Bussairi D. Nyak Diwa
Biasanya setiap sore Sabtu, sepulang sekolah, aku bergegas mengemasi pakaianku, terutama pakaian kotor. Pakaian itu kumasukkan ke dalam ‘Umpang Sikee’ hasil anyaman ibu yang khusus diberikan untukku. Umpang Sikee itu kugantungkan di setang sepada onta. Selesai menggantikan pakaian sekolah dengan pakaian biasa dan melaksanakan shalat dhuhur, aku bergegas mengayuh sepeda menelusuri jalan yang berbatu-batu menuju kampung halaman.
Makan siang cukup kugantikan dengan memakan sebuah pisang brat yang dijual di kios tepi jalan, atau cukup dengan hanya meminum satu kerat tebu betung sepanjang sehasta tangan orang dewasa. Rasa manis air tebu dan pisang brat menyatu memberikan kenikmatan yang luar biasa.
Setelah kurang lebih dua jam lamanya aku menempuh perjalanan pulang dengan mengendarai sepeda onta, aku sampai di rumah. Biasanya ibu sudah tahu kalau sore Sabtu aku bakal pulang. Itulah sebabnya setiap aku membuka sange alias tudung nasi sesampai di rumah, aku selalu menemukan nasi dan lauk-pauk secukupnya yang dipersiapkan ibu. Acapkali aku menemukan daging ayam kampung atau telur dadar ayam kampung di bawah sange yang dipersiapkan ibu sebagai teman nasiku, atau gorengan sambal ikan teri dengan asam sunti kegemaranku. Aku pun makan dengan lahap sekali, meskipun ibu sering tidak ada di rumah. Sore hari biasanya ibu sibuk mengutip pinang jatuh di kebun atau bekerja di sawah jika sedang musim turun ke sawah.Tapi mulai sore Sabtu ini aku tak pulang.
Melalui surat yang kutitip sama teman kukabarkan bahwa aku tidak pulang karena aku sudah ada kerja setiap sore sepulang sekolah. Aku tahu ibu pasti kecewa, karena nasi dan lauk-pauk makan sore yang disiapkannya untukku di sore Sabtu ini akan dingin membeku. Tapi sebaliknya aku juga yakin, bahwa ibu sangat senang mendengar aku sudah diberikan ‘pekerjaan’ oleh Nek Abu yang mulia.
Singkat cerita, seminggu aku bekerja banyak sekali pengalaman dan pengetahuan yang diberikan oleh Nek Abu kepadaku. Misalnya, bagaimana cara menghaluskan batu kapur hingga menjadi serbuk/tepung halus untuk bahan pengecatan. Bagaimana cara memegang kuas saat mengecat agar hasilnya nampak rapi dan merata. Bagaimana mencampur air dengan cat yang kental sehingga catnya tidak terlalu cair atau terlalu kental. Bagaimana cara mendompul dasar papan yang kasar sehingga sewaktu dicat nanti kelihatan halus. Pokoknya semua hal yang menyangkut cat-mengecat, Nek Abu ajarkan kepadaku. Terkadang langsung dengan praktiknya. Semua itu Beliau ajarkan sehabis shalat ashar berjama’ah. Dan alhamdulillah, hasilnya dalam waktu dua minggu hampir sebagian besar bangunan induk pesantren berwarna putih bersih.
Aku biasanya bekerja sepulang sekolah usai shalat dhuhur dan makan siang dan berhenti menjelang shalat ashar. Selesai shalat ashar aku tidak bekerja lagi, tetapi aku manfaatkan untuk kegiatan lain seperti olahraga dengan teman-teman atau membaca di perpustakaan. Sering juga waktu antara ashar dan menjelang magrib itu aku manfaatkan untuk membersihkan tanaman sayur yang kutanam di kebun mini di belakang perpustkaan.
Ada bermacam-macam tanaman di kebun miniku itu, seperti kacang panjang, terong, tomat, cabe, singkong, kangkung, bawang, dan lain-lain. Pokoknya untuk sayur-mayur kebutuhanku sehari-hari terpenuhi dari hasil kebun itu. Bahkan, terkadang hasil kebun itu sering kubagikan kepada Teungku Cunda dan Teungku Rusli, teman seasramaku.
(Bersambung)