• *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • Gepeng Yang Diamankan Satpol PPWH Banda Aceh Pakai Sabu Sebelum Beraksi
  • Home 1
    • Air Mata Mata Air
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Home 5
  • Memilih Pendidikan, Memilih Masa Depan
  • Redaksi
  • Telaga Sastra Cinta “Savitri J”
Thursday, February 9, 2023
No Result
View All Result
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Aceh

COT LAMKUWEUH

admin by admin
December 26, 2022
in Aceh, Cerita Mini, tsunami Aceh
0
COT LAMKUWEUH
0
SHARES
2
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Cerita Mini : Saiful Bahri

Kubuka kembali catatan duka itu setelah kupendam 2,5 tahun lebih sedikit. Ada yang kutoreh pada lembar 27 Desember 2004 menjelang siang itu, ketika kuarungi lautan puing kehancuran sebuah peradaban, menyisir lautan mayat yang bertebaran, tumpang tindih, tersangkut-sangkut, terhimpit-himpit di antara sampah dan reruntuhan, untuk menujumu Cot Lamkuweuh.

Berat nian perjuanganku masa itu menujumu Cot Lamkuweuh. Usahlah kukabarkan bagaimana carut-marut wajah dan derita Blang Padang, Punge, Blang Oi dan Lambung hari itu. Karena yang ingin kutahu hanya tentangmu Cot Lamkuweuh, maka merayap-rayap kususur jalan raya bergunung puing sampah dan mayat-mayat itu, setelah kemarin kuyup disiram air hitam dan lumpur asin hangat yang dikirim laut.

Cot Lamkuweuh, hampir sore sampaiku di kaki bak geulumpang penanda sisa petamu. Nanar, pilu, haru, ngilu kutatap ujung ke ujung. Kosong, mati, rata, hampir bersih segalanya. Selingkup alam mengeram ditangkup kabut kelabu. Langit terasa rendah sekali. Uap bau asin laut itu menyegat keras sekali. Kerdil sekali aku berdiri di sini, di tengah sempurnanya kehancuranmu Cot Lamkuweuh.

Tak tahu apa yang harus kuperbuat, apa yang harus kupekik, kusesali, kucaci-maki, kubenarkan dan kusalahkan, kuagungkan dan kulecehkan. Aku gamang, aku bodoh, luluh lantak dalam lautan puingmu, ketika langit semakin rendah yang mendadak mengirimkan hujan penyiram bala sore itu.

Masih kuterpaku di kaki bak geulumpang penanda sisa petamu Cot Lamkuweuh. Kucoba mereka-reka sudut-sudut kenangan kemarin dulu, yang kemarin pagi tersentak koyak, lalu tersapu tergulung-gulung, lalu punah! Lalu, sore ini, di bawah renyai hujan tak dingin ini kucoba memaknai punah atas segalamu Cot Lamkuweuh.

Dalam nanar, pilu, haru, ngilu sore itu kutangkap suara-suara kemarin dulu yang kini ngiangnya senyap menjauh. Tak ada. Tak ada lagi gelak tawa, canda ceria, resah gelisah, duka cita, suka cita dan remeh temeh gebalau kehidupan saudara-saudara kecil mudaku, saudara-saudara besar tuaku, saudara dekat dan jauhku, saudara se-Cot Lamkuweuh-ku. Tak ada lagi harum lorong Lampoh Bungong, hamparan Blang Raya, cericit burung dan ceria tupai berkejaran di dahan Lampouh Sukoun, Lampouh Trung, Lampouh Roumpun dan Lampouh Yee. Pupus segala misteri Jeurat Pouk-Pouk, Jeurat Raya dan Meunasah Pie. Tak ada lagi saksi kenangan masa kecilku di Paya Lhok kala teumaren udang di sela-sela akar bakau yang merangas sepanjang tambak itu. Tak bisa kureka dimana Tumpouk Bineh Paya, arah Meunasah dan lorong ke Lamjabat. Juga tak kulihat lagi rimbun bak mee sepanjang pelataran jalanmu Cot Lamkuweuh. Pupus juga segala wangi bhoi ungkout, haluwa meuseukat dan dodoi, yang bau itu kemarin-kemarin dulu lamat-lamat sering kuraup dari bawah bak geulumpang ini, ketika angin memburainya dari Lambung kampung sebelah.

Di kaki bak geulumpang penanda sisa petamu, luruhlah aku dalam haru memuncak karena remukmu Cot Lamkuweuh!

***

Hampir pagi di Gue Gajah. Di sisa usia luput dijemput bala, di beranda sempit itu beberapa anak kecil dan perempuan paruh baya terlelap lelah dalam tidur buramnya. Di luar, di sepanjang lorong kampung orang-orang hilir-mudik, melangkah bingung tanpa arah. Ramai sekali. Seperti riuh malam lebaran. Ada geliat lapar, ketika bau garing ikan asin dan harum gelegak kuah Indomie menyeruak dari gardu pos jaga tengah kampung, yang mendadak dijadikan dapur umum sore kemarin.

Di beranda sempit itu, kami masih berbagi kenangan tentang Cot Lamkuweuh dua hari yang lalu, sebelum tersobek-sobek, tergulung-gulung, terbanting-banting, diremas-remas hingga luluh oleh amarah laut. Bersama Ibuku, Lukman, Anen, Johan, Neh, Din, dan beberapa kerabat, anak-anak kecil serta perempuan-perempuan paruh baya yang gelisah lelapnya; dalam semesta pilu, haru, ngilu, kami susuri kembali jejakmu Cot Lamkuweuh.

Banda Aceh, 13 Juli 2007

——————————

Catatan :

Cot Lamkuweuh adalah sebuah kampung kecil, ± 300 meter dari pesisir pantai Ulee Lheue – Banda Aceh. Saat tsunami 26 Desember 2004, Cot Lamkuweuh luluh lantak, bersih rata dengan tanah.

Blang Padang : lapangan tempat keramaian, alun-alun di tengah kota Banda Aceh

Bak Geulumpang : Sejenis pohon yang menghasilkan kapas/kapuk. Sering juga disebut Bak Panjo.

Punge, Blang Oi, Lambung : Nama Desa/Kampung di Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh yang turut disapu tsunami

Lampouh Bungong, Blang Raya, Lampouh Sukoun, Lampouh Trung, Lampouh Roumpun, Lampouh Yee, Jeurat Pouk-Pouk, Jeurat Raya, Meunasah Pie, Paya Lhok, dan Tumpouk Bineh Paya adalah nama-nama tempat yang ada dalam wilayah Kampung Cot Lamkuweuh.

Teumaren : suatu cara menangkap udang dengan menggunakan lidi kelapa yang diujung lidi diikat surai putih benang dari kulit pelepah batang pisang. Surai itu dibuat melingkar lalu diikat diujung lidi. Cara menggunakannya adalah memasukkan lingkar bulatan surai itu ke mata udang, lalu diputar sampai mata udang melekat di ujung lidi.

Meunasah : adalah surau/langgar tempat beribadah umat Islam yang ada di kampong-kampung di Aceh.

Lamjabat : nama kampung yang berdekatan dan bersebelahan dengan Kampung Cot Lamkuweuh.

Bak Mee : Pohon Asam Jawa

Bhoi Ungkout, Haluwa Meuseukat, Dodoi : adalah jenis kue-kue tradisional Aceh. Dodoi dalam bahasa Indonesia adalah dodol.

Gue Gajah : Sebuah kampung tua di kaki gunung Mata Ie, Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar. Ketika Tsunami, Gue Gajah berhiruk pikuk menampung ribuan pengungsi, termasuk dari orang-orang Pulo Aceh (sebuah pulau kecil di ujung Sumatra yang bisa dilihat dari ketinggian Glee (gunung ) Pancu).

Related

Previous Post

Ayah Kapan Kembali

Next Post

TAHUN 2023 : PUNCAK KEMATIAN KOPERASI INDONESIA?

admin

admin

Next Post
TAHUN 2023 : PUNCAK KEMATIAN KOPERASI INDONESIA?

TAHUN 2023 : PUNCAK KEMATIAN KOPERASI INDONESIA?

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

Julaini, Bahagianya Anak Yatim Piatu Mendapat Bantuan Sepeda dari CCDE

Julaini, Bahagianya Anak Yatim Piatu Mendapat Bantuan Sepeda dari CCDE

27 mins ago
SIPETOK dan FISHY  Produksi  Siswa SMKN 1 Jeunieb

SIPETOK dan FISHY Produksi Siswa SMKN 1 Jeunieb

13 hours ago

Trending

5 Sepeda untuk Program 1000 Sepeda

6 years ago
Negara Partitokrasi, dan Kewajiban Menolak Perilaku Anti Demokrasi

Negara Partitokrasi, dan Kewajiban Menolak Perilaku Anti Demokrasi

2 days ago

Popular

Majalah POTRET Gelar Lomba Menulis Essai Se-Aceh

Majalah POTRET Gelar Lomba Menulis Essai Se-Aceh

2 weeks ago

Jangan Samakan FGD dengan Seminar

9 months ago

5 Sepeda untuk Program 1000 Sepeda

6 years ago

Jambatan Sastera Kelantan – Aceh Segera Luncur

2 weeks ago
Negara Partitokrasi, dan Kewajiban Menolak Perilaku Anti Demokrasi

Negara Partitokrasi, dan Kewajiban Menolak Perilaku Anti Demokrasi

2 days ago

Spam Blocked

2,171 spam blocked by Akismet

Follow Us

  • Redaksi
  • Feed

Copyright © 2022, potretonline.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Potret Utama
  • Sorotan
  • Bingkai
  • Bingkai Sekolah
  • Frame
  • Tips Kita
  • News
  • Sehati
  • English Article
  • Wisata
  • Blitz
  • Sastra
  • Sketsa
  • Peace Corner
  • Kronis
  • Lensa

Copyright © 2022, potretonline.com

Go to mobile version