Oleh Phril Huseno
Dulu, kampus ITB Bandung dikenal dengan mahasiswanya yang garang. Rezim orde baru kerap dibuat repot dengan aksi-aksi protes yang dilakukan mahasiswa ITB dalam menentang pemerintahan kala itu. Para pentolan aksi mahasiwa ITB melegenda dan jadi tokoh nasional. Rizal Ramli, Heri Akhmadi, Indro Cahyono, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat.
Namun hari-hari terakhir ini publik nasional dibuat heran. Ada baliho ukuran besar yang memuat gambar seorang menteri kabinet Jokowi–Erick Thohir — terpampang pada spanduk Ikatan Alumni ITB (IA-ITB). Rasanya, jarang-jarang kampus ITB ataupun korps alumninya mau memasang baliho menteri bersandingan dengan nama besar ITB Bandung. Teringat dulu ketika Jenderal Rudini Mendagri era orde baru dihadang aksi mahasiswa yang menolak kedatangannya ke kampus ITB.
Usut punya usut, rupanya baliho besar menteri Erick Thohir tersebut dipasang pada acara Rakernas IA-ITB di Bangka-Belitung (16-18/12) oleh kubu IA-ITB pimpinan Gembong Primadjaja. Diketahui saat ini, Kubu IA-ITB Gembong Primadjaja memang tengah berseteru dengan IA-ITB versi Akhmad Syarbini. IA-ITB Akhmad Syarbini menyebutkan kalau IA-ITB Gembong ilegal dan melanggar AD/ART IA-ITB serta tidak sah secara hukum tentunya. Lho, Kok bisa?
Dalam keterangan per telepon kemarin (20/12) Akhmad Syarbini mengatakan IA-ITB memang terdapat dua kepengurusan IA-ITB.
“Adanya dua kepengurusan IA-ITB itu fakta, dan kami menggugat Kongres IA-ITB pada 16-17 April 2021 lalu yang memilih Gembong Primadjaja sebagai Ketua IA-ITB. Menurut kami akta perubahan kepengurusannya tidak punya legal standing, dan diduga mengandung cacat hukum. Akta Perubahan Kepengurusan IA-ITB sudah terbit pada 16 April 2021, padahal Kongres berlangsung pada 16-17 April 2021,” kata Akhmad Syarbini.
“Kami telah memasukkan gugatan untuk obyek perkara tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Bale Endah, Bandung dengan nomor perkara : 292 tahun 2022,” imbuh Akhmad Syarbini.
Akhmad Syarbini juga menjelaskan kepada pers, ihwal kemelut munculnya dua kepengurusan di IA ITB sebenarnya berasal dari kepengurusan IA-ITB pimpinan Ridwan Djamaluddin (sekarang Pj Gubernur Bangka-Belitung) sebelum Gembong. Ketika itu, Ridwan Djamaluddin yang merupakan ketua IA ITB hasil kongres ke IX dianggap tidak punya badan hukum akta perubahan kepengurusan karena tidak pernah melaporkan kepada Kemenkumham perihal Kepengurusan IA ITB hasil kongers ke IX sesuai dengan UU Ormas. Padahal menurut aturan harus dilaporkan maksimal 30 hari setelah terbentuknya kepengurusan.
“Ternyata sampai lewat waktu IA ITB Ridwan Djamaluddin tidak kunjung lapor. Sampai lewat masa waktu 4 tahun periode kepengurusan IA ITB sesuai AD/ART, kepengurusan tidak kunjung mempunyai Akta Perubahan Kepengurusan yang sah. Salah satu alasannya adalah pandemi covid 19,” jelas Akhmad Syarbini.
“Karena sampai dengan Januari 2020 tidak juga jelas ikhwal akta perubahan dan harusnya telah demisioner, maka untuk menghindari kevakuman kepengurusan IA ITB berlanjut, para alumi ITB mengadakan Kongres Luar biasa IA-ITB pada 10-11 April 2021 di Savoy Homan Hotel, Bandung,” tambah Akhmad Syarbini.
“Sesuai Pasal 6 AD/ART IA-ITB, hanya Kongres Luar Biasa yang bisa dilaksanakan setelah adanya masa kevakuman kepengurusan melewati masa 4 tahun periode kepengurusan IA-ITB. Ridwan Djamaluddin ketika itu sudah pernah kami ingatkan, tapi tetap tidak melaporkan perihal akta perubahan kepengurusan, hingga terjadinya kevakuman,” tandas Akhmad Syarbini.
Kongres Luar biasa yang dihadiri tidak kurang dari 100 peserta plus 200 peserta online/hybrid, memilih Akhmad Syarbini sebagai ketua IA-ITB. Akhmad Syarbini mendapat banyak dukungan dari alumni yang peduli dengan marwah IA ITB, dengan menjaga tertib organisasi dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, bukan dikendalikan oleh kepentingan politik atau jabatan publik sesaat.
Kepengurusan IA ITB Akhmad Syarbini dkk berharap PN Bale Endah Bandung mengabulkan gugatan dan mencabut Akta Perubahan Kepengurusan IA-ITB di bawah Gembong Primadjaja yang diduga melakukan manipulasi waktu terbitnya akta perubahan kepengurusan.
Dikemukakan juga kekecewaan kepada Arya Sinulingga sebagai Staf Khusus menteri Erick Thohir yang terkesan menjerumuskan Menteri BUMN tersebut, karena tidak memberikan informasi valid perihal dualisme kepengurusan IA-ITB.
“Bagi kami, harus ada yang berani menjaga marwah Alumni ITB. Jangan sampai menjadi ajang kampanye dengan segala macam kepentingan. Dalam kondisi negara sedang sulit seperti ini, seharusnya bisa lebih bijak, khususnya terkait penggunaan anggaran. Apalagi BUMN kita sedang dirundung banyak masalah,” kata Akhmad Syarbini lagi (017)