Oleh: Achmad Nur Hidayat | Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute
Ahyudin dan Ibnu Khajar mantan 2 petinggi lembaga kemanusiaan ACT divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim. Keduanya dianggap terbukti bersalah telah menggelapkan dana bantuan perusahaan Boeing kepada keluarga korban kecelakaan Boeing sebesar 117.982.530.997 di luar peruntukannya.
Perkara ini bermula pada 29 Oktober 2018, ketika terjadi insiden maskapai Lion Air bernomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Indonesia. Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.
Kemudian, The Boeing Company atau Boeing menyediakan dana USD 25 juta melalui Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air 610. Selain itu, Boeing memberikan dana sebesar USD 25 juta sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF), yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan. Di mana dana tersebut tidak langsung diterima oleh para ahli waris korban, namun diterima oleh organisasi amal atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.
Tiap ahli waris korban Lion Air 610 mendapat santunan dari Boeing sebesar USD 144.320 atau senilai Rp 2 miliar. Pihak ACT lalu menghubungi keluarga korban dan mengatakan telah ditunjuk dari Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari Boeing.
Kemudian sebanyak 189 keluarga korban selaku ahli waris telah mendapatkan santunan dari perusahaan Boeing yaitu masing-masing ahli waris mendapatkan dana USD 144.320 (seratus empat puluh empat ribu tiga ratus dua puluh dolar Amerika) atau senilai Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) (kurs Rp 14.000), di mana santunan tersebut diterima langsung oleh ahli waris sendiri,” ujar jaksa.
Pihak Yayasan ACT menghubungi keluarga korban dan mengatakan Yayasan ACT telah mendapatkan amanah (ditunjuk) dari Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari Boeing.
Dan dalam perjalanan nya dana yang diterima ACT dari perusahaan Boeing tersebut untuk keluarga korban kecelakaan ternyata tidak disalurkan sesuai kesepakatan di awal.
Dalam persidangan terungkap bahwa ACT menerima dana sosial sebesar Rp138.546.388.500 pada 25 Januari 2021 untuk program sosial yang dikelola yayasan tersebut. Namun implementasi dana sosial tersebut tidak sesuai dengan jumlah yang diberikan Boeing Company.
Sidang digelar untuk tiga terdakwa yakni mantan Presiden ACT Ahyudin dan Ibnu Khajar serta eks Senior Vice President ACT Heriyana Hermain. Sidang digelar secara terpisah untuk masing-masing terdakwa.
Dalam sidang dengan terdakwa Ahyudin, Jaksa Penuntut Umum mengungkapkan hanya sebagian kecil dana sosial Boeing Community Investment Fund (BCIF) dari The Boeing Company yang digunakan ACT sesuai peruntukannya.
Jaksa mengatakan bahwa ACT menerima dana sosial sebesar Rp138.546.388.500 pada 25 Januari 2021 untuk program sosial yang dikelola yayasan tersebut. Namun implementasi dana sosial tersebut tidak sesuai dengan jumlah yang diberikan Boeing Company.
Ahyudin bersama-sama dengan Hariyana Hermain dan Ibnu Khajar yang mengetahui penggunaan dana BCIF harus sesuai dengan peruntukkannya sebagaimana tertulis dalam Protocol BCIF April 2020 pada kenyataannya tetap memproses pengajuan dan pencairan dana pembangunan fasilitas pendidikan program implementasi Boeing tersebut sekalipun mengetahui nilai RAB yang disetujui oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) jauh di bawah nilai proposal yang diajukan.
Hasil audit akuntan independen ditemukan hanya Rp20.563.857.503 saja yang diperuntukkan bagi program sosial. Jumlah tersebut terdiri dari pembayaran proyek boeing sesuai perjanjian kerjasama Rp18,188,357,502, pembayaran proyek boeing atas nama Lilis Uswatun Rp 2,375,000,001 dan pembayaran proyek boeing atas nama Francisco Rp500,000,000.
Sedangkan sisa dana BCIF tersebut digunakan Ahyudin bersama-sama dengan Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain tidak sesuai dengan implementasi Boeing dan malah digunakan bukan untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial sebagaimana yang ditentukan dalam Protocol BCIF adalah sebesar Rp117.982.530.997.
Dakwaan jaksa tersebut pun kemudian sudah diakui oleh Ahyudin dan Ibnu Khajar bahwa mereka telah melakukan penggelapan dana bantuan Boeing tersebut. Dan atas dakwaan kepada mereka penjara selama 4 tahun Ahyudin sendiri meminta dibebaskan dengan alasan berkelakuan baik dan merupakan tulang punggung keluarga dan memiliki 14 orang anak.
Dari kasus ACT ini lesson learned yang kita dapatkan adalah betapa berbahayanya jika pengelolaan lembaga sosial atau pun lembaga kemanusiaan dilakukan tanpa adanya pengawasan yang ketat karena kemudian dana sosial yang tujuannya untuk masyarakat dan sosial justru diambil oleh para petinggi lembaga tersebut untuk kepentingan pribadinya.
Pelajaran lainnya dari peristiwa ini adalah orang orang yang beraktifitas di lembaga sosial haruslah orang orang yang bersih dan memiliki integritas dan memiliki pengawasan internal dan eksternal yang kuat juga.
Lembaga lembaga sosial dan kemanusiaan harus transparan berbagai laporan keuangannya dan mudah diakses oleh masyarakat dan juga diaudit oleh lembaga akuntan publik yang kredibel dan juga diawasi oleh negara. Sehingga penyimpangan penyimpangan yang terjadi seperti pada kasus ACT ini tidak terjadi lagi di kemudian hari.