Oleh: Rizki Hawalaina, S.Pd
Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang II Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Pendidikan di era modern saat ini tidak lagi menciptakan peserta didik yang pasif, baik di dalam dan di luar kelas. Peserta didik yang awalnya menjadi objek pada proses belajar mengajar, kini telah berubah menjadi subjek yang diprioritaskan. Istilah teacher centered perlahan terhapus dari proses pembelajaran berikut dengan segala metode yang perlahan tak lagi digunakan, seperti metode ceramah penuh, dikte, menghafal, atau menyalin materi ke buku tulis melainkan pembelajaran yang berbasis proyek individu maupun kelompok.
Baru-baru ini Pemerintah Indonesia mulai mencoba mengimplementasikan ‘kurikulum merdeka’ pada pembelajaran. Tujuannya agar karakter peserta didik yang menyesuaikan dengan Profil Pelajar Pancasila dapat semakin kuat. Pemerintah gencar mensosialisasikan program terkait untuk perlahan mengubah paradigma guru berintegrasi pada paradigma konsep baru yang berpusat pada peserta didik dalam pembelajaran. Dalam kurikulum merdeka, banyak kegiatan pembelajaran yang berbasis proyek kelompok atau project based learning, sehingga guru sebagai perancang kurikulum dituntut untuk mahir dalam merancang modul berbasis proyek agar berkualitas.
Seiring dengan perancangan proyek oleh guru yang sebenarnya adalah hal yang biasa mengingat tugas guru adalah sebagai perancang, guru merancang kegiatan pembelajaran serta memberikan pengalaman belajar bagi peserta didik lewat kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Selain merancang kegiatan, guru juga sebagai perancang penilaian untuk memastikan apakah tujuan yang ingin dicapai sudah tercapai atau sebagai diagnosa lebih lanjut tentang kebutuhan peserta didik.
Sejalan dengan tugas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran berbasis proyek, guru harus memahami strategi merancang pembelajaran, salah satunya adalah Backward Design. Menurut Wiggins McTighe dalam bukunya Understanding by Design (2006), desain yang tepat untuk pendekatan Understanding by Design adalah backward design. Sesuai maknanya, perancangan Backward design dimulai dari akhir terlebih dahulu yaitu tujuan yang nyata dari kegiatan projek yang kemudian akan mundur untuk mengembangkan kegiatan yang akan dilakukan, sehingga memenuhi tujuan proyek tersebut.
Pada rancangan biasa, guru merancang pembelajaran dengan menentukan topik tertentu dilanjutkan dengan merangkai kegiatan pembelajaran dan diakhiri dengan penilaian sumatif yang cenderung bersifat menghakimi. Strategi perancangan ini dinilai kurang tepat karena untuk beberapa topik pembelajaran secara umum tidak didapati arah yang sesuai yang seharusnya dapat diterapkan pada hasil nyata. Akibatnya, guru dan peserta didik dibuat bingung “kemana hasil pembelajaran ini dapat berguna?”.
Lantas, bagaimana backward design dapat diimplementasikan di dalam kelas dan bagaimana peran guru dalam pengimplementasian kurikulum tersebut? Tentunya, sebagai seorang pendidik yang professional, guru tidak hanya bergantung pada apa yang telah ditetapkan dan menjalankan pembelajaran dengan level standar. Layaknya seorang desainer baju yang berupaya untuk menyesuaikan kebutuhan dan keinginan klien, guru juga demikian. Guru harus mampu menyesuaikan kebutuhan peserta didik lewat pembelajaran. Caranya adalah dengan merancang pembelajaran dengan tepat dan sesuai dengan tujuan dari pembelajaran itu sendiri sehingga dapat ditampilkan pada kehidupan nyata atau lingkungan masyarakat sebagai bentuk kontribusi. Peran guru selanjutnya adalah melaksanakan kerangka perancangan kegiatan dengan semaksimal mungkin agar ditemui jawaban atas berhasil atau tidaknya perancangan tersebut yang menjadi cikal bakal evaluasi untuk pembelajaran berikutnya. Sebagai contoh dalam pembelajaran Bahasa Inggris tentang surat lamaran kerja.
Awalnya guru harus menentukan tujuan secara spesifik misalnya “Siswa mampu membuat surat lamaran kerja yang baik”. Selanjutnya guru merancang asesmen yang mungkin dilaksanakan atas tujuan tersebut misanya “Guru meminta siswa untuk merancang surat lamaran kerja”. Selama pembahasan materi tersebut dapat dilakukan di dalam kelas dengan seksama.
Selanjutnya guru dapat merancang kegiatan belajar peserta didik di luar kelas sebagai bentuk aksi nyata misalnya menugaskan peserta didik ke perusahaan atau instansi yang memiliki arsip surat lamaran kerja karyawan sehingga peserta didik dapat melihat langsung dan mengeksplorasi lebih lanjut tentang surat lamaran kerja. Pada akhirnya, pembelajaran yang dilaksanakan memberikan pengalaman belajar bagi peserta didik dan menumbuhkan motivasi bagi peserta didik untuk mewujudkan materi yang ia fahami di kehidupan nyata sebagai bentuk kontribusi.
Sesuai dengan tujuan utama Understanding by Design (UbD) melalui backward design ini adalah tercapainya tujuan pembelajaran dan diharapkan dapat direalisasikan oleh peserta didik. Guru sudah menentukan kontribusi akhirnya akan seperti apa yang diinginkan. Oleh karena itu desain tahapan awal sangat kompleks, holistik, natural, fundamental dan aplikatif. Analisis diagnostik berperan penting dalam kerangka awal UbD yang implementatif.
Semoga dengan dirancangnya pembelajaran menggunakan kurikulum UbD ini didapati hasil yang nyata berupa pemahaman yang tinggi bagi peserta didik terhadap materi ajar serta terealisasinya kontribusi peserta didik dilingkungan masyarakat.