Oleh Inike Yulia Putri*
Dewasa ini, bisa dikatakan setiap individu memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap media, baik itu media sosial maupun media arus utama. Baik untuk mengakses informasi maupun untuk mendapatkan hiburan. Berdasarkan hasil sebuah survei, 98,2% pengguna internet di Indonesia untuk kebutuhan pesan instan dan media sosial. Adapun kebutuhan untuk mengakses informasi dan berita sekitar 92,21%.
Dengan kemudahan yang tersedia, hampir setiap saat para individu bisa mengakses radio, televisi, media cetak, hingga platform media online untuk memenuhi rasa keingintahuan mereka dengan cepat terhadap situasi yang berkembang. Terlebih di era digital seperti sekarang, bukan lagi persoalan untuk tidak update dengan kondisi terkini karena hampir semua kebutuhan informasi tersedia dalam sebuah teknologi bernama internet.
Hanya saja, untuk penggunaan secara efektif, sangat bergantung pada kebijakan pengguna itu sendiri, apakah ingin memanfaatkan teknologi tersebut untuk hal-hal yang bersifat positif atau sebaliknya? Masyarakat banyak memilih internet sebagai sarana dalam mencari informasi atau untuk membagikan aktivitas yang sedang atau akan dilakukan karena keunggulan teknologinya yang bisa menjangkau lebih luas. Kehadiran internet pun turut memfasilitasi berbagai pihak untuk saling berbagi informasi dan membahas isu-isu yang lebih spesifik sesuai ranahnya masing-masing. Dengan demikian, para pengguna pun dapat dengan mudah mengakses informasi sesuai kebutuhannya.
Salah satu media massa yang banyak digunakan oleh khalayak adalah media online. Media ini sangat mudah diakses oleh siapa saja, dari mana saja, dan kapan saja. Kondisi ini bukan tidak mungkin dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan pribadi dengan melakukan kecurangan-kecurangan. Misalnya, orang-orang yang secara sengaja menyebarkan hoaks untuk menyesatkan pembacanya dengan tujuan untuk menjatuhkan pihak-pihak tertentu, terutama dalam persaingan politik dan bisnis. Hal ini lazim terjadi di musim-musim pemilu yang ditandai dengan munculnya informasi-informasi liar yang mengarah pada adu domba maupun fitnah dan provokasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hoaks dapat diartikan sebagai berita palsu atau bohong, yakni informasi yang diberikan berupa rekayasa untuk menutupi informasi yang sebenarnya, seolah-olah meyakinkan namun tidak dapat diverifikasi kebenarannya. Maka dari itu, pengguna internet tidak hanya dituntut untuk aktif dalam mencari informasi. Namun, juga cermat dalam mengelola informasi yang didapatkan melalui media online atau offline.
Salah satu cara yang dapat dilakukan pengguna internet agar tidak terjebak hoaks ialah dengan mendapatkan informasi tentang saluran media yang diakses. Sebaiknya memperhatikan kembali internet protocol (IP) adress-nya atau domainnya apakah telah terverifikasi atau belum. Jika informasi yang dicari berasal dari media sosial, seperti Instagram, maka dapat melihat indikasi adanya centang biru, membandingkan jumlah follower dan following apakah sebanding, serta melihat jumlah follower dan komentar, jika tidak berimbang, maka patut diwaspadai.
Salah seorang warga Aceh Tamiang, Nun Sinta, yang berprofesi sebagai guru SMP di Suka Mulia, Kecamatan Rantau, mengaku jika dirinya lebih sering mengakses informasi melalui media online. Karena sebagai salah satu generasi milenial, teknologi dan internet telah menjadi suatu kebutuhan bagi Nun Sinta. Teknologi yang paling dekat dan sering digunakan adalah smartphone yang selalu ada di genggaman generasi milenial.
“Hanya dengan menggunakan smartphone, kita sudah bisa mendapatkan berbagai macam informasi yang diinginkan. Namun, tergantung pada diri kita sendiri, apakah selektif dalam mengelola informasi yang didapatkan. Menurut saya, salah satu yang dapat menjadi dampak negatif dalam teknologi ini adalah dapat melalaikan penggunanya,” Kamis (29/12/2022).
Nun Sinta sendiri biasanya untuk meng-update berita lebih sering menggunakan media online. Namun, untuk mencari kebenaran terkait berita tersebut seperti masalah kepemiluan, ia lebih sering mendapatkannya melalui media TV.
“Media TV sumbernya lebih terpercaya karena biasanya berita yang disiarkan oleh stasiun TV sudah dicari kebenarannya sebelum berita itu ditayangkan,” ungkap Nun Sinta.
Media Massa dan Pemilu
Selain sebagai sarana kampanye dan sosialisasi, media massa juga berperan penting sebagai sarana dalam membangun hubungan dan komunikasi dengan masyarakat. Informasi yang dikeluarkan oleh media massa atau pers dapat memengaruhi persepsi atau cara berpikir masyarakat selaku konsumen berita dalam mengambil keputusan, terutama dalam Pemilu 2024 mendatang.
Misalnya, dari pemberitaan media massa masyarakat menjadi tahu partai politik apa saja yang lolos verifikasi dari KPU dan bisa ikut sebagai kontestan pada Pemilu 2024. Begitu juga dengan kandidat-kandidat yang maju menjadi calon presiden, calon wakil presiden, maupun calon-calon anggota legislatif baik di tingkat nasional maupun provinsi. Biasanya media massa kerap menampilkan profil-profil para calon tersebut. Karya-karya jurnalistik yang berkualitas tentunya akan menjadi penangkal hoaks di tengah-tengah masyarakat.
Pemilu merupakan salah satu isu yang paling rentan sebagai bahan untuk memproduksi dan distribusi hoaks. Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui kominfo.go.id pernah merilis hasil temuan sebaran hoaks yang cukup mengejutkan di Pemilu 2019. Terdapat 3.356 hoaks di berbagai platform media sosial dan tercatat sebagai hoaks terbanyak menjelang pemilu yang pernah ada. Bukan tidak mungkin menjelang pemilu serentak 2024 akan terjadi peningatan hoaks dari segi jumlah. Karena itu, masyarakat perlu berhati-hati dalam menyerap informasi.
Peran Masyarakat dalam Menyukseskan Pemilu
Setiap rakyat Indonesia memiliki peran dalam meyukseskan Pemilu 2024 mendatang. Upaya tersebut bisa dimulai dengan partisipasi dalam mengakses informasi tentang kepemiluan sehingga tidak ketinggalan informasi. Sebagaimana pengakuan Nazirah Husna, warga Kampung Mendale, Aceh Tengah, yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh. Sebagai mahasiswi, Husna kerap menggunakan media internet untuk mengakses informasi.
“Media berbasis online lebih update jika dibandingkan media lainnya, yang mana dapat melaporkan berita secara langsung,” Jumat (23/12/2022).
Adapun media yang sering digunakan Husna adalah Instagram. Begitu juga dengan tiga teman Husna lainnya, rata-rata menggunakan Instagram sebagai salah satu media yang paling sering digunakan untuk mengakses informasi terkini terkait pemilu.
Berkat informasi di media sosial tersebut, Husna jadi mengetahui adanya pembukaan pendaftaran panitia pemungutan suara (PPS) oleh Komisi Independen Pemilihan Aceh Tengah. PPS adalah panitia yang dibentuk oleh KPU/KIP untuk menyelenggarakan pemilu 2024 di tingkat kampung. Mereka mendaftarkan diri sebagai petugas PPS di kampung masing-masing. Ia mendaptkan info tersebut melalui media online, tidak hanya info pendaftaran, tetapi pelaksanaan pendaftaran pun kini telah dilakukan secara online.[]
Penulis adalah anggota Jurnalis Warga Banda Aceh dan berdomisili di Kabupaten Bener Meriah