Oleh : Feri Irawan SSi MPd
Kepala SMKN 1 Jeunieb (Ketua Daerah IGI Bireuen)
NAMANYA Muhammad Ikbal (17), panggilannya Ikbal, siswa kelas XII Jurusan Agribisnis Perikanan Air Tawar SMKN 1 Jeunieb, Kabupaten Bireuen.
Menurut kisah yang diceritakan oleh ibu dan keluarganya, Ikbal adalah seorang anak yang berwatak keras. Ia sering tidak masuk sekolah.
Jika masuk sekolah pun dia kadang-kadang minta pulang lebih cepat. Seperti hari ini, Sabtu (29/10/2022), dia mau minta izin pulang.
Alasan ada pekerjaan yang harus diselesaikannya dan dia sudah berjanji kepada yang punya pekerjaan tersebut bahwa hari ini harus selesai.
Sebelum saya mengiyakan boleh, terlebih dahulu saya menghubungi Ibu Lita Handayani SPd wali kelasnya.
Tidak berselang lama, wali kelasnya Lita Handayani pun tiba. “Ikbal mau pulang ya nak”, tanya Lita. “Iya Bu” jawab Ikbal.
“Oh ya pak, biar saja Ikbal pulang karena sudah berjanji dengan saya kemarin,” ujar Lita.
Karena Lita sudah mengizinkan, saya pun jawab “oh silahkan Ikbal.”
Selepas Ikbal pulang, saya pun bertanya kepada wali kelasnya, kenapa dianya diberikan izin pulang.
Menurut cerita Lita, semenjak menjadi wali kelasnya, Ikbal diketahui jarang masuk sekolah.
Karena sang siswa dianggap malas,Lita pun mendatangi kediaman Ikbal.
Betapa terkejutnya Lita, rupanya ada kisah pilu yang tak diketahui sang guru selama ini.
“Terlalu berat beban yang dipikul Ikbal, jelas Lita.
Selama ini memanggil Ikbal dengan sebutan nama Bohate.
Masih menurut Lita, bahwa dianya selama ini sering berkomunikasi dengan keluarga Ikbal yang bertempat tinggal di Blang Manee Barat Kecamatan Simpang Mamplam.
Keluarga Ikbal itu berkarakter keras. Menurutnya, jika kita bersikap keras kepadanya, dia juga akan ikutan keras.
Menurut feeling Lita, Ikbal ini mencari perhatian pada kita.
“Saya sebagai wali kelas mulai mendekati Ikbal, menasihati dia, bahkan memanggil Ikbal dengan kata sapaan BOHATE,” ucap Lita.
Jadi mulai sekarang Ikbal sudah mulai akrab dan sudah berani mencurahkan hati pada saya.
Memanggil dia dengan lembut dan membujuknya agar sering ke sekolah,” sebut Lita.
“Alhamdulillah anak didik saya sudah mulai banyak perubahan. Saya sering WhatsApp Ikbal menjelang isya sekadar mengingatkan besok pagi supaya sekolah tepat waktu. Kalian diwajibkan ikut apel pagi,” sambung Lita.
Menurutnya, Ikbal tidak pernah membantah, bahkan WhatsAppnya dibalas dengan, IYA IBU KU SAYANG.
Walaupun saat apel pagi besok Ikbal tidak hadir tepat waktu, namun alangkah bangganya Lita, karena selama ini Ikbal sudah mulai jujur.
“Ikbal pun sempat buat perjanjian dengan saya,” imbuh Lita.
Perjanjiannya begini, “Hari Jum’at ini saya sekolah, tapi pukul 10.00 WIB saya disuruh pulang bantu toke di Gudang nanti, apa boleh? karena saya kerja,” pinta Ikbal.
“Dengan ikhlas hati saya pun menjawab boleh. Demi Ikbal biar tetap hadir ke sekolah,” jawab Lita.
“Benar itu bu Lita, ibu sudah benar cara menanganinya”, jawab saya.
Tapi pak, saya merasa terbeban pikiran dikarenakan dengan kondisi guru yang mengajar di kelas. Karena tidak semua guru bisa terima keadaan anak saya di saat dia sedang berada di sekolah minta pulang untuk bekerja.
“Beban pikiran saya bukan dengan tingkah laku anak-anak, tetapi dengan guru yang masuk mapel di kelas, dikarenakan tidak semua guru bisa sinkron dengan kondisi anak didik saya,” jelas Lita dengan sedikit kesedihan.
“Insyaallah saya tetap berjuang untuk mereka, semoga anak yang saya didik bisa menuju jalan yang sukses dan bisa membanggakan orang tuanya,” tuturnya mengakhiri pembicaraan dengan saya. (*)