Oleh : Mohammad Arif P
Inilah era, kata Menteri Nadiem Makarim, bahwa gelar tidak menjamin kompetensi; kelulusan tidak menjamin kesiapan karya; akreditasi tidak menjamin mutu; masuk kelas namun tidak menjamin belajar. Lantas, apa peran serta keberadaan negara cq Kementerian Pendidikan apabila kredo sang menteri seperti itu? Tetapi, ini hanyalah prolog dari catatan kecil di ujung 2022.
Agaknya, mulai ada ketidakpercayaan bahkan persepsi elit kekuasaan atas diksi ‘menjamin’ di satu sisi, timbul pula distorsi frasa —khususnya diksi: ‘menjamin’— pada sisi lain. Bagaimana dengan persepsi publik?
Jaminan negara hadir dalam koridor _nation state_ (negara bangsa) dimana negara merupakan satu-satunya alat bagi rakyat guna menggapai tujuan dan cita-cita bersama, justru terdistorsi. Ada pergeseran makna. Dalam hal keamanan dan bencana, misalnya, negara mampu hadir optimal melindungi warga kecuali di daerah-daerah tertentu seperti Papua contohnya. Akan tetapi, pada bidang kesejahteraan masih jauh panggang dari api. Merujuk prolog di atas, inilah era bingung alias kebingungan. Lalu geopolitik pun berjalan linglung.
_Wong_ bingung, kata leluhur, itu akibat tidak kenal diri. Tak tahu siapa sejatinya diri. Dalam konteks lebìh besar lagi strategis, bangsa yang tidak paham (geopolitik) negeri sendiri identik tak kenal diri. Pada akhirnya, kebijakan politik yang harusnya berbasis geo/tanah/bumi, misalnya, malah (kebijakannya) menimbulkan ironi di sana-sini. Betapa negeri agraris dengan curah hujan tinggi _kok_ impor rempah dan kacang-kacangan yang berlimpah pada tanahnya; _lho,_ negeri dua musim dengan pantai terpanjang kedua di dunia _kok_ malah impor garam, ikan, dan lainnya; bangsa yang memiliki demokrasi musyawarah mufakat _(local wisdom)_ _kok_ justru mengimpor demokrasi liberal _(one man one vote)_? Inilah yang kini berlangsung. Geopolitik bingung. Sekali lagi, era pun linglung. Maka, akibat tak kenal diri dan bingung, gilirannya muncul rasa tidak percaya diri.
Pertanyaan menggelitik timbul, “Apakah yang akan terjadi di sebuah bangsa yang tidak percaya pada diri sendiri?”
Bagi bangsa tidak percaya diri akibat tak kenal diri —secara filosofi— apa-apa yang dikerjakan ibarat fatamorgana. Dikiranya atau terlihat berlimpah air (kemakmuran) dari kejauhan, namun ketika didekati ternyata nihil. Tak ada apa-apa. Retorikanya, apakah semua program yang dikerjakan hari ini nantinya berujung fatamorgana buat rakyatnya? Sebuah retorika memang tidak untuk dijawab agar catatan ini bisa dilanjutkan.
Tak dapat dinafikan, bahwa di penghujung 2022 menyisakan fluktuatif isu internal di tengah lingkungan strategis yang bergerak, khususnya konflik Ukaraina beserta efeknya. Dan isu-isu internal tadi dipastikan mempengaruh konstelasi politik 2023 di Tanah Air, antara lain adalah:
Isu Ke-1: apakah akan digelar Pemilu 2024, atau Pemilu ditiadakan dengan berbagai dalih dan alasan?
Isu Ke-2: apakah perpanjangan waktu jabatan, atau penambahan periodesasi jabatan presiden melalui Amandemen Ke-5 UUD 1945 jadi dijalankan?
Isu Ke-3: adakah diterbitkan Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945 naskah asli?
Isu Ke-4: persaingan para kandidat capres/cawapres semakin memanas; dan
Isu Ke-5: munculnya isu lain tidak terduga, namun masih terkait perpanjangan baik periodesasi jabatan presiden ataupun waktu; wacana Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD naskah asli, dan lain-lain.
Ya. Kelima isu di atas saling berkelindan satu sama lainnya memenuhi ruang dan waktu. Lalu, prakiraan kondisi semacam apa yang mewarnai tahun 2023 nanti?
Situasi dan kondisi 2023 terutama dinamika sosial politik, niscaya berbahan bakar lima isu di atas. Dan hasil pergumulan di 2023 akan menjadi rujukan penting untuk mendasari keputusan politik pada 2024. Entah perpanjangan waktu dan/atau diubah menjadi tiga periode; atau terbit Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945 naskah asli dalam rangka melaksanakan Pilpres melalui MPR; ataupun muncul isu lain di luar skenario yang ada?
Itulah sekilas gambaran situasi di Tahah Air pada 2024 dari perspektif (geo) politik.
Pertanyaannya kini, “Bagaimana prakiraan kondisi 2023 dari sudut (geo) spiritual?”
Singkat narasi, secara geospiritual, bahwa 2023 Masehi (tahun 3 M) merupakan ‘tahun penyakit’. Makna penyakit ialah, _barang (olo) kang metu._ Sesuatu yang buruk keluar. Nyaris semua aib dan kecurangan _(barang olo)_ terkuak. Di tahun itu, entah aib pribadi, kelompok, maupun aib entitas yang lebih besar akan muncul di permukaan kecuali ditutupi-Nya.
Dalam hitungan waktu, baik kecurangan masa lalu, masa kini, ataupun kecurangan yang masih dalam perencanaan pun tersibak. Luar biasa. Kasus Ketua KPU dan Wanita Emas ialah permulaan (contoh) kecil, selain _barang olo kang metu_ jelang 2023 —jab-jab ringan— juga perencanaan kecurangan _keprucut_ lewat cakap-cakap ‘bobok siang’.
Di tahun penyakit nanti, merebak _public distrust_ terhadap sistem dan aturan (rezim) terutama dalam konteks _good governance clean government._
Awalnya kecil. Riak-riak belaka, lama-lama membesar lagi meluas. Ini terlihat pada kekecewaan, frustrasi, dan amarah publik. Tunas-tunas _civil disobedience_ alias pembangkangan sipil mulai bersemi. Di sana-sini berserak isu bahwa rakyat menginginkan perubahan. Opini menggelembung. Bukan cuma (perubahan) ganti rezim, namun arus kencang justru ingin ganti sistem. Rakyat semakin paham, bahwa hulu persoalan bangsa bercokol di sistem politik alias konstitusi. Inilah potret umum pada 2023 dari perspektif geospiritual.
Kelak bila masa atau waktu memasuki 1445 Hijriyah (tahun 5 H), itu yang dinamai ‘tahun api’. Tak boleh dielak, api adalah lambang semangat/jìhad/spirit yang tidak kunjung padam. Sifat api itu menjilat, menjalar dan membakar. Dalam tahun api, kondisi rakyat mudah dihasut. Cepat marah. Sekali dipercik _barang kang olo_, api (marak dan amuk) pun berkobar.
_Flashback_ sejenak. Bisakah Anda bayangkan situasi tahun 194(5) dan 196(5) di republik tercinta yang notabene ialah tahun api? Tak berharap seperti itu. Semoga Dia, Allah, tempat segala sesuatu bergantung kepada-Nya memberi hal terbaik kepada bangsa dan negara ini.
Tidak dapat digambar lewat kata-kata. Poin intinya, bahwa di tahun tersebut segala penyakit _(olo)_ yang dikerjakan kaum imperialis dan golongan kiri —waktu itu— pun terbakar dan hangus dibakar massa. Musnah. Hanya tersisa cerita serta puing-puing diselimuti abu.
Nah, memasuki 19 Juli tahun 2003 nanti, inilah epicentrum dan titik tabrak antara tahun penyakit (3 M) dengan tahun api (5 H). Mungkin, dahsyatnya tak terkira. Begitu percik _barang olo_ meletik, api pun menyambar, menjalar serta melalap apa yang ada. Tak hanya di satu tempat, atau di beberapa daerah saja, nyaris di seluruh wilayah. Api berkobar sulit dipadamkan. _Vivera pericoloso._
Kita meloncat ke lingkungan strategis, meninggalkan situasi hangat di tingkat lokal.
Ya. Jangan dikira, konflik Ukraina akan mereda di tahun 3 dan 5 ini. Justru sebaliknya, konflik Rusia _versus_ Ukraina semakin menggila. Segala kecanggihan teknologi perang diuji-cobakan oleh para pihak kecuali senjata nuklir. Selain menjadi lapangan tempur _(proxy war),_ Ukraina juga berubah menjadi neraka dunia. Kasihan rakyatnya. Korban terus berjatuhan, tak terhitung. Pengungsi terus bertambah.
Dan konon, _’gas weapon’-_ nya Rusia dioptimalkan oleh Putin sehingga berdampak krisis energi super-akut di kelompok negara _North Atlantic Treaty Organization_ (NATO) —kelompok negara yang tergantung gas Rusia— kecuali beberapa negara yang ‘berdamai’ dengan Rusia seperti Belanda, dan lainnya. Tidak hanya krisis energi, krisis pangan pun tidak kalah dahsyat. Makanan langka. Krisis finansial bukan sekedar inflasi namun cenderung stagflasi. Ini juga berimbas ke Inggris dan Amerika (AS). Inflasi meroket, ekonomi melambat bahkan kontraksi, pengangguran merebak. Demonstrasi warga marak menuntut kinerja elit penguasa mengantisipasi krisis yang terjadi.
Diprakirakan, _proxy and hybrid warfare_ di Ukraina akan terus berlangsung hingga 2024 bahkan lanjut. Entah sampai kapan. Silakan dicermati. Selama berlangsung konflik Ukraina maka krisis global yang berupa krisis energi dan pangan, krisis finansial, dan lain-lain niscaya terus menghantui negara-negara di dunia kecuali kelompok negara autarki, mandiri dan _self sufficiency_ (swasembada).
Demikian gambaran keadaan ketika tahun penyakit dan tahun api bertemu dalam satu garis edar. Tak ada maksud menggurui siapapun, apalagi pihak yang berkompeten. Hanya _sharing_ informasi di tahun 2023 berbasis geopolitik dan geospiritual.
Selamat tahun baru 2023.
S’pong, 1 Januari 2023