Alkisah, suatu hari beberapa tahun yang silam, tepatnya pada momen mengenang 1000 hari meninggalnya ibu Hasri Ainun Habibie.
Saya diajak oleh bapak Azwar Abubakar yang kala itu masih menjabat sebagai seorang menteri pada kabinet presiden SBY, dimana beliau mendapat undangan langsung dari pak Habibie untuk menghadiri acara haul tersebut.
Sesuai dengan undangan, selepas maghrib saya bersama pak Azwar menuju ke kediaman pak Habibie di kawasan Patra Kuningan Kebayoran Baru.
Tamu yang hadir pada pertemuan tersebut terkesan sangat terbatas, diantara tokoh yang hadir ketika itu adalah alm. bapak Taufiq Kiemas, suami ibu Megawati, bapak Quraish Shihab, alm. bapak Azwar Anas mantan menteri di era presiden Soeharto dan beberapa tokoh nasional lainnya.
Acara tersebut berlangsung di ruang terbuka semacam padepokan, ruangan terbuka yang terletak pada bagian tengah dari kediaman pak Habibie, Presiden RI ke 3 tersebut.
Bapak Habibie ketika itu terlihat melilitkan semacam selendang pada leher beliau, dan dengan bangganya beliau katakan bahwa selendang tersebut adalah peninggalan dari almarhumah ibu Ainun.
Beliau menyambut setiap tamu yang berdatangan dengan hangat, dan seraya menunggu tamu lainnya datang, beliau melibatkan diri dalam obrolan lepas sambil lesehan dengan para tamu yang telah terlebih dahulu hadir, diantaranya pak Quraish Shihab, pak Azwar Abubakar dan berapa tamu lainnya.
Bapak Habibie begitu bersemangat bercerita tentang ibu Ainun, dan betapa beliau sangat mengasihi dan mencintai ibu Ainun.
Hampir tidak ada dari hari-harinya setelah pernikahan dimana ibu Ainun tidak berada disampingnya, baik dalam suka maupun duka.
Selama bercerita itu, beliau sesekali mengeratkan ikatan simpul selendang berbahan halus yang melilit di lehernya. Saya sendiri yang terbilang berusia sangat muda diantara para tokoh nasional tersebut, apalagi keberadaan saya di acara itu hanya semata-mata karena diajak oleh pak Azwar Abubakar, lebih banyak memposisikan diri sebagai pendengar yang baik saja.
Saya masih ingat, dalam obrolan ringan tersebut Prof Quraish Shihab sempat “menasihati” pak Habibie agar tidak terlalu berlebihan dalam mengekspresikan rasa cintanya pada ibu Ainun.
Prof Quraish menjelaskan bahwa kehidupan kita sebagai makhluk Tuhan temasuk rasa cinta kita pada seseorang jangan melebihi rasa cinta kita kepada sang maha Khaliq itu sendiri.
Dan segala sesuatunya dalam kehidupan manusia senantiasa berada dalam kendali sang maha pencipta, termasuk perjalanan hidup, karir dan pasangan sebagai pendamping hidup kita dalam suka dan duka, demikian Prof Quraish bertutur dalam obrolan yang ditingkahi gelak-tawa tersebut.
Acara haul malam itu diawali dengan shalat Isya berjamaah, saya kebetulan berada pada shaf yang berdampingan langsung dengan Prof Quraish.
Acara dibuka oleh protokol, dan pada kesempatan pertama pak Habibie sebagai tuan rumah diminta untuk memberikan kata sambutan.
Beliau bercerita panjang lebar tentang perjalanan hidupnya, ilmu pengetahuan dan teknologi, tentu tidak ketinggalan kisah cintanya bersama ibu Ainun yang pada malam itu tepat 1000 hari meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Yang menarik malam itu pak Habibie menguraikan bahwa secara ilmu fisika cinta termasuk kerinduan pada seseorang yang tinggal berjauhan dapat diurai secara matematis.
Sebagai orang yang awam tentang ilmu fisika, saya hanya dapat menangkap isyarat bahwa pak Habibie mencoba meyakinkan para hadirin bahwa cinta dan kerinduan itu adalah sesuatu yang manusiawi dan dapat ditakar dengan jangkauan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keyakinan itulah agaknya yang beliau jadikan sebagai media untuk merambatkan rasa cinta dan kerinduannya pada ibu Ainun manakala sewaktu-waktu terpaksa harus berada pada tempat yang berjauhan dan dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu.
Sepanjang penyampaian sambutan malam itu pak Habibie terlihat sangat bersemangat, tak jarang disertai dengan gerakan tangan dan sorot matanya yang berbinar-binar.
Beliau juga bercerita tentang perjalanan bangsa indonesia dari masa ke masa, termasuk demokrasi dimasa transisi dari orde baru sampai pada orde reformasi.
Kini Prof DR. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, Tokoh Bangsa, Bapak Teknologi dan Demokrasi Indonesia telah berpulang untuk selama-lamanya keharibaan yang maha khaliq.
Dan telah pula disandingkan dipemakaman sebagai kesuma bangsa bersama Ibu Hasri Ainun Besari Habibie menuju keabadian yang sesungguhnya.
Alfaatihah.
(Zulkifli Abdy)