Sajak-sajak Bussairi D. Nyak Diwa
Lhok Nga
gadis yang menggerai rambutnya
menyebar wewangian kayangan
di matanya ada figurasi dunia
lihatlah, tahta ovonturir telah runtuh di bibirnya
nyiur-nyiur yang menari di tepi
adalah liuk Bali dengan gentanya
ketika anoman menuntaskan kemurnian cinta
o, tataplah
di sini ilustrasi Bali melekat
pada bayangan purba.
Lhok Seudu
senyum perawan yang teduh
di antara belaian ombak
menyapa pengembara,
pernik-pernik keemasan bertaburan
sepanjang teluk dalam pelukan senja
ada getar ketika pelaut melabuhkan kerinduan
pada jakun-jakun yang merapat di dermaga
angin berhembus dari puncak-puncak bukit
ke gugusan pulau-pulau
mengantarkan bisikan keagungan Tuhan.
Lhok Buya
barisan cemara tertidur
dalam pangkuan ibu pertiwi
berbisik pada matahari yang mengintip
bidadari telanjang di kaki bukit,
angin malu-malu berikrar pada waktu
lupa bahwa di sini telah lahir seorang penyair
membawa namanya ke pentas dunia.
Lhok Paoh
gugusan kuning keperakan
berkilauan di bibir biru permadani
‘dirui’ angin dari kaki bukit
mengantarkan sepi dunia,
tidurlah penyair
keluh-kesahmu telah tumpah
pada derai nyiur dan bening jamrud khatulistiwa
katakan pada Rendra, Taufik, Tarji, atau Eda
yang menghamili puisi di estalase dunia
bahwa di sini puisi-puisi telah lama lahir, besar, dan mati
dalam dekapan purba
dan engkau penyair, tidurlah abadi
angin mengabarkan pada mereka
Lhok Paoh milik dunia.
Banda Aceh – Kotafajar, Juli 2004
MENANGISLAH UNTUK ANAK-ANAK PALESTINA
(kepada Nurdin F. Joes)
menangislah untuk anak-anak Palestina
seperti kau pernah menangis untuk anak-anak Namibia
lihatlah, tubuh-tubuh mereka yang remuk di bawah reruntuhan
darah-darah mereka yang mengalir di tanah syuhada
air mata mereka yang bercucuran di sepanjang Gaza
jerit tangis mereka yang menyayat dalam harapan sia-sia
o, menangislah saudaraku
seperti kau pernah menangis untuk anak-anak Namibia
bicaralah saudaraku, bicaralah
seperti kau pernah bicara tentang anak-anak Namibia
di mana-mana mereka tetap sama
di mana-mana mereka butuh cinta
tapi dikorbankan oleh syetan-syetan berwajah manusia
o, bicaralah saudaraku
bicaralah pada bangsa-bangsa
berdoalah saudaraku, berdoalah
seperti kau pernah berdoa untuk anak-anak Namibia
di mana-mana dan kapan saja
di rumah, ketika kau syahdu dalam rahmat
di kantor, ketika kau jalani tugas-tugas berat
di mesjid, ketika kau lebur dalam munajat
berdoalah saudaraku, berdoalah
bersamamu kutitipkan bershaf-shaf doa yang sama
untuk saudara-saudara kita
anak-anak Palestina.
22 Februari 2009
SEBELUM BERLAYAR
bagi Sri
seperti semilir angin membelai daun-daun penyap
begitulah, lamat-lamat sampai juga bisikmu
di sepi kamar:
ke laut mana kita berlayar
dan di teluk mana kita bakal berlabuh
kesetiaan tak mesti dijengkal-jengkal, katamu
biarlah waktu yang mengukurnya:
di laut mana pun
di teluk mana pun
sebab keragu-raguan hanya akan menyesatkan haluan
seperti kuas yang tergantung di dinding kamar
begitulah, diam-diam kau biarkan saja
aku merengkuhnya
dan membuat sketsa tentang kita.
1992
BLOK M – JATINEGARA – TANAH ABANG
blok m :
inikah wajahmu sesungguhnya jakarta
ronggeng dalam ritual ‘dukuh paruk’
tertatih dalam kekinian yang purba,
humaniora keblabasan merayap ke mana-mana
dalam lekuk tubuh janda-janda tak bernama
apa adanya,
seperti ‘pariyem’ pasrah pada comberan harem penguasa.
jati negara :
inilah engkau jakarta
menelanjangi kami,
kaum urban yang lelah mendaki
pada tangga sejuta janji kaum penguasa
jejak-jejak yang tak lindas berbekas
jatidiri pun tergadai
di kerut-marut wajah penjaja koran
pikunnya pedagang asongan
atau hingar-bingar jatinegara
di mana pada sudutnya
shalat jumatku bermuara
tanah abang :
gelisahku jatuh di tepi kali malang
kala tomang, prapatan berbenah
sepanjang pasar baru, kampung rambutan mimpi-mimpiku berhamburan
dalam kabut bola api menyala
o, beginikah engkau jakarta
menyapa rabin dari tiap negeri
yang mengais-ngais di lekukmu
sementara penguasa tetap saja kau biarkan mengobral janji-janji palsu
di hiruk-pikuk tanah abang akhirnya aku termangu.
14 November 2009
Tentang Penulis
Bussairi D. Nyak Diwa dilahirkan pada 10 Juli 1965 di Bakongan Aceh Selatan, anak bungsu dari lima bersaudara keluarga H. Datok Nyak Diwa dan Hj. Siti Ardat. Sejak kecil sudah gemar membaca dan menulis. Hobbi menulis mulai dirintis sejak duduk di Sekolah Menengah Atas. Kegemaran menulis dilanjutkan hingga di Perguruan Tinggi. Menyelesaikan pendidikan di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unsyiah tahun 1992. Sejak tahun 1993 berkhitmat sebagai Guru PNS, mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP dan SMA. Saat ini tinggal di Jalan Syaikhuna N0. 18, Kompleks Pesantren Darurrahmah, Kotafajar, Kecamatan Kluet Utara, Kabupaten Aceh Selatan.
Hingga kini baru menghasilkan tiga buah buku Kumpulan Puisi dan satu Kumpulan Cerpen, serta beberapa Kumpulan Puisi Bersama. Tercatat sebagai salah seorang Penulis Indonesia dalam Buku Insklopedi Penulis Indonesia Jilid 7 (FAM Publising, 2018).