Oleh Nadia Salsabila
Mahasiswa Prodi PAUD, FKIP Universitas Syiah Kuala, Kader HMI Fkip USK
Banda Aceh
Ada yang menarik dari kegiatan Komunitas Diskusi ilmiah (KDI) yang dilakukan pada hari Kamis, 27 Oktober 2022 lalu. Dikatakan menarik, karena kegiatan kali ini yang merupakan kegiatan diskusi kedua ini membicarakan soal menulis. Menulis yang menjadi kebutuhan para mahasiswa dalam menyelesaikan misi belajar di perguruan tinggi. Sebagaimana kita ketahui bahwa setiap mahasiswa akan wajib menulis, baik makalah, artikel atau essay dan tugas akhir menulis skripsi. Menulis sebagai sebuah ketrampilan berbahasa menjadi ketrampilan yang wajib dimiliki mahasiswa di manapun. Oleh sebab itu, Komunitas Diskusi Ilmiah (KDI) mengundang pimpinan majalah POTRET, Tabrani Yunis sebagai pemateri dalam diskusi rutin ilmiah tersebut.
Semakin seksi kegiatan ini ketika pada pertemuan yang ke 2 ini mengusung judul “Aku Menulis Maka Aku Ada”. Judul tema yang menginspirasi peserta serta memotivasi untuk menulis. Ya, menjadi sangat strtategis acara yang dilaksanakan di Gerobak Coffee, Lamnyong pada Kamis (27/10) ini, karena semua peserta adalah kaula muda yang masih berstatus mahasiswa.
Jadi, aktivitas menulis itu menjadi aktivitas yang sangat bermakna. Seperti yang diungkapkan Koordinator KDI, Fadhullah Fatahillah, sebenarnya menulis itu memiliki makna yang bermacam-macam tergantung siapa yang mengartikannya. Intinya menulis itu kita menuangkan gagasan-gagasan, ide-ide, dan pendapat dalam sebuah tulisan. Memang menjadi seorang penulis itu tidak sekedar memiliki niat dan cita-cita, tetapi juga harus memahami terlebih dahulu makna menulis.Menulis itu memiliki fungsi agar lebih bisa mendalami dan bisa konsentrasi lagi dalam menuangkan ide dan gagasan. Bagaimanapun juga, keinginan menulis memiliki tingkat kemanfaatan yang besar. Tidak hanya bermanfaat bagi penulis itu sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi pembaca itu sendiri.
Bila kita mengacu pada KBBI, mengartikan lebih sederhana tentang menulis. Jadi menulis itu seperti halnya penulis menulis surat. Saat menulis surat, secara tidak langsung kita akan menuangkan maksud, gagasan, opini dan ide kita ke dalam rangkaian kalimat.
Penulis pernah membaca sebuah artikel berjudul “ Menulis Untuk Keabadian” yang ditulis oleh Maruntung Sihombing. Beliau menyatakan jangan salahkan anak cucu kita, jika mereka lebih mengenal Tan Malaka, Pramodya Ananta Toer, atau Chairil Anwar dan tidak mengenal kita sebagai leluhurnya. Hal itu bukanlah suatu pernyataan yang naif, karena mereka telah menggoreskan nama mereka dengan tinta emas ke dalam setiap hati penggemar melalui tulisan-tulisannya.
Sementara itu penulis sendiri, Nadia Salsabila sebagai Humas KDI (Komunitas Diskusi Ilmiah ) ingin pelaksanaan diskusi rutin ini melibatkan kader” HMI terutama HMI FKIP USK dan juga melibatkan beberapa mahasiswa FKIP PAUD USK untuk ikut serta dalam diskusi rutin ini,dimana tujuannya agar mahasiswa” FKIP PAUD juga memiliki pengetahuan yang luas yang didapatkan di luar kampus. Jadi tidak hanya berpatokan dengan dunia kampus itu sendiri.
Maka, ketika Pimpinan Redaksi majalah POTRET,Tabrani Yunis memaparkan mengenai “Aku Menulis Maka Aku Bisa”Jadi penulis sendiri sebagai Humas KDI mengambil kesimpulan, coba sama” kita merenung dan bayangkan seandainya pikiran pikiran Socrates tidak dituliskan dan dibukukan oleh Plato, penulis sendiri tidak yakin kita bisa mengetahui pikiran-pikiran Socrates seperti hari ini.
Nah, dengan menulis juga membuat kita abadi,walaupun kita sudah tiada nantinya, tetapi orang-orang bisa mengingat dan mengenang kita dari pikiran -pikiran kita yang sudah tertuang dalam bentuk tulisan tersebut. Penulis teringat pada seorang penulis yang pernah mengutip pribahasa dalam sebuah tulisannya. Ia mengatakan apa yang terucap akan lenyap bersama angin dan apa yang tertulis akan terkenang abadi. Kata-kata itu semakin mengukuhkan peran seorang penulis dalam memberikan pemikiran bagi peradaban manusia, karena apa yang pernah kita tuangkan ke dalam tulisan akan selalu terkenang abadi, meskipun kita telah tiada. Aku menulis, maka aku ada!
Jadi, menulis untuk keabadian itu memberikan makna yang sangat penting bagi kita agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemauan untuk menuangkan pengetahuan, ketrampilan serta sikap berbuat baik, produktif dalam menebar kebaikan dengan lewat tulisan yang kita tuliskan. Menulis bagi orang yang berilmu dan berketerampilan, sesungguhnya menjadi kewajiban berbagi kebaikan, walau tidak semua orang terpanggil jiwanya untuk hal ini.
Dalam perspektif agama Islam pun dalam Al-quran surah al-Hujurat ayat 13 ayat ini tidak menggunakan panggilan hanya kepada orang-orang beriman, tetapi ayat ini menyebutkan seluruh manusia tanpa terkecuali. Artinya ayat ini mengurai prinsip dasar hubungan manusia. Ayat ini menegaskan kesatuan asal -usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajat kemanusiaan manusia.
Kegiatan menulis pun merupakan kegiatan yang dapat mengangkat derajat penulis dan orang-orang yang dapat memanfaatkan apa yang kita tulis dan ungkapkan dalam tulisan kita. Maka, menulis lah. Karena dengan menulis, kita akan bisa mendorong perubahan diri dan sekaligus perubahan pada orang lain. Menulis akan membantu kita mampu melihat diri kita.
Karena Allah SWT mengingatkan kita Jangan sampai manusia merasa bangga atau pun lebih tinggi dari pada yang lain, karena bangsa atau suku tertentu,warna kulit atau kondisi bawaan lain juga tidak menjadikan derajat satu manusia beda dengan yang lain.
Dalam hal menulis, senior Zakiyamani pernah mengatakan “ You are what you read” Kata-kata itu beliau sampaikan ketika duduk di meja kopi yang hangat.
Beliau sampaikan untuk mendorong dan menegaskan kita agar segera menulis. Menurut beliau, orang yang menulis sudah pasti membaca, sementara orang yang membaca belum tentu menulis. Sehingga apa yang kita tulis merupakan cerminan dari karakter kita yang sedikit banyak terbentuk dari buku-buku yang kita baca.
Oleh sebab itu, sungguh menyesal karena baru mengenalnya. Pantaslah orang berkata, Tak kenal, maka tak sayang. Awalnya, penulis galau abu-abu karena belum mengenalnya. Ya,
Zakiyamani, adalah kanda saya yang memiliki komitmen kuat menggerakkan hati saya untuk menulis,dan semangat yang saya rasakan terus menggebu-gebu untuk mulai menulis, walau sedikit demi sedikit, kata demi kata, tetapi semua punya banyak makna.
Ya, penulis serasa ditampar dengar cerita bahwa orang -orang, orang tuna netra saja bisa menulis,bisa bikin karya,kenapa saya yang dikasih mata dan tangan dengan sempurna tidak mau membaca dan menulis? Penulis sampai ingin bertemu dengan penulis yang tuna netra,karena mendengar cerita dari orang-orang , sampai merinding dan menahan air mata karena terharu. Penulis malu selama ini masih diberikan mata dan tangan,kenapa tidak gunakan dengan baik.
Maka, tak akan pernah salah memulai menulis dan pantang mundur, setiap usaha pasti akan memperoleh hasil yang luar biasa dan nikmati hasilnya seperti anda menikmati usaha anda. intinya banyak hal yang didapat ketika kita menulis dan membaca ,maka menulislah walau yang ditulis itu hanya seserpuhan debu yang akan memudar.