Oleh Ahmad Rizali-
Berdomisili di Depok
Sebulan yang lalu pak Rahman, demikian kami murid muridnya memanggil beliau, menelponku”misscall” dan aku telpon balik. Beliau ngobrol panjang lebar dan kesanku kangen kepada murid muridnya. Aku termasuk murid beliau yang paling dekat dan tersesat paling jauh dalam bidang keilmuan. Sekalipun demikian pernah menjadi asisten dalam mata kuliah “Corrossion Engineering” saat dosen tetap di Fakultas Teknik UI masih sekolah ke LN.
Pak Rachman ini seorang pembaharu. Departemen Metalurgi (d/h Jurusan Metalurgi) dan Departmen Teknik Kimia (d/h Prodi Gas dan Petrokimia) di UI beliau dan kawan-kawan yang mendirikan. Uniknya, beliau bukan PNS yang sempat memegang pimpinan kedua Jurusan itu sampai menjelang mapan.
Dosen yang baik hati dan ganteng ini lahir di Cerebon dan meneruskan studinya sampai menjadi Doktor Engineer (Dr. Ing.) di Aachen Jerman, sejaman dan menjadi sohib alm. Habibie. Aku tidak menonton film “Habibie & Ainun” tetapi yakin, jika ada setting adegan di Jerman, beliau pasti muncul karena kedekatannya.
Ketika Jurusan Metalurgi mulai mapan, di awal Tahun 1980, pak Rachman dan kawan-kawan dengan dukungan PT.Pertamina mendirikan prodi Gas & Petrokimia yang menempel di Jurusan Metalurgi Fakultas Teknik UI.
Gagasan mendirikan Prodi ini adalah karena hasil minyak mentah Indonesia menyusut, sehingga tak lama lagi akan menjadi “net importer” sementara gas alam Indonesia sedang melimpah dan di Arun Aceh dan Bontang Kaltim sedang tumbuh kilang LNG yang sangat besar.
Prodi Gas dan Petrokimia mendidik Insinyur yang mampu mengurusi Gas Alam menjadi produk LNG (dieksport ke Jepang) dan Produk Petrokimia. UI bekerja sama dengan Institut of Gas Technology (IGT) Chicago US mengembangkan pendidikan Insinyurnya. Aku yang sudah 4 semester di Jurusan Metalurgi mendaftar ulang ke Prodi ini dan diterima sebagai mahasiswa angkatan pertama. Pak Rachman memimpin Prodi ini.
Sebagai mujaddid, beliau nampaknya belum puas dengan mendirikan 2 jurusan yang berbeda di UI, pada awal 1990an kembali membuat “ulah” dengan mendirikan program “Research Grant”. Kembali dengan reasoning bahwa gas alam melimpah, namun banyak CO2nya dan minyak menyusut, perlu dibentuk sebuah institusi riset yang akan mengurusi Hidrokarbon dan CO2 tersebut menjadi produk Petrokimia.
Pak Rachman memang manusia yang tidak selalu hanya sampai di gagasan, namun selalu berupaya mewujudkannya dengan sekuat tenaga. Tidak sedikit dana pribadi beliau terpakai untuk mewujudkan gagasan besar itu. Ada yang diganti dan tidak sedikit pula yang tidak. Aku seringkali hanya bersikap “samikna wa atokna (aku mendengar dan aku jalankan)” gagasan beliau.
Dengan dana di awal 1990 itu sebesar 1,5 Juta USD plus Rp. 1,5 Milyar, Research Grant berjalan selama 5 Tahun. Hasil nyata adalah sejumlah doktor lulusan dari Oxford dan Wina, master di sejumlah Universitas DN dan LN serta laboratorium yang canggih di Jurusan Teknik Kimia yang menghasilkan puluhan karya ilmiah bereputasi Internasional dari para dosen peneliti alumni PT LN. Aku termasuk diantaranya.
(Bersambung)