Oleh Amiruddin
Sejak mengenal Tabrani Yunis, pada awal pergerakan Forum Aceh Menulis (FAMe), tahun 2016, sudah terlihat kiprahnya di dunia pendidikan. Ia memanfaatkan platform media sosial (Medsos) dan media massa sebagai ladang membangun Aceh lewat peningkatan mutu pendidikan. Pemikiran dan narasinya kerap menghiasi media dengan misi agung, yaitu meningkatkan sumber daya manusia (SDM) demi kualitas pendidikan di Aceh.
Pengamat pendidikan tersebut pernah berkata, semestinya semua pihak baik pemerintah, lembaga pendidikan level dasar, menengah, hingga perguruan tinggi melakukan refleksi dan menilai secara objektif terkait cita-cita rakyat Aceh di sektor pendidikan. Ada satu pesan kritis yang pernah ditulis Tabrani Yunis; jika memberikan pekerjaan dan tanggung jawab pada orang yang bukan ahli mengelola pendidikan, maka akan ada kehancuran dunia pendidikan di Aceh.
Pernyataan ini menandakan sosok Tabrani Yunis sangat peduli dengan pendidikan Aceh, tidak boleh main-main dengan pendidikan, termasuk penempatan pejabat yang mengurus pendidikan harus memahami detail, bahkan punya konsep unggul memajukan Aceh.
Selain vokal di media, pria kelahiran 10 Oktober 1962kerap bergerilya seantero Aceh, untuk mengisi materi seminar dan pelatihan di lembaga pendidikan dan instansi terkait, sebagai sarana menyampaikan gagasan dan ide kepada tokoh dan juru pendidik.
Tampaknya, lelaki yang selalu berpenampilan rapi ini tidak pernah jenuh membahas isu pendidikan dan hal ihwal yang berkiatan dengannya, termasuk fasilitas pendukung pendidikan seperti sepeda.
Kepeduliannya terhadap fasilitas pendidikan tampak saat ia menahkodai Center for Community Development and Education (CCDE) Aceh, dengan program andalan 1000 sepeda dan kursi roda. Memang, ia bukan konglomerat, yang siap memberikan sepeda sekejab saat ada anak-anak Aceh yang membutuhkannya. Layaknya Presiden Jokowi yang selalu mampu memberikan sepeda pada masyarakat yang bisa menjawab pertanyaannya.
Chief editor majalah POTRET ini tidak punya harta melimpah, tetapi ia punya sanubari dan kaya hati. Hanya ada ide dan cita-cita mulia demi perubahan pendidikan Aceh. Kekuatannya adalah niat dan komitmen membantu anak Aceh untuk mengenyam pendidikan, dengan misi donasi sepeda.
Setiap sepeda yang disalurkan menjadi motivasi bagi anak-anak untuk mempertahankan niat sekolah. Jujur, masih ada di pelosok Aceh anak yang putus sekolah, atau ke sekolah berjalan kaki dengan jarak tempuh yang menguras energi. Itu sebab, sepeda menjadi fokus Tabrani Yunis untuk penunjang pendidikan. Pria asal Aceh Selatan ini mengambil bagian terkecil sebagai wujud kontribusi terhadap pendidikan. Lagi pula, berpikir dan berbuat sendiri untuk semua kebutuhan pendidikan Aceh bukan perkara gampang, bahkan hampir tidak ada yang mampu melakukan itu. Tetapi mengambil bagian terkecil seperti memberikan sepeda adalah kontribusi besar demi pendidikan Aceh.
Untuk memenuhi kebutuhan sepeda, ia membentuk jaringan se-Aceh. Saat ada yang butuh kendaraan ini di luar kota, sudah ada tim yang siap menampung dan menyalurkan ke sasaran. Misalnya di Aceh Timur, ada tim yang siap membantu serah terima sepeda dengan orang tua si anak penerima manfaat.
Tampak jelas foto-foto yang menghiasi akun facebook dan instagram milik Tabrani Yunis, para orang tua seperti mendapatkan secercah cahaya ketika sepeda diterima anaknya. Walau terlihat sederhana, sepeda mungil ini menjadi kebutuhan pendukung sekolah mereka.
Terobosan yang dimotori Tabrani Yunis merupakan inovasi yang patut diikuti. Ia berani mengambil bagian yang jarang dilakukan orang lain. Selama ini, banyak donatur hanya fokus pada seragam dan kebutuhan sekolah berupa tas, buku, dan alat lainnya. Sebaliknya, hampir tidak ada yang memberikan sepeda sebagai fasilitas sekolah anak-anak kaum duafa dan anak yatim. Padahal, sepeda memiliki nilai motivasi tinggi untuk menciptakan keinginan generasi agar mau sekolah. Namun, itu bukan suatu dosa. Semua punya peran masing-masing untuk mengurangi beban kesulitan orang lain.
Komitmen tokoh pendidikan Aceh ini terlihat saat ia mulai menghubungi orang yang tidak dikenal, untuk mengumpul pundi rupiah. Bahkan, semua orang yang ia kenal dan temannya diajak menyalurkan bantuan vianya, demi anak-anak Aceh yang kurang beruntung.
Sepertinya, kebutuhan Tabrani Yunis dan keluarga sebagai tanggungannya sudah tidak menjadi hal utama. Malah ia mendedikasikan hidup untuk membuat anak-anak kaum lemah tersenyum, serta dapat merasakan nikmatnya belajar dan mengenakan seragam sekolah.
Terkadang, ia meninggalkan keluarga dan pekerjaan demi mengantar amanah umat berupa sepeda. Amanah telah jadi sifat hidupnya untuk mengelola sedekah dan memberikan dalam bentuk sepeda. Hingga kini, ia terus dicari orang, bukan karena ada masalah, tetapi mereka mengharapkan perhatiannya, walau hanya sepeda mini yang dapat mendukung aktifitas sekolah anak keluarga kurang mampu.
Lebih dari itu, bukan sebatas sepeda, ada keinginan tersembunyi dalam jiwanya, yaitu menciptakan SDM handal yang mampu memberi dampak pada peningkatan ekonomi, agar Aceh tidak lagi dinobatkan provinsi termiskin di Sumatera.
Pria gagah ini sangat menyadari, sekolah sebagai unsur terpenting dalam pembangunan. Tiada kemajuan sebuah negara tanpa perhatian pada pendidikan anak bangsa. Hanya pendidikan yang mampu membuat semua jadi lebih baik, tentu perubahan ke arah positif.
Jujur, tampak tidak mudah perjuangannya mencari orang yang punya belah kasihan terhadap orang miskin. Melalui android, ia selalu mencari kontak yang bisa dihubungi, mengabarkan penderitaan dan nasib anak Aceh. Itu sebab, ia tidak menyalurkan sepeda kepada orang yang belum tepat, setelah survei.
Dedikasi hidup Tabrani Yunis seakan telah sah dihibahkan untuk dunia pendidikan. Bahkan, tiada warung kopi yang ia sambangi tanpa membahas isu pendidikan. Ia tidak pernah berhenti bermimpi menciptakan Aceh gemilang dengan pendidikan.
Ia paling senang bertemu dan berdiskusi dengan orang yang peduli kondisi pendidikan di Aceh. Bahkan, kerap telihat di akunnya sedang menikmati diskusi bernas. Berdiskusi pembangunan dan kemajuan pendidikan Aceh sudah cukup bahagia baginya, apalagi bisa membantu, walau sepeda butut.
Murid sekaligus temannya, Khairuddin Budiman merasa kagum atas pemikiran dan daya kritis Tabrani Yunis, sebab orientasi keduanya sama, yaitu memperbaiki kualitas pendidikan di Aceh. Terlalu bayak yang memuji dan mengaguminya atas konsistensi terhadap pendidikan, terlebih saat ia menggerakkan program 1000 sepeda.
Kini, tidak terhingga banyaknya senyuman dan air mata haru yang menetas sebab ulahnya menyalurkan sepeda dan kursi roda. 1000 sepeda ini gerakan cinta, cinta sesama dan pendidikan.
Biodata
Nama Amiruddin, nama pena Abu Teuming. Lahir di Meurandeh, 12 Juni 1989. Saat ini berdomisili di Gampong Jeulingke, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Kini aktif sebagai Penyuluh Agama Islam pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Besar dan Penyuluh Informasi Publik (PIP) Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Juga tercatat sebagai Wakil Koordinator Forum Aceh Menulis (FAMe) dan anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Banda Aceh.