Oleh Dhieya Zharifah
Sekolah : SMP Islam Al Azhar Cairo Banda Aceh (Kelas VIII)
Namaku Ismail, aku lahir di Banda Aceh pada tanggal 6 Mei 2009. Aku tinggal di daerah perkampungan pesisir laut yang bernama Kuala. Karena tinggal di pesisir laut, kulitku cenderung kecoklatan, perawakanku tinggi dan kurus, rambutku hitam bergelombang, mataku bulat dan berwarna coklat. Banyak sekali teman-temanku menganggap aku lucu dan aneh, tapi aku tidak tahu dimana letak kelucuan serta keanehan yang mereka pikirkan itu.
Udara di kampungku sangat bersih dan segar, karena banyak pepohonan yang rimbun. Mayoritas penduduk di kampungku bekerja sebagai Nelayan, tapi ada juga beberapa penduduk bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, selebihnya bekerja sebagai buruh harian.
Di kampungku hanya ada satu tingkatan sekolah yaitu tingkat dasar, tingkat pertama maupun tingkat atas. Jarak antara sekolahku yang sekarang dengan tempat tinggal sangat jauh, memerlukan waktu 30 menit dengan berjalan kaki. Sering kali aku merasa lelah setelah menempuh perjalanan baik pergi maupun pulang dari sekolah. Tak jarang aku pun sering terlambat masuk kelas karena jarak tersebut.
Aku anak yang berprestasi di sekolah, selalu menjadi juara di kelas. Aku juga sering menang lomba-lomba yang diadakan, terutama yang tidak ada biaya pendaftarannya. Karena jika ada, maka ayahku tidak mampu untuk membiayai pendaftaran tersebut karena kendala ekonomi keluargaku. Sebenarnya aku sangat ingin sekali mengikuti perlombaan berbayar seperti yang diadakan oleh beberapa Sekolah Menengah Atas ternama. Namun aku harus mengurungkan keinginanku jika harus mengeluarkan biaya pendaftaran.
Selain belajar di sekolah, aku juga belajar mengaji di balai pengajian dekat rumahku diwaktu malam hari. Kegiatan mengaji diawali dengan shalat magrib berjamaah dan diakhiri dengan shalat isya berjamaah. Mengaji membuatku senang apalagi jika belajar tilawah. Banyak teman-temanku yang mengatakan bahwa aku mempunyai suara yang indah dan merdu.
Aku sangat ingin punya sepeda seperti teman-temanku, tapi sayangnya orang tuaku tidak mampu untuk membelikan aku sepeda. Sejujurnya, aku sangat ingin mencoba dan penasaran bagaimana rasanya mengendarai sepeda, tapi teman-temanku enggan meminjamkan sepedanya walaupun terkadang ada juga teman yang baik hati kepadaku memberikan tumpangan. Dulu ayahku juga punya sebuah sepeda, namun terpaksa dijualnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keluargaku tergolong keluarga kurang mampu. Jangankan untuk membeli sebuah sepeda, untuk makan sehari-hari saja keluargaku kesulitan.
Pada suatu hari di sekolah, aku dipanggil ke Ruang Bimbingan Konseling. Sampainya aku di ruangan tersebut, ternyata aku sudah ditunggu oleh Bu Aina. Bu Aina merupakan seorang Guru Bimbingan Konseling dan termasuk salah satu guru. Bu Aina menyuruhku duduk, selanjutnya ia menanyakan perihal ketidak disiplinanku yang sering terlambat masuk ke kelas. Aku pun menjawab bahwa tempat tingalku dengan sekolah sangat jauh dan ayahku tidak mampu untuk membelikanku sebuah sepeda. Dengan senyum Bu Aina menasehatiku agar jangan terlambat lagi untuk masuk sekolah. Sebagai hukumannya, Bu Aina menyerahkan kepadaku sebuah surat peringataan apabila aku terlambat lagi maka sekolah akan memanggil orang tuaku. Aku tidak berani menceritakan tentang kejadian di sekolah pada ayahku karena takut membebaninya. Harga sebuah sepeda cukuplah mahal. Aku berfikir bagaimana caranya agar aku bisa sampai ke sekolah tepat waktu sebelum mempunyai sepeda. Akhirnya aku harus berangkat ke sekolah pada saat hari masih gelap.
Selang beberapa hari dari kejadian aku dipangil, Bu Aina memanggilku lagi. Ia menyerahkan selebaran dan aku pun membacanya. Setelah itu aku mengatakan bahwa ayahku tidak mempunyai uang untuk biaya pendafataran Olimpiade Biologi yang disarankannya kepadaku. Dengan lemah lembut Bu Aina mengatakan bahwa aku tidak usah khawatir pada biaya pendaftaran karena ia yang akan membayarnya. Bu Aina mengharapakan aku bisa memenangkan olimpiade tersebut karena hadiahnya berupa sebuah sepeda.
Semenjak hari dimana Bu Aina menyarankanku untuk mengikuti Olimpiade Biologi, aku menjadi tambah semangat belajar. Semua buku yang berhubungan dengan biologi diperpustakaan sekolah, aku membacanya. Bahkan tak jarang aku tertidur saat belajar karena kelelahan.
Tibalah pada hari yang dinantikan yaitu hari perlombaan. Aku diantar ke tempat perlombaan oleh Wali Kelasku. Sampai disana aku langsung menuju ke kelas yang telah ditentukan oleh panitia. Ketika masuk kelas, ada seorang anak laki-laki yang berkacamata yang telah duduk dengan rapi. Aku menilainya seperti seseorang yang sangat pintar. Seketika aku merasa gugup dan gelisah ketika melihatnya.
Ketika lembar soal dibagikan, para peserta lomba tidak diperkenankan untuk membukanya. Pada waktu yang telah ditentukan dan aba-aba dari pengawas perlombaan barulah kami bisa membuka lembar soal tersebut. Aku tersenyum melihat pertanyaan yang diperlombakan karena sebagaian besar pertanyaan yang keluar yaitu materi aku pelajari. Namun tak luput dari kegelisahan ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa aku jawab. Tanpa terasa waktu yang kulalui untuk menjawab pertanyaan berlalu sangat singkat dan waktupun selesai.
Beberapa hari setelah perlombaan, aku melihat pengumuman. Ketika aku mencari namaku, aku tidak menemukannya. Aku ulangi lagi sampai beberapa kali aku mencarinya, ternyata ada namaku. Di peringkat satu. Aku sangat senang karena memenangkan sebuah sepeda yang aku impiankan selama ini.
Setelah penyerahan piala dan hadiah kemenangan, aku pulang ke rumah dengan membawa sepeda. Ayahku sangat terkejut dan bangga atas pencapaianku saat itu. Menurutku, hari itu adalah hari yang paling membahagiakan. Selain aku mendapat sebuah sepeda, aku bisa membanggakan orang tuaku dengan belajar sebaik mungkin.