan juga dalam berbagai aspek kehidupan.
Tak jarang kita melihat suatu kebijakan publik, justru tidak berpihak pada kepentingan publik itu sendiri.
Bahkan yang terjadi justru sebaliknya, publik dibuat susah akibat kebijakan yang telah diambil, dan itu biasa terjadi. Sehingga masyarakat tanpa sadar tak jarang menjadi korban dari suatu kebijakan.
Demikian pula dengan regulasi, terutama yang terkait dengan dunia usaha, yang sepatutnya akan mempermudah segala urusan untuk memacu pertumbuhan.
Tetapi yang terjadi justru mempersempit ruang gerak pengusaha untuk tumbuh dan berkembang.
Dan lebih ironi lagi, pengusaha kecil atau UMKM semakin tak berdaya, sementara pengusaha besar semakin leluasa.
Demikianlah keserba-salahan itu terus saja terjadi, sehingga akibatnya masyarakat menjadi gamang.
Sementara kita selalu saja mengumandangkan slogan demi kemajuan dan kesejahteraan, tetapi sesungguhnya kita tidak pernah bergerak dan benar-benar melangkah ke arah sana.
Kalau ingin maju, agaknya kita mesti berubah secara fundamental, bukan hanya sekedar berubah secara artifisial.
(Zulkifli Abdy – Banda Aceh, 31 Oktober 2022).