Oleh : Pril Huseno
Mencermati gerakan mahasiswa terkini di Indonesia adalah mengamati ghirah gerakanyang semakin meredup. Sebagai salah satuelemen gerakan sipil, dengan sangat menyesaldapat disimpulkan sementara bahwa gerakanmahasiswa di Indonesia tidak lagidiperhitungkan sebagai salah satu kelompokpenekan yang mampu mengubah ataumerevisi kebijakan publik, apalagi mengubahjalannya sejarah. Meskipun disadari bahwadalam perjalanan sejarah perubahan di negeri ini, peran Gerakan mahasiswa tidaklah bisaberdiri sendiri tanpa adanya kolaborasi denganelemen perubahan lain.
Disahkannya Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentangCipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadiUndang-undang Cipta Kerja yang jelas-jelasmelanggar konstitusi merupakan penandabahwa tidak ada lagi civil movement yang kuatdan dapat menaikkan bargaining positionnyadi hadapan kekuasaan yang sedang kencangberkolaborasi dengan legislatif di DPR RI.
Padahal Undang-undang Cipta KerjaNo.11/2020, diketahui selain tidak memenuhiunsur paritisipasi signifikan dari wargamasyarakat juga melanggar konstitusi. Hal mana oleh Mahkamah Konstitusi (MK) telahdinyatakan cacat formil melalui Keputusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat.Undang-undang tersebut diminta untukdiperbaiki dalam waktu 2 tahun sejakkeputusan MK ditetapkan. Jika selama 2 tahuntersebut tidak juga dilakukan perbaikan, makaUU Ciptaker No 11/2020 dinyatakanInskontitusional Permanen.
Namun Keputusan MK tersebut tidakdiindahkan dan legislatif malah mengesahkanPerppu Ciptaker dadakan yang dibuateksekutif untuk mengganti UU Ciptaker yang dinyatakan cacat formil oleh MK. Publik yang tidak puas diminta untuk mengajukan gugatanJudicial Review (JR) kepada MK.
Masyarakat Sipil yang Amat Lemah
Sampai pada titik DPR mengesahkan PerppuNo 2/2022 sadarlah kita bahwa negara memang sedang begitu kuatnya memainkanpolitik tak ambil pusing dengan segala protesdan masukan masyarakat. Publik yang tidakpuas disarankan untuk mengajukan JR ke MK dengan segala konsekuensinya, apabila MK ternyata malah berbalik mendukungpengesahan Perppu tersebut menjadi Undang-undang.
Gerakan mahasiswa yang membersamai aksi-aksi protes Gerakan sipil diwakili oleh Gerakan buruh dan LSM, hanya bisa beraksidi luar Gedung DPR RI pada beberapa harisebelum Perppu No2/2022 disahkan menjadiUndang-undang pada 21 Maret 2023.
Periode Kedua Presiden Jokowi memangditandai dengan munculnya serangkaianproduk Undang-undang yang mendapat proteskeras banyak kalangan sipil, termasukmahasiswa. Lebih dari 2 orang mahasiswagugur dalam aksi-aksi protes terhadap produkUndang-undang yang diterbitkan sejak 2019. Di luar aksi protes terhadap produk Undang-undang yang dikeluarkan, tahun 2019 memangmeminta banyak korban jiwa dari serangkaianaksi protes hasil pemilu, dan aksi-aksimahasiwa pada akhir paruh ketiga 2019. BBC.com mengutip laporan YLBHI dan Komnas HAM melaporkan sebanyak 52 orang tewas termasuk mahasiswa dalam serangkaiantindak kekerasan pada pengunjuk rasa di tahun2019.
Demikan pula aksi-aksi mahasiswa menolakUU Omnibus Law/Ciptaker pada 2020. Ratusan ribu mahasiswa turun ke jalan dalamaksi pada 2019-2020 tersebut di 40 kotaIndonesia.
Namun publik dapat melihat bahwa skala aksimahasiswa yang amat besar, terbesar sejakreformasi 1998, dapat dengan mudahdipatahkan dalam waktu singkat oleh kekuasaan.
Tak dapat dipungkiri bahwa eksekutifdidukung dengan solid oleh kekuatan pro kekuasaan di parlemen, dan telah membuatsemua aksi protes yang demikian keras dan besar, dapat ditundukkan.
Undang-undang KPK hasil revisi, UU Minerba, UU Omnibus Law dan UU KUHP baru dan terakhir Perppu Ciptaker menjadiUndang-undang, tetap saja disahkan oleh parlemen tanpa hambatan berarti meski partaiPKS sebagai partai oposisi yang konsistenmengeritik, teguh menolak dengan aksi walk out.
Gerakan Mahasiswa dan KonfigurasiPolitik
Gerakan mahasiswa yang berpijak pada landasan Gerakan moral, selamanya tidak bisadisalahkan sepanjang benar dengan apa yang disuarakan dalam setiap tuntutan protes. Akan menjadi masalah jika kemudian Gerakan moral mahasiswa bermetamorphosis menjadiGerakan politik. Pada saat menjadi Gerakan politik tentu saja akan banyak muatan ataupesan politik praktis yang muncul dalamsetiap diskursus di tingkat mahasiswa darielemen-eleman eksternal. Pada tahap itulahGerakan mahasiswa harus berhati-hati denganmuatan politik yang dibawanya.
Namun pada situasi di mana konfigurasipolitik berjalan normal Ketika mekanismepolitik check and balances di parlemenberfungsi efektif, hal mana oposisi masihcukup berimbang memainkan peranan, makaGerakan mahasiswa dengan tetapberlandaskan pada Gerakan moral dapat ikutserta memainkan peran kekuatan politiknyasebagai agen kontrol sosial. Tanpa harusmasuk ke wilayah perebutan kekuasaan. Diaberfungsi sesekali sebagai pengingat para aktor politik negara agar tetap berjalan luruspada rel “amanat penderitaan rakyat”.
Tetapi jika konfigurasi politik berubahmenjadi pertarungan tanpa adanya fungsicheck and balance yang berjalan baik, terlebihjika eksekutif berubah menjadi kekuatandominan yang mengkooptasi parlemen dan yudikatif, maka menjadi terbuka kemungkinanGerakan mahasiswa bergeser menjadi Gerakan politik.
Dalam situasi di mana ancaman negara yang berkolaborasi dengan segelintir kekuatanorang kaya kemudian menjelma menjadioligarki kuat, menjadi negara otokratis dan mengarah ke anti demokrasi, maka Gerakan mahasiswa seharusnya muncul menjadikekuatan alternatif yang dapat berperanmenggantikan atau bahkan menguatkan sisioposisi yang lemah di parlemen. Berlandaskanpada amanat penderitaan rakyat, makaGerakan mahasiswa dapat meluaskanperannya dalam aksi-aksi yang tidak melulupada aksi jalanan semata.
Apabila kekuatan oligarki yang merupakansekutu kekuasaan dengan para pemilik modal kuat demikian merajalela sehingga menjadisatu kekuatan yang mengarah ke otoriterismedan mengancam demokrasi dan hak hakkedaulatan sipil, maka semuanya bisa berubahwujud menjadi semacam “monster ganasLeviathan” yang memangsa segalanya. Hal yang telah dikhawatirkan oleh banyak pakarpolitik, LP3ES dan lainnya sebagaimana juga dirilis oleh Daron Acemoglu dan James Robinson (2019) yang menyatakanmasyarakat dunia selalu berada di bawahbayang-bayang Leviathan–despotik.
Pada titik negara sudah berada di bawahkontrol oligarki despotik dengan skalakekuatan Leviathanist, maka Gerakan mahasiswa juga harus berdiri total bersisiandengan kekuatan kontrol rakyat sipil lainnya. Kreativitas Gerakan, kontiuitas dan komitmenBersama harus dimiliki oleh semua kekuatankontrol sosial termasuk Gerakan mahasiswa. Di sinilah peranan politik Gerakan mahasiswadapat dimainkan dengan sadar, denganberpedoman pada kekuatan kontrol sosial dan pengabdian masyarakat serta menimbangamanat penderitaan rakyat.
Gerakan mahasiswa yang telah masuk kepadaGerakan politik dapat menggunakan semuasumber daya keilmuan mahasiswa dalammenggalang kekuatan kritis.
Pada aksi-aksi besar 2019-2020 mahasiswadiketahui menggunakan kecanggihanteknologi digital dan medsos dalammenggalang dan mengoordinasikan Gerakan protes ke seluruh Indonesia. Juga menggunakan sumber daya teknologiinformasi yang dimiliki untuk mendapatkanbahan-bahan kajian penting tentang regulasi-regulasi dan segala hal yang mengancamdemokrasi dan kedaulatan rakyat. Hal demikian amat membantu skala Gerakan sehingga dapat diikuti dengan serentak oleh semua elemen Gerakan mahasiswa di seluruhIndonesia.
Sumber daya keilmuan mahasiswa juga dapatdipergunakan kembali dalammensosialisasikan Gerakan penyadarankepada semua elemen Gerakan sipil dan rakyat banyak. Sebagaimana pada pemilu-pemilu sebelumnya, koordinasi Gerakan mahasiswa juga dapat efektif memantaupelaksanaan Pemilu 2024 (apabila jadidilaksanakan) dengan membackup para saksidan saksi independen, di antaranya denganmenjadi saksi luar dan menghasilkan simulasiperhitungan tersendiri perolehan suaraterpusat, yang bahkan bisa menyaingiLembaga-lembaga survey bayaran. Itu karenakekuatan mahasiswa berada pada setiappropinsi hingga kebupaten. Hendaknya juga Gerakan mahasiswa dapat mempersiapkan diridalam hal tersebut dan tidak melulu pada aksiturun ke jalan yang terbukti tidak didengaroleh kekuasaan.
Sekali lagi, Kreativitas Gerakan mahasiswadan Gerakan sipil, adalah pintu masuk untukmenjemput kemenangan dari ancamankekuatan anti demokrasi.
Penutup
Keadaan yang demikian sulit bagi civil societydan Gerakan mahasiswa dalam mengartikulasidan mendapatkan hasil yang diinginkan untukmenimbang amanat penderitaan rakyat, janganmembuat putus asa dan terhentinya skalaGerakan.
Kuncinya pada kreativitas, komitmen dan kontiunitas Gerakan sehingga memunculkankesadaran meluas masyarakat sipil.
Mahasiswa dapat masuk ke wilayah Gerakan politik dengan tetap berlandaskan kontrolsosial sebagai “ideologi”. Gerakan penyadaranbagi rakyat untuk tidak lagi memilih calon–calon legislator dan partai politik yang anti kerakyatan dan anti demokrasi agaknya bisadijadikan salah satu titik Gerakan. Pemanfaatan sisi keilmuan yang dimilikiGerakan mahasiswa dengan penggunaanteknologi informasi (AI) terbukti ampuhdalam mengoordinasi dan menjadikan skaladan kualitas Gerakan semakin efektif dan bermutu. Mahasiswa juga dapat lebihmemainkan peran politiknya pada pemilumendatang dengan satu koordinasi padu dan independent dalam mengawal pelaksanaangeneral election.
Semua hal harus terus dilakukan dalam rangkamelawan kekuasaan yang punya kecenderungan despotik, Korup, anti demokrasi dan anti kerakyatan. Semoga TuhanMemberkati.