Oleh Mahmudi Hanafiah
Dosen Institut Agama Islam (IAI) Al-Aziziyah
Guru Dayah Jamiah Al-Aziziyah, Samalanga , Kabupaten Bireun
‘Dayah MUDI adalah dayah yang diwarisi oleh guru kita Al-Marhum Abon Abdul Aziz yang meneruskan estafet dari Al-Marhum Abi Hanafiah serta para masyaikh lainnya dengan tradisi beuet seumeubeuet. Oleh karena itu, saya pesankan kepada seluruh alumni untuk menjadikan beuet seumeubeuet sebagai ideologi yang kita jazam dalam hati dan kita laksanakan sepanjang waktu dalam rangka membesarkan dayah MUDI dan seluruh dayah cabang Al-Aziziyah yang tersebar di seluruh Aceh dan luar Aceh.’
Begitulah kutipan salah satu pesan Abu MUDI kepada seluruh alumni MUDI yang dibacakan oleh salah seorang muridnya, yang dikenal dengan sapaan Ayah Cot Trueng pada acara Haul Abon Aziz yang ke-35, pada tanggal 2 Januari 2023.
‘Beuet seumeubeuet’ merupakan ungkapan yang acap kali digaungkan oleh salah seorang ulama kharismatik Aceh yang bertanah kelahiran Jeunieb, yaitu Tgk. Abdul Aziz bin Muhammad Saleh yang dikenal dengan sapaan Abon Aziz atau Abon Samalanga. Beliau adalah salah satu pimpinan dayah MUDI yang merupakan murid dari salah seorang ulama Aceh yang dijuluki sebagai Bapak Pendidikan, yaitu Abuya Muhammad Wali Al-Khalidi atau yang akrab disapa dengan sebutan Abuya Muda Wali.
Istilah ‘beuet seumeumbeuet’ merupakan ungkapan dalam bahasa Aceh yang dalam bahasa nasionalnya disebut ‘belajar-mengajar’. Ungkapan tersebut telah tertanam kuat dalam diri setiap alumni Pondok Pesantren Ma’hadal Ulum Diniyah Islamiyah (MUDI) Mesjid Raya Samalanga Kabupaten Bireuen. Hal itu karena ungkapan tersebut terus diucapkan oleh para guru dan diperdengarkan kepada murid – muridnya, sehingga terwarisi secara otomatis dari generasi ke generasi.
Pada acara peringatan Haul Abon Aziz yang ke-35, Abu MUDI yang merupakan penerus estafet kepemimpinan dayah MUDI sesudah wafatnya Abon Aziz memperkuat kembali ungkapan tersebut kepada seluruh alumni dan berpesan agar ungkapan tersebut dijadikan sebagai ideologi yang senantiasa tertancap dengan kuat dalam hati dan selalu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Abu MUDI, yang bernama lengkap Tgk. H. Hasanoel Bashry H. Gadeng, juga berpesan agar para alumni selalu bersatu dan bahu membahu dalam hal menyampaikan ilmu kepada seluruh umat. Bahkan, Abu MUDI juga mengharapkan agar alumni laki-laki memfasilitasi alumni perempuan untuk bisa ikut andil dalam hal tersebut sesuai dengan ketentuan hukum dalam mazhab Imam Syafi’i.
Harapan tersebut tentunya masih berkaitan erat dengan tradisi beuet seumeubeuet yang diintruksikan agar menjadi ideologi dari setiap santri dan alumni MUDI. Tradisi tersebut terus diwarisi dan dilestarikan agar para alumni tidak pernah berhenti dalam belajar ilmu agama lewat kegiatan beuet (belajar ilmu agama) dan seluruh lapisan masyarakat senantiasa dibekali dengan ilmu agama lewat kegiatan seumeubeuet (mengajar ilmu agama) yang dilaksanakan oleh para alumni. Ketika ilmu agama terus dipelajari dan disampaikan kepada umat, maka nilai-nilai keislaman akan muncul dan selalu dirasakan oleh setiap umat. Dengan begitu, Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam) akan terealisasikan dalam kehidupan sosial.
Tradisi beuet seumeubeuet bukan tidak ada landasannya dalam Islam. Nabi Muhammad SAW menegaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi yang artinya: “Jadilah engkau orang yang berilmu, orang yang menuntut ilmu, orang yang mau mendengarkan ilmu atau orang yang menyukai ilmu. Janganlah kamu menjadi orang yang kelima, maka kamu akan celaka.”
Hadis di atas menyebutkan secara berurutan empat golongan manusia yang mempunyai nilai dalam pandangan Islam, yaitu orang yang berilmu, orang yang menuntut ilmu, orang yang mau mendengarkan ilmu dan orang yang menyukai ilmu. Sedangkan golongan yang kelima adalah orang-orang yang tidak termasuk dalam salah satu dari empat golongan tersebut. Nabi Muhammad SAW melarang umatnya menjadi golongan yang kelima, karena orang-orang yang termasuk dalam golongan yang kelima adalah orang yang tidak akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat kelak.
Orang yang mengikuti tradisi beuet seumeubeuet termasuk dalam dua golongan, pertama yang disebutkan dalam hadis di atas, yaitu orang yang menuntut ilmu dan orang yang berilmu. Dalam ungkapan beuet seumeumeuet lebih dahulu disebutkan menuntut ilmu (beuet), karena dalam praktiknya seseorang akan menjadi orang yang berilmu setelah dia menuntut ilmu. Orang yang berilmu diwajibkan menyampaikan ilmu kepada orang lain (seumeubeuet) sebagai upaya dalam menjaga kelestarian ilmu agar tidak sirna ditelan masa.
Tradisi beuet seuemeubeuet sangat kental pengamalannya di kalangan MUDI, baik santri, dewan guru maupun alumni. Keluar sebagai lulusan dayah MUDI bukan berarti berhenti dari kegiatan belajar dan mengajar. Seluruh alumni diwajibkan untuk selalu belajar agar senantiasa mendalami ilmu agama dan mengajarkan ilmu agama kepada umat dengan berbagai metode yang digunakan. Kewajiban mengajar bukan berarti semua alumni wajib mendirikan pondok pesantren atau balai pengajian, sehingga tidak semua lulusan punya kapasitas untuk itu. Akan tetapi, kewajiban mengajar tetap harus dilaksankan, walaupun hanya mengajarkan istri dan anak masing-masing.
Dengan adanya kegiatan beuet seumeubeuet yang dimulai dari lingkungan rumah tangga, dasar-dasar agama Islam akan dikenal oleh setiap generasi sejak dini. Hal tersebut sangat penting dalam mewujudkan konsep Islam sebagai rahmat bagi sekalian alam dalam kehidupan masyarakat.