“Jatuh cinta itu berjuta rasanya”, demikian lirik lagu lawas. Saya lupa siapa penyanyi dan judul lagunya. Entah apa yang menginspirasi lagu tersebut, apakah memang pencipta lagu sedang merasakan yang nama jatuh cinta. Pastinya, secara empiris saya pernah merasakan hal itu, meski selalu berakhir kurang seru.
Nah, kemarin (Selasa, 15/11) meja di samping kami mengopi sedang membahas hal serupa. Saya tidak tahu, apakah menguping pembicaraan termasuk pelanggaran hukum. Pastinya, mereka bicara dan telinga yang ‘nakal’ menangkap pesan mereka. “Apakah itu pacara barumu”, demikian kalimat yang sempat terekam.
Saya kemudian memandang wajah teman di depan sambil tersenyum, teman saya mendengar hal ya sama. Pikiran saya menjelajah ke KBBI, mencoba mengingat apa itu pacar. Apakah itu sejenis handphone atau merk sebuah sepatu maupun sandal. Kalau iya, tentu saja itu tidak relevan dengan yang dibicarakan sebelumnya.
Malamnya, sebuah pesan masuk. Pesan yang menanyakan di mana ngopi. Akhirnya pemberi pesan datang. 3 perempuan yang sedang menempuh jalur hukum alias kuliah di FH USK. Mereka baru saja mengikuti training di HMI, artinya mereka kohati. Setelah melalui percakapan biasa, salah seorang di antara kami berdiskusi dengan mereka. Temanya masih sama, pacaran.
Mereka diskusi panjang, mulai dari pemaknaan apa itu pacar dan pacaran. Saya kira itu momen yang tepat mencari lagu yang sedang viral, “Abang Banting Dede”. Lagu yang merupakan satire dari kisah nyata pasangan artis yang pernikahannya live di televisi. Pasangan yang seolah mesra di depan, namun kurang harmonis di belakang.
Pengalaman saya mengatakan hal yang sama. Kebetulan saya pernah bertempat tinggal di rumah pasangan artis. Mereka punya mobil, rumah mewah, uang dan asisten rumah tangga yang lengkap. Mulai urusan rumah tangga hingga hal sepele diurusin orang lain. Sayangnya, mereka tak seromantis di depan publik.
Saya juga sering mampir di rumah pasangan selebritis lainnya. Realitas yang saya dapati tidak jauh berbeda. Meski demikian, saya juga dapati pasangan elit politik dan selebriti yang sangat harmonis. Bahkan ia selalu siapkan waktu untuk istri dan anak tercinta. Jadwal itu tidak boleh diubah meski ada tawaran yang menggiurkan.
- Nah kembali soal pacar dan pacaran. Setelah diskusi panjang di meja warung kopi, salah seorang perempuan di meja kami meminta izin pulang. Katanya sih mau jalan dengan sang kekasih. Namun kebenaran selalu datang, tak lama berselang setelah perempuan itu pergi. Temannya hendak pulang, namun kunci motor dibawa temannya yang katanya kencan dengan pujaan hati.
Ah ternyata dia pergi dengan yang lain. Kekasihnya datang, wajahnya penuh amarah. Barangkali curiga ditambah cemburu sedang menduduki hati dan pikirannya. Maklum saja, pujaan hati entah kemana dan tidak tahu dengan siapa. Saya dan teman, langsung pulang karena itu bukan urusan kami. Saya pun teringat soal kasus perselingkuhan yang sehari sebelumnya dibicarakan di grup whatsapp.
Saya tidak tahu mengapa perempuan era sekarang cenderung begitu, pastinya tidak semua. Masih banyak perempuan yang setia bahkan melebihi kesetiaannya pada diri sendiri. Begitulah kisah singkat, berdasarkan amatan subjektif saya.
Karenanya, selain idealis, saya akan menambah “setia” sebagai sesuatu yang mahal. Barang mewah yang langka. Namun jangan khawatir, seperti ST12 katakan, “cari pacar lagi”, bila pujaan hatimu selingkuh. Namun saya kurang setuju dengan ST12, bagi saya, menulis adalah cara saya selingkuh dengan perempuan. Karena Ibu dan kakak saya perempuan, saya sering selingkuh dari mereka. Mereka kerap kecewa karena masakan mereka yang lezat kerap saya abaikan.
Besoknya mereka kembali tanya, selera masakan apa, asalkan dimakan. Setelah saya menjawab, mereka memasak penuh cinta, namun ketika laptop di depan meminta perhatian lebih, masakan mereka terabaikan. Begitu seterusnya, anehnya mereka tetap setia memasak masakan kesukaan saya. Itulah *cinta* menurut saya.