• *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • Gepeng Yang Diamankan Satpol PPWH Banda Aceh Pakai Sabu Sebelum Beraksi
  • Home 1
    • Air Mata Mata Air
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Home 5
  • Memilih Pendidikan, Memilih Masa Depan
  • Redaksi
  • Telaga Sastra Cinta “Savitri J”
Thursday, March 30, 2023
No Result
View All Result
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Aceh

Almarhum Drs. Mohd. Kalam Daud. M.Ag Dalam Kenangan

admin by admin
January 6, 2023
in Aceh, Kenangan, Sosok, Tokoh
0
Almarhum  Drs. Mohd. Kalam Daud. M.Ag   Dalam Kenangan
0
SHARES
4
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: TA. Sakti

           ( Bagian Pertama )

Berpenampilan  bersahaja, sederhana, sopan, tenang dan berwibawa. Sifat itulah yang saya amati pada diri pribadi Drs. Mohd. Kalam Daud, M.Ag, selama saya bersahabat lebih  20 tahun. Orang yang biasa disapa Pak Kalam ini lahir di  Cot Paleue Mesjid, Kecamatan Simpang Tiga,  Kabupaten Pidie, pada 6 Juli 1957.  Dia sebagai staf pengajar UIN Ar-Raniry yang pada akhir Desember ini akan pensiun. Namun, pada 12 Desember 2022/18 Jumadil Awal 1444 H, jam 09.40 wib.,  beliau berpulang kerahmatullah di Rumah Sakit Zainal Abidin (RSZA), Banda Aceh.

Innalillahi wainna ilaihi raji’un…

Selesai dimandikan dan dikafani, jenazah dibawa pulang sebentar ke rumah di lorong Zakaria Yunus, gampong Rukoh, lalu dibawa ke Mushalla Al-Muhajirin di bantaran Krueng Aceh di seberang jalan Pasar baru Lamnyong. Selesai dishalatkan secara berjamaah, jenazah  dibawa ke ambulans  untuk dibawa pulang ke kampung halaman  Cot Paleue Mesjid dan dikebumikan di samping Ibunda Amansari Arsyad.

Awal pertama saya mengenal nama beliau dalam rubrik surat pembaca harian Serambi Indonesia tahun 90 an. Saat itu Pak Kalam  menanggapi  surat pembaca: ( Ismail NA  Lampriek) mengenai bahasa Aceh. Saat membaca tulisan itu saya berpikir bahwa orang ini sudah tua, cukup ahli bahasa Aceh.  Karena itu saya mesti  mencari tempat tinggalnya   di kampung Keuramat Banda Aceh.

Begitulah, saya segera berangkat mencari alamat itu. Teman-teman  tetangga kost mengatakan bahwa Pak Kalam sudah pindah ke “Darussalam”  tanpa diketahui alamat yang jelas. Pencarian pertama berhenti di situ, namun upaya itu masih tetap saya laksanakan di kesempatan lain.

Setiap kali membaca pernak-pernik bahasa Aceh, langsung  saya teringat nama Pak Kalam.  Segera saya  berangkat mencari alamatnya lagi. Hal serupa berlangsung berulang-ulang; berkali-kali. Barulah setelah 8 tahun waktu berlalu saya betul-betul menjumpai Pak Kalam  di lorong Banna, dusun Lamnyong, gampong Rukoh, Darussalam, Banda Aceh. Setelah tsunami Aceh 2004 beliau pindah ke rumah sendiri di lorong Zakaria Yunus.

.

Saat pertama kami berjumpa,  Pak Kalam  sedang di hadapan komputer menulis  sesuatu. Kemudian berulang kali  saya mengunjungi  kediamannya,  dia selalu berada di teras rumah bersama laptop. Ketika itulah saya berkesimpulan,  bahwa beliau orang yang rajin dan serius. Namun anggapan saya bahwa dia sudah lanjut usia teryata tidak benar. Bahkan, 3-4 tahun  lebih muda dari saya.

Latihan Bersabar

Suatu ketika seorang mahasiswa  menjumpai naskah lama ( manuskrip) pada saat pembongkaran rumah tua di kampung Tijue, Sigli, Pidie. Semula manuskrip itu dibawa kepada seorang dosen IAIN  Ar-Raniry. Tapi beliau menyuruh mahasiswa membawanya lagi kepada saya. Setelah saya periksa, dalam buku tebal itu terdapat beberapa judul karangan.  Saya tertarik kepada dua judul manuskrip dalam buku itu.  Pertama, karya Syekh Abdurrauf tentang zikir dan tarekat, yang pada tahun 1976 sudah pernah saya transliterasi ke huruf Latin.

Kedua, naskah yang berjudul Qawa’idul Islam, yang oleh orang Aceh dinamakan “Kitab Bakeumeunan”,  karena di dalamnya banyak dijumpai kata “bakeumeunan” (biarkan dulu). Ada  hal menarik dalam kitab Qawa’idul Islam. Ia tertulis dalam tiga bahasa, yaitu bahasa Arab, Melayu, dan bahasa Aceh dalam jenis prosa.

Prof.  Ali Hasjmy berpendapat, bahwa hampir semua bahasa Aceh tempo dulu tertulis dalam bentuk syair atau sanjak dan nyaris tidak ada dalam bentuk prosa. Ternyata dalam Qawa’idul Islam saya jumpai bahasa Aceh dalam bentuk prosa.

Keunikan  itulah yang mendorong saya  berguru kepada Pak Kalam. Hal ini disebabkan  keterbatasan saya dalam memahami bahasa Arab.  Kebetulan di kala itu Pak Kalam  sedang disibukkan  menulis tesis dengan judul “Sunnatullah dalam Pemikiran Kalam” di Pascasarjana UIN Ar-Raniry. Setiap saya mampir ke rumahnya, selalu saya jumpai beliau sedang sibuk. Walaupun demikian, saya tetap berkunjung ketika ada waktu luang.

Di kala itu belum ada alat komunikasi yang canggih seperti sekarang semisal telepon seluler. Oleh karena itu setiap ke rumah Pak Kalam, saya selalu menyewa RBT/Ojeg. Setelah satu tahun lebih  saya menunggu,  barulah Pak Kalam dapat menyelesaikan tesis pada tahun 2006 dan mulai ada kesempatan membantu saya.

Seandainya saya tidak bersabar dalam menunggu  satu tahun lebih  itu,  tentu putuslah “jaringan” saya dengan Drs. Mohd. Kalam Daud, M.Ag.

Hobi Membaca

Setahu saya, otobiografi pertama dalam bentuk syair bahasa Aceh ditulis oleh Pak Kalam. Judulnya “Meudiyeueng Meulinteueng Meuampeueng Hudep”(Lintasan Hidup). Otobiografi ini menjadi saksi bisu bahwa dia benar-benar punya hobi membaca. Karena suka membaca, hampir setiap hari dia pergi ke berbagai perpustakaan di Banda Aceh. Tapi di antara pustaka yang sering dikunjungi adalah pustaka milik IAIN Ar-Raniry (sekarang UIN Ar-Raniry).

Akibat seringnya  mendatangi pustaka,  dia menjadi akrab dengan semua pegawai pustaka, baik laki-laki maupun perempuan. Lama kelamaan hatinya tertambat kepada seorang putri petugas pustaka yang bernama  Dra.Mardhiati T.Djakfar. Persahabatan itu membawa mereka ke kursi pelaminan. Hasil perkawinannya dikaruniai tiga orang putra-putri.

Anak pertama laki-laki bernama Junian Hijry Minarva  (Juni), lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik  Universitas Syiah Kuala (USK). Anak kedua bernama Ulfi Julia Miltiza (Ulfi), alumnus Fakultas Tarbiyah UIN Ar-Raniry, yang sekarang melanjutkan pascasarjana di Universitas Syiah Kuala (USK). Putra ketiga  Junivan Fajry Azkya (Ipan), sedang menempuh pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas Terpadu di Aceh Besar.

Lantaran mempunyai hobi yang sama, yaitu suka membaca maka kami saling meminjamkan buku. Banyak buku saya pinjamkan kepada beliau, terutama yang berkaitan dengan sejarah dan budaya. Buku terakhir yang saya pinjamkan adalah biografi Tgk Haji Hasan Krueng Kale. Akibat lupa,  suatu sore saya menelepon Pak Kalam menanyakan apakah buku itu masih dipinjamnya. Ketika saya bertanya “apakah sudah dibaca?”. Beliau dengan lancar menjawab menguraikan isi buku tersebut. Ini pertanda  daya ingat beliau cukup kuat. Sampai saat ini buku biografi Tgk Haji Hasan Krueng Kale masih berada di rumah beliau. Dalam pinjam-meminjam buku, lebih sering saya antarkan  buku langsung ke rumahnya dengan RBT.

Kesenangan Pak Kalam

Pak Kalam termasuk salah seorang penjelajah situs sejarah Aceh. Saya pernah diajak beliau ke makam Sultan Mahmud Syah di Samahani, Aceh Besar. Sultan ini merupakan raja Aceh yang langsung menghadapi agresi Belanda pada tahun 1289 H/1873 M. Sultan Mahmud Syah meninggal  tahun 1874 dalam pengungsian terkena penyakit kolera.

Menyaksikan kondusi kuburnya, termasuk baik. Tapi terlalu dekat dengan bengkel dan tempat cucian mobil-honda. Padahal beliau sultan Aceh yang hebat,  berani melawan intervensi asing dan menolak menyerah kepada Belanda.

Banyak makam leluhur Aceh yang diziarahi Pak Kalam. Di antara kunjungan yang pernah dikabarkan kepada saya adalah ziarah ke makam Laksamana Keumala Hayati di Krueng Raya, Aceh Besar,  makam Teungku Chiek Di Tiro di Mureue, Indrapuri, Aceh Besar dan makam Teuku Umar di Meugo  pedalaman Aceh Barat. Ketiga pahlawan Aceh itu adalah Pahlawan Nasional Republik Indonesia.

Setiap libur kuliah, Pak Kalam sering ambil kesempatan ziarah ke situs sejarah Aceh. Beliau berkunjung bersama keluarga. Begitu pula bila mudik ke kampung, baik ke Blang Pidie tempat isteri  atau  ke Cot Paleue Mesjid, Pidie kampung asal beliau. Dalam perjalanan pulang itu, Pak Kalam tidak langsung fokus menuju tujuan, melainkan singgah dulu ke situs-situs sejarah sepanjang perjalanan yang belum diziarahinya.

Walau pun demikian, ada pula makam yang belum sempat dikunjungi, yakni kubur kakek buyut  beliau (endatu)sendiri, yakni makam Teungku Muhammad Kalam. Nama Mohd. Kalam  diambil bersempena  nama Teungku Muhammad Kalam ini.

Beberapa kali “keresahan” ini pernah disampaikan kepada saya, bahwa ia belum sempat ziarah ke kubur nenek moyangnya Teungku Muhammad Kalam yang berada di gampong Lingkok dekat Kotabakti (Lam Meulo), kecamatan Sakti, Pidie.

Seorang teman  saya Pak Saleh, pensiunan Guru SMA Kotabakti yang pernah saya telepon baru-baru ini, menyatakan belum pernah mendengar nama almarhum Teungku Muhammad Kalam. Padahal  teman saya ini berasal dari gampong Lingkok, Kotabakti. Biar pun demikian,”akan saya selidiki lagi”, janjinya kepada saya.

Seorang sahabat saya lainnya, Pak Jafar Siddiq, pensiunan dosen Politeknik, Lhokseumawe yang saya hubungi, juga tak pernah mendengar nama ulama itu di Lingkok. Padahal beliau berketurunan ulama kampung itu, seperti Tgk Husen yang semasa saya kecil punya Dayah Seumeubeuet (Balai pengajian) di Lingkok.

Kegiatan lain yang diminati Pak Kalam menanam tanaman obat herbal. Di halaman rumahnya penuh sarat tanaman “Apotik Hidup”. Sampai-sampai beberapa tahun lalu terpilih sebagai Juara Tiga pada Lomba Tanaman Obat Sekota Banda Aceh. Kalau beliau pergi ke suatu tempat, waktu pulang  selalu ada oleh-oleh tanaman herbal. Saya pernah melihat beberapa tanaman yang dibawa pulang dari Sibolga (Sumut) dan Bireuen.

Bagi orang yang kurang “bersenyawa” dengan tanaman herbal tentu hobi Pak Kalam ini amat merepotkan. Betapa tidak, sebagian tanaman obat yang dibawa pulang itu masih kecil-kecil bahkan berupa bijinya. Hal ini tentu membutuhkan masa pemeliharaan yang lama, seperti menyiram, merawat dan menghalau kambing yang merapat.

Tapi semua beban ini dilaksanakan Pak Kalam dengan senang hati. Sebuah sumur kecil berada di muka rumah, saya rasa inilah sumber air buat menyuburkan tanaman. Saya biasa datang ke rumah Pak Kalam sekitar jam 10 pagi atau bakda ashar sore hari. Sejauh ini saya belum pernah menyaksikan Pak Kalam sedang menyiram tanaman kesayangannya. Hanya saja, saya jarang berlama-lama singgah di teras Pak Kalam. Bahkan sering pula hanya sebatas di pinto rot (pintu pagar), selesai berurusan; lantas saya pulang dengan RBT.

Luas halaman Pak Kalam sekitar 10 x 10 meter. Kiri-kanan jalur menuju rumah, penuh sesak dengan beragam jenis tanaman. Sebagian sudah tinggi menjulang sejajar bubung rumah, ada yang tiga meter, dua meter, setinggi badan, pinggang dan lutut saya…. dan ada setinggi satu centi ditaruh berjajar dalam polibeg

Sangking gemarnya keluarga ini pada tanaman obat herbal, sampai Ulfi putrinya memilih topik skripsi mengenai tanaman obat herbal. Bagi mencukupi sampel tanaman itu, Pak Kalam bersama keluarga pergi ke Kecamatan Panga, Aceh Jaya.

Beberapa gampong (kampung) di kecamatan itu telah didatangi guna mengumpulkan data tanaman obat herbal, yaitu  Glee Putoh, Batee Meutudong, Gunong Buloh, Tuwi Kareueng Panga, Tuwi Kayee, Kuta Tuha dan  Gampong Gunong Meulinteueng. Di sana ada kebun tanaman obat di halaman  beberapa orang tua yang mempraktekkan semua bahan obat itu.

Hal ini  diceritakan Pak Kalam saat bersilaturrahmi sekeluarga ke tempat saya untuk tujuan yang sama.

Memang di Bale Tambeh tempat kediaman saya, selain tanaman bunga yang “membahana”, juga ada beberapa tanaman herbal seperti on peugaga (pegagan), rheue (serai), on murong (daun kelor), bak limeng ( belimbing buluh), bak limeng sagoe(belimbing buah bersegi) bak rambot (rambutan), on ranub (daun sirih), on seuke (daun pandan), on geurundong (daun kedong-dong), onte Cepang(daun teh Jepang), on drang linggang (daun berlenggang), bak reudeuep ( batang dadap), on geulima Makkah (daun delima Mekah), bak geulima breueh (batang delima beras), on siyueng-yueng ( daun anggrek) dan naleueng (rumput).

Beragam bunga di halaman saya juga bisa jadi obat, kata orang. Misalnya, bungong jarom (bunga asoka) yang paling banyak di halaman saya bisa sebagai obat sakit vertigo (kepala bergoyang/berasik).

Kesenangan lain Pak Kalam, yang jarang digemari lelaki lain adalah menyapu halaman. Setiap pagi cukup banyak sampah berseleweran di halaman dan jalan depan rumah Pak Kalam. Sampah ini berupa dedaunan yang gugur dari berbagai pohon. Di samping jalan tumbuh dua batang pohon besar, yaitu kedondong besar (bak geurundong raya) dan satu lagi tak diketahui namanya.

Daunnya cukup lebat dan berguguran sepanjang malam. Selesai shalat subuh (baik di Mushalla Al- Muhajirin atau di rumah), Pak Kalam segera bergegas menyapu semua sampah itu. Sering saya telepon di kala pagi, Pak Kalam tak mengangkat. Ketika isteri beliau membawa HP ke halaman, barulah ketahuan yang Pak Kalam barusan selesai menyapu sampah dedaunan atau barusan menebas semak-semak kecil di samping rumah.

Ketekunan lain keluarga ini berupa meracik obat tradisional. Banyak jenis ramuan obat baik rebusan maupun gilingan yang dikonsumsi Pak Kalam dan Bu  Mardhiati di waktu pagi sepanjang tahun. Di antara bahan obat yang pernah saya dengar, yaitu rebusan on murong (daun kelor), rebusan on ranub (daun sirih), rheue (serai), on tungkat Ali (daun tungkat Ali), on siratal mustakim (daun samiroto), yang dua terakhir paling terkenal amat pahitnya… dan lain-lain. Biasanya beberapa jenis daun obat serentak   direbus dalam kuali-periuk tanah.

Warisan Pak Kalam

A. Beragam Warisan

Warisan Pak Kalam bukanlah  berupa harta-benda, tapi berjenis ilmu yang diberikan kepada masyarakat, baik anak-anak, mahasiswa dan orang dewasa.

Mengajar atau mengasuh pelajaran termasuk warisan utama Pak Kalam. Beliau belum merasa puas dengan memberi kuliah di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, yang sebenarnya sudah cukup berat.

Buktinya, pada sore hari ia mengajar di Taman Pengajian Alquran (TPA) pada Mushalla Al-Muhajirin dekat Pasar Lamnyong. Pada kondisi tertentu, pengajian itu kadang berlangsung di rumahnya pada malam hari. Tugas mulia itu telah digelutinya selama bertahun-tahun.

Di Mushalla Al-Muhajirin, selain ada pengajian anak-anak setiap sore, juga berlangsung pengajian orang dewasa pada malam tertentu. Sejak beberapa waktu lalu terdapat pengajian selesai shalat subuh yang diikuti banyak orang. Saya dengar, entah pada pagi Sabtu, selesai mengaji disuguhi minum dan makan pagi.

Menjadi Narasumber

Drs. Mohd. Kalam Daud, M.Ag., pernah berkali-kali menjadi narasumber dalam bidang kepakarannya, antara lain, yaitu: 1) Pelatihan Takhrij Hadits yang berlangsung beberapa kali. 2) Pelatihan Penulisan Arab Melayu yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)  dan Kantor Gubernur NAD.

3) Pelatihan Ilmu Falak yang diadakan oleh Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry.  4) Dialog Interaktif di RRI  Banda Aceh setiap Jum’at sore sebagaimana yang dijadwalkan oleh Majelis Imam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) beberapa tahun lalu.

Selain menebar ilmu, Pak Kalam juga meninggalkan warisan berupa karya tulis. Topik tulisannya cukup banyak. Hanya karena karakter beliau yang zuhud hingga  tidak “mempromosikan diri”, maka terkesan beliau tak memiliki karya apa-apa.

Kemampuan olah pikir Pak Kalam banyak ragamnya. Beliau cakap menulis puisi dalam bahasa Indonesia, menulis syae Aceh,menulis karya ilmiah, pintar Ilmu Falak, piawai  mentransliterasi huruf Arab Jawoe/Arab Melayu, baik bahasa Melayu maupun bahasa Aceh  ke aksara Latin, mampu menterjemahkan buku-kitab berbahasa Arab ke bahasa Indonesia,  dapat memberi ceramah, menulis sejumlah buku dan lain-lain.

Puisi ciptaan Pak Kalam biasanya saya jumpai pada bagian permulaan sebuah buku. Salah satu contoh puisinya adalah pada awal buku “Al-Tibyan fi Ma’rifah Al-Adyan” berupa salinan kembali dan alih aksara kitab karya Syaikh Nuruddin Ar-Raniry, diterbitkan oleh Yayasan PeNA, Banda Aceh, 1432 /2011. Puisinya sebagai berikut:

MENGENANG SYAIKH NURUDDIN AR-RANIRY

Ia datang,

tidak ada situs umur dan kelahiran,

tidak mengumbarkan siapa bangsa

dan keturunan,

tidak dielu-elukan karena harta

dan jabatan

Ia bagaikan musim datang sesa’at,

memekarkan kuncup makrifat

menebarkan aroma filsafat

kepada arif dititip pesan,

tentang ittihad dan syatahat

jangan sampai mulhid dan sesat

Jika di sini, fatwanya pernah membahana

halal darah,  sulutkan api

atau di hari ini dalam tudung sajinya berisi fatalis,

namun ia tidak bisa divonis,

mungkinkah ia munafik kepada pewaris?

sebagai wali sunni yang sah,

ia tidak akan berkiat lain, persis!

Kemudian ia pulang

di sini, ia hanya tinggal nama,

dengan sekian jejak goresan pena,

di sini ia tidak punya pusara

tak merasa perlu dibalas dan dipuja,

kini ia disambut oleh ahlullah,

dimana muhdis dan muhdas,

tidak lagi menjadi sengketa.

        Banda Aceh, 06 Maret 2010

              Mohd. Kalam Daud

Sebagai alumnus Pascasarjana UIN Ar-Raniry tahun 2016, saya punya “mimpi” agar puisi ini dipahat di sebuah prasasti pada suatu hari nanti. Letak monumen  tentunya di lokasi paling strategis di Kampus UIN Ar-Raniry. Mimpi  saya  ini  bakal tetap sebagai cet langet (melukis di langit), sekiranya pihak pimpinan UIN Ar-Raniry sendiri enggan mengamininya. Semoga terkabul hendaknya…..!.

Related

Previous Post

SD As-Syifa

Next Post

Antara Aceh dan Jepang

admin

admin

Next Post

Antara Aceh dan Jepang

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

I am Dreaming  to Make  A Book

I am Dreaming to Make A Book

8 hours ago
HABIBIE, TEKNOLOGI DAN CINTA SEJATI, Kenangan Yang Tak Terlupa

HABIBIE, TEKNOLOGI DAN CINTA SEJATI, Kenangan Yang Tak Terlupa

12 hours ago

Trending

Jangan Samakan FGD dengan Seminar

11 months ago
Mengulik Melemahnya Gerakan Sipil dan “Student Movement”

Mengulik Melemahnya Gerakan Sipil dan “Student Movement”

4 days ago

Popular

Belajar Bersepeda pada Belanda dalam Mengatasi Polusi dan Kematian Lalu Lintas pada Remaja.

Belajar Bersepeda pada Belanda dalam Mengatasi Polusi dan Kematian Lalu Lintas pada Remaja.

1 month ago
MAKNA SEPEDA DALAM KEHIDUPAN

MAKNA SEPEDA DALAM KEHIDUPAN

1 month ago

5 Sepeda untuk Program 1000 Sepeda

6 years ago

Jangan Samakan FGD dengan Seminar

11 months ago
Menumbuhkan Budaya Literasi Sejak Dini

Menumbuhkan Budaya Literasi Sejak Dini

2 weeks ago

Spam Blocked

12,638 spam blocked by Akismet

Follow Us

  • Redaksi
  • Feed

Copyright © 2022, potretonline.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Potret Utama
  • Sorotan
  • Bingkai
  • Bingkai Sekolah
  • Frame
  • Tips Kita
  • News
  • Sehati
  • English Article
  • Wisata
  • Blitz
  • Sastra
  • Sketsa
  • Peace Corner
  • Kronis
  • Lensa

Copyright © 2022, potretonline.com

Go to mobile version